Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ternak Judi Online Marak, Dampak Implementasi Ideologi Kapitalisme Global?

Sabtu, 16 November 2024 | 19:38 WIB Last Updated 2024-11-16T12:38:53Z

Tintasiyasi.id.com -- Kasus judi online mendapatkan perhatian Komdigi pada masa awal kerja rezim Prabowo. Ironisnya, justru kasus judi online melibatkan pegawai Komdigi sendiri. Sehingga pemberitaan kian ramai dan juga mengejutkan publik.

Keterlibatan pegawai Komdigi dalam kasus judi online tersebut diamini oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) yang saat ini dijabat oleh Meutya Hafid. Ia menyatakan bahwa kasus pegawai kementeriannya yang terlibat judi online (judol) menjadi "pil pahit" bagi institusi tersebut.

Bahkan, proses penyelidikan para pegawai Komdigi yang diduga tetlibat judi online diselimuti dengan suasana yang mencekam di kantor Komdigi karena kepolisian datang dengan jumlah yang cukup banyak, yaitu sekitar 40 sampai 50 orang.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengaku telah mengamankan 16 orang tersangka dalam kasus judi online yang di antaranya pegawai Kementerian Komdigi berjumlah 12 orang. Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menangkap 16 orang tersangka dalam kasus judi online, di mana 12 di antaranya adalah pegawai Kementerian Komdigi (Kompas.com, 05/11/2024).

Bukti lain dugaan keterlibatan oknum Komdigi disampaikan langung dari penuturan Polda Metro Jaya seperti yang dimuat dalam Tempo.co (7/11/2024), menyita uang tunai sejumlah Rp 73 Miliar dari 15 tersangka kasus dugaan penyalagunaan wewenang memblokir judi online yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi).

Ironis bukan? Pemerintah yang seharusnya berfungsi sebagai pengayom dan pelindung rakyat dari kejahatan, justru terlibat dan ikut beternak judi online. Lalu, mengapa fenomena judol begitu mengkhatirkan?

Realitas Judol Sebagai Buah Implementasi Idologi Kapitalis
Meskipun pemerintah telah menetapkan sanski melalui UU ITE pasal 27 ayat 2 bagi pelaku judol dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda sebesar 1 miliar rupiah, akan tetapi tidak mampu memberikan efek jera dan menyelesaikan kasus judi online.

Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab maraknya judi online yang terjadi diantaranya adalah:

 Pertama, promosi besar-besaran dari media online itu sendiri. internet yang sangat mudah diakses semua kalangan dan umur menyebabkan promosi judi online bisa dilihat oleh siapapun.

Bahkan, jebakan judi online ternyata melalui game dan streamer. Sehingga banyak yang hanya awalnya coba-coba akhirnya menjadi ketagihan.


Kedua, faktor ekonomi para pelaku judi online yang memang terkategori perlu perhatian, alias menengah ke bawah. Kehadiran judi online dianggap menjadi salah satu mata pencaharian yang tidak memerlukan pengorbanan modal banyak, tetapi berharap untung meluap.

Ketiga, ternyata juga bisa dari gaya hidup yang serba hedon. Para penjual slot judi online dan pelaku judi sama-sama berharap mendapatkan keuntungan demi menambah pemasukan agar mampu memenuhi berbagai tuntutan hidup yang materialistis.
 
Selanjutnya, faktor yang paling menggiurkan adalah keuntungan. Tetapi tidak semua pelaku jodi online akan memperoleh untung yang dijanjikan. Namanya judi, kemenangan itu sesuatu yang tidak pasti. Belum lagi, para bandar-bandar besar mampu mendesign judi agar pemenangnya tetaplah mereka.

Untuk Indonesia saja, keuntungan yang diperoleh dari hasil transaksi judi online terakumulasi sebesar 327 triliun rupiah sepanjang tahun 2023. Jumlah tersebut dihasilkan dari sekitar 168 juta transaksi judi online.

Pertanyaannya kemudian adalah, apakah hanya Indonesia saja negara yang candu judi online? Ternyata jawabannya adalah tidak. Sebab akar persoalan utama dari fenomena maraknya transaksi judi online bukanlah karena faktor kemiskinan, melainkan penerapan ideologi kapitalis sekuler.

Kapitalis yang dikenal sebagi ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan (fashluddin anil hayah), melahirkan pemikiran yang membuat manusia hanya mengejar materi dan kesenanagan duniawi yang fana. Standar perbuatan adalah kebebasan dan tuntutan hak asasi. Tanpa mengenal rambu-rambu halal-haram seperti ajaran Islam.

Baik Muslim maupun non Muslim, alaminya ideologi akan menyasar siapapun jika ia diadopsi oleh sebuah negara yang menjadikannya landasan atau sebagai way of life, yang tentunya akan melahirkan kebijakan bersandarkan pada ideologi tersebut.

Capaian materi sebannyak-banyaknya dan bernafsu menguasai dunia menjadikan kapitalisme sebagai ideologi yang serakah tanpa kenal kawan dan lawan. Karena tujuannya adalah meraih keuntungan.

Bukankah dalam praktek judi juga tidak ada kawan dan lawan sejati? Hanya ssling mengejar kepentingan, yaitu keuntungan atau kemenangan di kancah pertarungan dengan mengahalalkan segala cara.

Sehingga tidak heran, kasus judi online sulit diberantas karena banyak pihak-pihak yang merasa diuntungkan dengan hadirnya judi online. Bahkan, dari kasus yang diberitakan dengan keterlibatan para pejabat Komdigi sebagai wakil pemerintahan membuktikan, bahwa mereka mendapatkan keuntungan dari situs-situs judi online hingga jumlahnya miliran rupiah.

Bayangkan jika semua judi online ditutup hingga ke bandar-bandarnya, bukankah akan mengurangi pemasukan mereka yang tersangka? Padahal menurut pengakuan mantan Kominfo Budi Ari, ia mengetahui oknum -oknum yang menjadi bandar judi online. Lalu kenapa tidak bisa ditangkap?

Oleh karena itu, fenomena judi online yang marak di Indonesia juga terjadi di beberapa negara di dunia. Bahkan, negara-negara maju kapitalis adalah pecandu judi terbesar di dunia. Data yang diberitakan oleh IDNTimes (03/07/2024), bahwa sepuluh negara maju (Barat) menggandrungi judi online dan memperoleh keuntungan fantastis.

Masih dari sumber yang sama, negara yang berada diperingkat pertama pelaku judi online di dunia tidak lain adalah Amerika Serikat sepanjangn tahun 2024. Keuntungan yang diperoleh mencapat 23,03$miliar. Kemudian menyusul Inggris, yang ternyata masyarakat di sana terdata 27,9% dari seluruh populasi Inggris bermain judi online.

Selanjutnya urutan ketiga ada Australia, ssebanyak 21,1% dari jumlah total populasinya pelaku judi online. Lalu ada negara Jepang yang meraih 6,19$miliar, dari 7,9% total populasinya pemain judi online.

Urutan kelima, ada negara Jerman, tercatat sekitar 18,4% total populasinya pecandu judi online. Begitu juga negara berikutnya yaitu Kanada yang mencapai sekitar 48% total populasinya pelaku judi online. Prancis, lalu Itali, India, dan Spanyol yang berada di bagian 10 negara pecandu judi online terbesar di dunia meraup keuntungan sekitar 1 hingga 3 $ miliar.

Walhsil, tebrukti bahwa negara-negara maju (Barat) asal lahirnya Kapitalisme adalah negara tempat bandar-bandar judi online terbesar di dunia. Secara hukum ideologi, tentu saja akan sama kondisinya, di negara manapun yang menerapkan ideologi yang sama. 

Apalagi jika posisi suatu negara di hadapan kapitalis global hanyal sekedar pangsa pasar yang efektif dan menggiurkan untuk meraih keuntungan, seperti Indnonesia.

Syariat Islam Tuntaskan Judi Online

Upaya yang telah ditempuh oleh Komdigi terbaru, Mutia Hafid, yaitu menutup atau memblokir situs-situs online tentu saja layak diapresiasi. Konon, sebanyak kurang lebih 180.000-an telah diblokir untuk menunjukkan kinerja Kementerian terkait dalam 100 hari kerja pertama.

Namun ironis, kementeriannya sendiri mendapat kejutan dengan kedatangan penegak hukum ke kantor Komdigi dan melaporkan keterlibatan oknum-oknum yang ternak situs-situs judi online.
Bukan hanya itu, yang lebih miris adalah korban judi online yang menjadi pelaku di Indonesia ternyata juga anak-anak usia di bawah 10 tahun, dari pemberitaan yang disampaikan oleh ppatk.go.id (26/07/2024). 

Jumlahnya mencapai 80.000. sementara pelaku terbanyak adalah usia produktif muda antara 30-40 tahun sebanyak 1,6 juta.
Jumlah tersbeut tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah jika penanganan judi online tidak serius. Dan keseriusan akan terlihat jika pemerintah berani menutup bandar-bandar raksasa judi online baik yang berasal dari dalam negeri, apalagi luar negeri.

Situs-situs yang diblokir sejatinya tidak hanya situs-situs kelas teri, tetapi kelas kakapnya tidak tersentuh ranah hukum.
Atau dengan kata lain, penyelesaian kasus jud online tidak berbeda dengan kaus-kasu lain yang tidak ada solusi tuntas hingga hari ini. karena pemerintah terkesan tidak serius dan setengah-setengah dalam bertindak.

Jika pemerintah benar-benar serius dan ingin menghentikan candu judi online, atau juga sekalian mampu menyelesaikan persoalan dalam negeri lainnya seperti miras, korupsi, free sex, atau kemiskinan, maka solusinya adalah dengan mengadopsi syariat Islam.

Islam memandang bahwa judi adalah salah satu bentuk jarimah (kejaharan) yang juga kemaksiatan dan pelakunya dikenai dosa. Dan secara hukum, Islam mewajibkan negara untuk memberlakkan ta’zir (hukuman yang diputuskan oleh kepala negara/khalifah) yang memberikan efek jera bagi pelakunya.

Sehiangga menutup kemungkinan adanya kejahatan yang sama. Hukum Islam, selain mampu mengatasai persoalan yang sedang terjadi, juga berfungsi sebagai pencegah.
Judi disebutkan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an sebagai amalan setan.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ۝٩٠

“ Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (TQS. Al-Maidah:90).

Dengan demkian, cara mneyelesaikan kasus judi online secara tuntas bisa ditempuh dengan langkah:

Pertama adalah meningkatkan keimanan individu kaum Muslim di negeri ini. setiap individu wajib menuntut ilmu yang menjadi benteng pertahanan dirinya dari serangan-serangan kekufuran dari luar.

Kedua, memunculkan rasa kepedulian kolektif di tengah-tengah masyarakat dengan saling mengingatkan, atau memberikan edukasi yang bermuatan nasehat-nasehat keimanan.

Ketiga, peran aktif dan kesungguhan negara dalam mencegah dan menghukum pelaku kejahatan seperti bandar-bandar judi online dengan hukum yang mampu menyelesaikan permasalahan manusia.

Tentunya hanya hukum Allah yang telah terbukti ampuh menjadikan kehidupan manusia bermanfaat dan jauh dari kesia-siaan seperti candu judi online.

Tentu saja, untuk mengambil Islam sebagai solusi tidak akan bisa tanpa mencampakkan atau mencabut akar persoalan judi online yaitu akibat implementasi ideologi kapitalis global yang membuat kehidupan semakin hancur, seperti dampak judi online yang bisa membawa kepada kemiskininan, kejahatan, juga keputusasaan hidup. Wallahu'alam bishshawab.

Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam (Analis Mutiara Umat Institute)

Opini

×
Berita Terbaru Update