Tintasiyasi.id.com -- Peradaban suatu bangsa bergantung kepada kualitas generasinya. Kualitas generasi sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Kunci keberhasilan dari pendidikan itu berada di tangan guru. Karenanya selain menjadi agen pembelajaran, di pundak guru terdapat tanggung jawab besar dalam membangun peradaban bangsa.
Mirisnya saat ini, guru harus menghadapi banyak tantangan dalam menjalankan perannya. Banyak kasus kriminalisasi yang menimpa para guru. Sebagaimana yang terjadi belakangan ini, kasus dugaan penganiayaan yang berujung pada penahanan Supriyani oleh pihak kejaksaan yang terus bergulir dan viral, bahkan menarik perhatian publik termasuk akademisi (15 -11-2024, IAINPare).
Supriyani, seorang guru SD Negeri 4 Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara dilaporkan oleh orang tua murid yang merupakan anggota kepolisian atas tuduhan penganiayaan pada April 2024.
Kasus lain juga menimpa guru olahraga SD Negeri 1 Wonosobo berinisial MS yang dilaporkan ke polisi, padahal guru tersebut hanya melerai perkelahian yang terjadi pada siswa (26-11-2024, RadarMagelang).
Itulah sebagian kecil kasus kriminalisasi yang menimpa guru. Hal ini pun memicu sejumlah guru mengunggah video sarkasme di media sosial yang menggambarkan ketakutan mereka untuk menegur siswanya saat mengajar (30-10-2024, Tirto.id). Kondisi ini sedikit demi sedikit akan melemahkan peran guru.
Belum lagi, gaji yang tidak mencukupi kebutuhan hidup di tengah mahalnya biaya hidup saat ini. Gaji guru di negeri ini memang sangat rendah. Dalam catatan BPS (Badan Pusat Statistik), rata-rata gaji penduduk yang bekerja di bidang pendidikan sebesar Rp2.843.321 per bulan (1-6-2024, GoodStats).
Begitu juga berdasarkan data Jobstreet, rata-rata gaji guru di Indonesia hanya sebesar Rp2,4 juta per bulan. Padahal, biaya hidup di daerah yang nilai konsumsinya paling rendah saja itu mencapai Rp6,15 juta seperti, Jember, Sumenep, Tegal dan beberapa daerah lainnya (13-8-2024, GoodStats).
Tidak hanya di negeri ini, di negeri yang lain pun gaji guru tetap terhitung rendah jika dibandingkan dengan kecukupan biaya hidupnya. Di Singapura sebagai negara terkaya se ASEAN, gaji guru berkisar Rp11,9 juta per bulan.
Tetapi, biaya makan dengan pola hemat saja bisa mencapai 45 juta perbulan (8-10-2024, Antara). Jadi, gaji guru masih terbilang kecil dibandingkan dengan biaya hidup yang harus dipenuhinya.
Jika diamati dengan mendalam, maka penerapan sistem ekonomi kapitalisme menyebabkan guru harus mengeluarkan banyak biaya untuk hidup mulai dari kebutuhan pangan, sandang, tempat tinggal, transportasi, pendidikan untuk anak, kesehatan keluarga, dan lainnya.
Harga-harga barang pun kian hari kian naik, sedangkan gaji mereka tetap. Kalaupun ada kenaikan gaji, hal ini sering diiringi dengan kenaikan harga barang. Akibatnya, sebagian guru terpaksa melakukan kerja sampingan.
Himpitan ekonomi seperti ini menjadikan guru tidak bisa fokus dan optimal dalam mendidik murid-muridnya. Memang sulit berharap kesejahteraan pada sistem kapitalisme.
Padahal, guru memiliki peran strategis dalam membangun peradaban. Di tangan guru, sebuah bangsa dapat mempersiapkan generasi yang cerdas, bermoral, dan tangguh menghadapi tantangan zaman.
Peran guru bukan hanya sebatas mengajarkan ilmu kepada mudrid-muridnya. Guru adalah pembimbing, teladan, dan menjadi agen perubahan dalam membentuk karakter dan potensi peserta didik. Sehingga keberlangsungan peradaban bangsa bertumpu pada peran guru sebagai pendidik, pembimbing, dan pendorong perubahan.
Dalam perjalanan sejarah, bangsa-bangsa besar selalu menempatkan pendidikan sebagai bagian dari prioritas utama, dan guru diposisikan menjadi kunci keberhasilan.
Begitu juga dalam sejarah peradaban Islam, guru diposisikan pada tempat yang mulia. Islam pun memiliki mekanisme yang menjadikan guru dapat mengoptimalkan perannya dalam mencetak generasi.
Islam memuliakan guru dengan memerintahkan murid agar bersikap takzim kepada guru. Murid-murid diperintahkan untuk menunjukkan akhlak mulia dan adab yang luhur. Tidak hanya murid, masyarakat dan negara diperintahkan untuk memuliakan guru.
Jasa para guru sangat dihargai dengan diberikan gaji yang tinggi setiap bulannya. Guru terjamin dalam perlindungan negara, begitu pun dengan kesejateraannya.
Dalam kitab An-Nafaqat wa Idaratuha fid Daulatil Abbasiyyah, Dr. Rudhaifullah Yahya Az-Zahrani menggambarkan bagaimana negara sangat menghargai jasa guru. Disebutkan pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, pendidik umum diberikan gaji tahunan mencapai 2.000 dinar. Sedangkan, periwayat hadis dan ahli fikih diberikan gaji tahunan mencapai 4.000 dinar.
Jika dihitung, dengan harga emas murni yang saat ini mencapai sekitar Rp1.500.000 per gram dan berat satu dinar sama dengan 4,25 gram emas, maka gaji guru saat itu mencapai Rp12,75 miliar per tahun. Sedangkan pengajar Al-Qur’an dan hadis diberi gaji tahunan mencapai Rp25,5 miliar.
Di sisi lain, sistem Islam memiliki sistem ekonominya yang menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, termasuk para guru. Negara menjamin ketersediaan sandang, pangan, dan papan dengan harga sangat terjangkau.
Begitu juga dengan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan tersedia gratis. Kondisi ini menjadikan para guru dapat fokus dan optimal dalam menjalankan perannya mendidik generasi.
Sistem Islam juga memastikan guru memiliki kualitas yang sangat baik karena kualitas tersebut sangat menentukan corak peradaban Islam. Oleh karenanya, para guru dipersiapkan sebagai individu yang memiliki ketakwaaan yang tinggi, berakhlak mulia, memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni, disiplin, profesional, dan memiliki kemampuan mendidik. Negara pun akan menguji kelayakan guru dalam mendidik.
Negara juga memfasilitasi para guru untuk meningkatkan kualitasnya dengan berbagai fasilitas pendidikan, pelatihan, diskusi ilmiah, penelitian, buku, dan sarana prasarana penunjang lainnya secara gratis. Dengan demikian, kualitas guru bisa dipertanggungjawabkan.
Profil guru ini disampaikan Rasulullah saw. dalam sabdanya, “Jadilah pendidik yang penyantun, ahli fikih, dan ulama. Disebut pendidik apabila seseorang mendidik manusia dengan memberikan ilmu sedikit-sedikit yang lama-lama menjadi banyak.” (HR Bukhari). Wallahu’alam bishshawwab.[]
Oleh: Sri Mellia Marinda, S.Si
(Aktivis Muslimah)