TintaSiyasi.id -- Tiap tahun ada saja gebrakan baru pemerintah untuk memungut pajak dari rakyat. Tampaknya pelesetan Indonesia emas menjadi Indonesia cemas semakin menyala. Tak ketinggalan juga menyala pajakku!
Beragam Pungutan
Pemungutan uang dari rakyat teramat beragam diberlakukan oleh pemerintah. Sebut saja yang pertama walaupun bukan pertama kalinya, yakni iuran BPJS. Pada tahun 2025 iuran BPJS akan mengalami kenaikan dengan dalih untuk menyelaraskan pelayanan kesehatan bagi seluruh pasien.
Berikutnya, kewajiban kepesertaan tapera (tabungan perumahan rakyat) bagi pekerja di Indonesia. Semestinya, suka-suka rakyat mau membuat rumah atau tidak. Suka-suka rakyat tabungannya dialokasikan untuk apa. Kenapa urusan yang sifatnya ranah pribadi mesti pemerintah yang turut repot?
Selanjutnya, wajib asuransi bagi pemilik kendaraan. Bukankah sudah ada asuransi jasa raharja? Lalu, kenapa rakyat harus dibebankan dengan asuransi jenis baru lagi? Mirisnya, asuransi bagi kendaraan ini akan disangkut pautkan dengan pengurusan SIM dan STNK.
Kemudian, kenaikan PPn menjadi 12% tahun 2025, ini kesannya kenapa negara mesti sibuk ngurusin barang-barang yang dimiliki oleh rakyat?. Padahal, rakyat membeli barang dari hasil jerih payah sendiri. Tidak ketinggalan PPh juga dicanangkan akan dinaikkan (jika perekonomian bertumbuh dengan baik).
Bahkan, dari berita yang berseliweran di media, PPn dan PPh pasalnya dijadikan dua objek pajak andalan pemasukan negara. Makin riweeeh hidup rakyat euy!
Indonesia Cemas
Kenapa mesti rakyat yang diburu pajak demi menyukseskan program pemerintah dengan dalih kesejahteraan rakyat? Sedangkan realitanya, rakyat masih ngos-ngosan bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan sehari-hari yang semakin melonjak harganya.
Disisi lain, gaji dari wakil rakyat mencapai ratusan juta. Kebutuhan hidup terjamin lengkap dengan fasilitas terbaik disediakan oleh negara. Apakah yang dimaksud wakil rakyat adalah pejabat yang mewakili rakyat untuk punya mobil mewah, rumah mewah, dan barang-barang mewah? Harapannya tentu saja tidak, tapi pada faktanya itulah yang terjadi, menjengkelkan.
Kenapa program pemerintah tidak dipungut dalam jumlah yang besar kepada wakil rakyat yang gajinya lebih besar beserta tunjangan dan lain sebagainya. Nampaknya akan sangat adil jika program yang dicetuskan oleh wakil rakyat diwakilkan pungutan pajaknya oleh wakil rakyat yang membentuk program tersebut bukan?
Lucunya, peraturan dibuat oleh wakil rakyat, akan tetapi rakyat sendiri keberatan untuk menjalankan aturan tersebut. Lalu, rakyat manakah yang diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat membuat aturan tersebut?
Jika seperti ini harapan pemerintah akan Indonesia emas hanyalah ilusi semata. Ditengah carut-marut kondisi keuangan, kesehatan, dan pendidikan rakyat, pemerintah malah menambah beban rakyat dengan pajak. Sedangkan, pada dimensi lain pejabat sibuk korupsi, politik dagang sapi, nepotisme, dan politik dinasti. Sadis!
Pajak Boleh, Jika...
Menurut Syekh Abdul Qadim Zallum, pajak adalah harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum Muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang diwajibkan atas mereka, pada kondisi Baitul Mal tidak ada uang atau harta. (Abdul qadim zallum, 2002, hal. 138).
Perlu digarisbawahi pajak boleh dipungut jika kondisi Baitul Mal kosong. Pemungutan juga dilakukan pada orang tertentu saja (orang kaya misalnya), bukan pada keseluruhan rakyat. Pemungutan pajak juga tidak dilangsungkan selamanya alias sementara, ketika kondisi keuangan negara stabil rakyatpun bebas pajak.
Pemerintah mestinya tau dan harus tau bahwa Rasulullah SAW sudah pernah mengingatkan untuk tidak memungut uang dari rakyat secara masif. Disebabkan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah kepada rakyat tanpa hak dipandang sebagai bentuk keharaman.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka” (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Cara Bebas Pajak
Rakyat bebas dari pajak hanya akan dijumpai pada negara yang menjunjung tinggi sistem aturan yang berasal dari Allah, yakni syari’at Islam. Apabila masih berada dalam kungkungan sistem buatan manusia yang sengsara dan menyengsarakan, maka sulit bebas pajak terwujud seperti di sistem pemerintahan Islam.
Kebebasan pajak akan terwujud dengan tiga pilar yang yang saling bersinergi. Pilar pertama ialah individu, setiap orang mesti mau berjuang untuk menyuarakan yang seharusnya jadi miliknya, misal SDA yang berlimpah berupa tambang, perairan, hutan. Semua kekayaan alam tersebut adalah milik rakyat bukan segelintir orang yang bekerjasama dengan pejabat. Pengelolaan SDA oleh negara secara mandiri akan menjadikan keuangan negara stabil, sehingga pajak bukanlah menjadi sumber pemasukan utama negara.
Pilar kedua, adanya kelompok yang berjuang membentuk serangkaian kegiatan (amar makruf nahi mungkar). Kegiatan ini bertujuan untuk menyadarkan rakyat yang masih menganggap pajak hal yang boleh diberlakukan kepada rakyat, karena tinggal di tanah pertiwi.
Pilar ketiga, pemerintah yang sadar akan beratnya pertanggungjawaban atas kepemimpinannya di akhirat kelak. Sehingga, tidak mudah memungut pajak dari rakyat dengan berbagai kebijakan.
Sekarang, saatnya kamu yang membaca tulisan ini memantapkan langkah untuk menjadi bagian dalam mewujudkan negara bebas pajak. Berpegang teguh pada hukum syarak disertai mendakwahkan sistem Islam kaffah sebagai solusinya. Yassarallahu fiikum. []
Oleh: Siska Ramadhani, S.Hum.
(Aktivis Muslimah)