TintaSiyasi.id -- Saat ini, generasi Z adalah salah satu generasi yang mendominasi penduduk usia produktif di Indonesia, selain generasi milenial. Usia mereka berkisar antara 8 hingga 27 tahun. Rentang usia ini merupakan waktu yang tepat untuk membentuk seorang remaja menjadi individu yang baik untuk masa depannya, apalagi dengan slogan bagi pemuda yang menyebut mereka sebagai “Agent of Change.”
Namun, fakta yang harus dihadapi oleh generasi Z ini sangatlah rumit. Mereka berhadapan dengan berbagai permasalahan, mulai dari isu pergaulan, pendidikan, kehidupan setelah lulus sekolah, hingga kesehatan mental yang menjadi makanan sehari-hari para remaja. Permasalahan ini merupakan kasus nyata yang dialami oleh para remaja, seperti yang baru-baru ini terjadi di Bekasi, di mana seorang remaja bunuh diri akibat rapuhnya mental generasi muda saat ini (Kompas.id, 24/10/2024). Belum lagi, sulitnya mencari pekerjaan mengakibatkan 9,9 juta orang dari kalangan Generasi Z menjadi pengangguran di Indonesia (radarjogja.jawapos.com, 23/10/24). Masalah biaya UKT yang mahal pun tak kunjung menemukan solusi (kompas.com, 30/10/2024).
Permasalahan yang terus-menerus terjadi ini merupakan dampak dari penerapan sistem kapitalisme, yang hanya melahirkan sistem rusak buatan manusia di segala aspek kehidupan. Mulai dari sistem pendidikan yang hanya berorientasi pada materi, yang akhirnya banyak menghasilkan berbagai penyimpangan dalam dunia pendidikan. Akibatnya, tujuan utama seorang remaja dalam menempuh pendidikan tak mampu tercapai. Masalah dalam sistem pendidikan ini melahirkan banyak kerusakan lainnya, seperti meningkatnya angka pengangguran yang disebabkan lulusan sekolah hanya memperoleh ijazah tanpa skill dan mental bersaing yang kuat.
Dampak penerapan demokrasi kapitalisme ini tidak hanya dirasakan generasi Z di kehidupan nyata, tetapi juga dalam kehidupan mereka di media sosial, yang semakin menambah kompleksitas permasalahan remaja saat ini. Fenomena fear of missing out (FOMO) menyebabkan dampak psikologis serius terhadap generasi muda, yang tertekan karena perbandingan sosial yang tidak sehat (kumparan.com, 21/10/24). Fenomena ini dihadapkan dengan sistem kapitalisme yang membuat remaja terjebak dalam gaya hidup yang rusak, sebab menjadikan standar manusia sebagai acuan dalam melakukan berbagai aktivitas. Akibatnya, aktivitas konsumerisme dan hedonisme menjadi hal yang sering dilakukan remaja untuk memenuhi standar tersebut.
Potensi Generasi Z sebagai Agen Perubahan
Hal ini tentu sangat disayangkan harus terjadi pada Generasi Z, yang di sisi lain memiliki modal besar sebagai agen perubahan, termasuk dalam membangun sistem kehidupan yang shahih. Maka sudah seharusnya mereka terlibat aktif sebagai solusi atas permasalahan umat, termasuk isu yang secara langsung mempengaruhi diri mereka sendiri saat ini. Generasi Z tidak seharusnya memosisikan diri mereka sebagai korban (playing victim), yang hanya terjebak dalam narasi ketidakberdayaan dan akhirnya semakin terpuruk dalam keadaan yang menyedihkan.
Dengan modal potensi kreatif, semangat idealisme, dan akses yang luas terhadap informasi, sebenarnya generasi Z memiliki kemampuan untuk menjadi agen perubahan. Di usia mereka, seharusnya mereka sudah mampu membuka mata dan menyadari bahwa kekacauan dunia merupakan hasil dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme yang berorientasi pada materi. Penerapan sistem ini menjauhkan mereka dari perubahan hakiki yang dapat memperbaiki seluruh permasalahan umat, termasuk remaja, yakni Islam kaffah. Hanya sistem Islamlah yang dapat menjamin keselamatan dan kemaslahatan bagi generasi muda dan umat manusia secara keseluruhan. Maka, sebagai generasi Z sekaligus pemuda Muslim, penting bagi mereka untuk memahami bahwa kebaikan umat manusia akan terwujud ketika mereka tunduk pada syariat Allah SWT. Oleh karena itu, sangat penting bagi generasi Z untuk mengambil langkah nyata dan mengembangkan solusi yang berorientasi pada penyelesaian kepentingan umat, sembari tetap bersandar pada aturan Islam.
Pembinaan dan Perjuangan Menuju Islam Kaffah
Namun, untuk membentuk generasi Z yang mampu memperjuangkan tegaknya Islam Kaffah, pendidikan yang mereka peroleh di sekolah saja tidaklah cukup. Generasi Z memerlukan pembinaan yang intensif dan berkesinambungan agar pemahaman mereka tidak hanya terfokus pada realitas kehidupan yang miris, tanpa adanya pemikiran tentang solusi yang konkret. Dalam konteks ini, sangat penting bagi mereka untuk memiliki kelompok atau partai yang mampu membina mereka secara shahih, mendorong mereka untuk mengembangkan kepribadian yang Islami.
Pembinaan yang dimaksud bertujuan untuk melahirkan generasi yang tidak hanya siap membela Islam, tetapi juga berkomitmen untuk membangun peradaban Islam yang lebih baik. Melalui upaya ini, mereka diharapkan dapat memberikan solusi yang efektif bagi berbagai permasalahan yang dihadapi umat, serta berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan nilai-nilai Islam dalam masyarakat. Dengan demikian, generasi Z dapat menjadi agen perubahan yang berdaya saing dan berkontribusi positif bagi dunia, sekaligus menjaga dan menegakkan ajaran Islam dalam setiap aspek kehidupan.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۖ وَأُوْلَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: "Dan hendaklah ada di antara kalian sekelompok umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung." (TQS Surah Al-Imran (3:104))
Wallahu a'lam bishshawab. []
Rheiva Putri R. Sanusi, S.E.
Aktivis Muslimah