Tintasiyasi.id.com -- Korupsi masih marak terjadi di negeri ini baik dari kalangan DPR, pemerintah eksekutif, maupun yudikatif. Belum lama ini Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan menteri perdagangan tahun 2015 hingga 2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula di Kementrian Perdagangan (Kemendag) periode 2015 - 2016 (Tempo.com, 2/11/2024).
Masih dari sumber yang sama , Direktur penyidikan jaksa agung muda tindak pidana khusus Kejaksaan Agung Abdul Qahar mengatakan impor gula kristal putih seharusnya hanya dilakukan BUMN, namun Tom Lembong mengizinkan PT. AP untuk mengimpor.
Abdul Qahar juga mengatakan persetujuan impor yang dikeluarkan tersebut tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan rill gula di dalam negeri.
Selain itu, terjadi persoalan dalam jenis gula yang diimpor serta perusahaan yang terlibat dalam pengolahan dan penjualannya mengakibatkan negara menderita kerugian sekitar Rp 400 miliar.
Kasus impor gula sebenarnya juga terjadi pada masa jabatan beberapa menteri setelah Tom Lembong bahkan dalam jumlah yang lebih besar, namun nyatanya hingga hari ini belum ada penyelidikan yang mendalam terhadap Menteri Perdagangan yang menjabat selama periode 2015-2023.
Hal ini menimbulkan dugaan adanya politisasi kasus Tom Lembong. Kasus lain yang menimbulkan pertanyaan adalah pemberian fasilitas Jet pribadi kepada Kaesang. Pasalnya KPK menetapkan bahwa kasus tersebut tidak termasuk dalam gratifikasi. Hal ini semakin menguatkan dugaan adanya ketidakadilan di mata masyarakat.
Sungguh miris melihat perbedaan penanganan negara terhadap berbagai dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi. Sikap penegak hukum tampak jelas memperlihatkan adanya tebang pilih penegakan hukum.
Inilah gambaran penegakan hukum dalam sistem sekuler kapitalisme dimana yang kuat akan mengalahkan yang menang, pihak yang kuat akan menang melawan hukum, kemenangan ini bisa terjadi karena ada hubungan kekerabatan, nasab, persahabatan, hubungan bisnis, kelompok, atau aspek serupa lainnya.
Bisa juga karena kedudukannya sebagai bangsawan, pejabat, tokoh atau karena kedekatannya dengan kekuasaan atau penguasa. Posisi atau kedudukan mereka membuat mereka bisa dengan mudah lolos dari jerat hukum. Inilah cerminan kekuasaan yang dapat memainkan hukum.
Sitem Kapitalisme sekuler juga telah menjadi penyebab utama munculnya bibit-bibit korupsi hingga membudaya di sebuah negeri. Sebab kapitalisme telah menjauhkan peran agama dari kehidupan sehingga aturan yang berlaku syarat dengan asas manfaat dan kepentingan golongan tertentu.
Oleh karena itu pemberlakuan ideologi kapitalisme dengan akidah sekularismenya tidak boleh dibiarkan berlangsung lama dan harus segera diganti dengan sistem yang mampu memberikan solusi tuntas atas persoalan korupsi, sistem tersebut adalah Sistem Islam.
Dalam Islam korupsi merupakan perbuatan haram dan pelanggaran hukum syara', karena itu negara wajib membasmi aktivitas korupsi hingga ke akar-akarnya. Sistem Islam dengan syariat nya yang begitu sempurna memiliki aturan-aturan yang bisa memberantas korupsi dengan sangat efektif, baik mencakup pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif). Pencegahan dan penindakan korupsi dalam Islam dilakukan melalui:
Pertama, penanaman iman dan takwa kepada para pejabat dan pegawai. Ketakwaan menjadi standar utama dalam pemilihan pejabat bukan kedekatan maupun balas jasa politik sebagaimana saat ini. Ketakwaan inilah yang akan mencegah pejabat dan pegawai untuk melakukan kejahatan korupsi.
Kedua, sistem penggajian dan kompensasi yang layak sehingga tidak ada alasan bagi siapapun untuk melakukan tindakan korupsi.
Ketiga, ketentuan serta batasan yang sederhana dan jelas tentang harta ghulul (haram) serta penerapan pembuktian terbalik, ini disertai dengan pencatatan harta pejabat dan aparatur serta audit secara berkala.
Jika ada yang mencurigakan maka yang bersangkutan harus membuktikan hartanya diperoleh secara benar dan legal, jika tidak mampu maka jumlah yang tidak wajar itu disita oleh negara baik sebagian atau seluruhnya.
Keempat, hukuman yang dapat memberikan efek jera bagi siapapun dalam bentuk sanksi ta'zir. Hukuman tersebut bisa berupa penjara bahkan bisa sampai hukuman mati sesuai dengan tingkat dan dampak korupsinya. Penyitaan harta ghulul juga bisa ditambah dengan sanksi denda. Gabungan kedua sanksi ini sekarang dikenal dengan kemiskinan terhadap para koruptor.
Penegakan hukum Islam ini akan dijalankan oleh orang-orang yang amanah yang memiliki ketakwaan yang tinggi, sebab Islam mensyariatkan agar penegakan hukum harus secara adil, penegakan hukum tidak boleh dipengaruhi oleh rasa suka dan tidak suka, kawan atau lawan, dekat atau jauh. Allah Swt, berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Ma'idah: 8)
Sungguh hanya penerapan sistem hukum Islam di bawah institusi Khilafah yang mampu menjamin terwujudnya keadilan hukum di tengah masyarakat.[]
Oleh: Nur Itsnaini Maulidia
(Aktivis Dakwah)