TintaSiyasi.id -- Dilansir dari Kompas.com (18/10/2024), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menangkap basah dua kapal penghisap pasir laut (dredger) di perairan Pulau Batam, provinsi Kepulauan Riau. Selain berfungsi sebagai kapal hisap, dua kapal ini juga dipakai sebagai penampung (dumping). Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono menjelaskan, jika pneghisapan pasir selama 9 jam akan mendapat 10 ribu (meter kubik) Padahal Kapal tersebut satu bulan bisa 10 kali masuk. Maka sekitar 100.000 meter kubik pasir laut Indonesia telah dicuri.
Kejadian ini cukup menarik, apalagi situasi dalam negeri masih hangat akan polemik ekspor pasir laut. Setidaknya ada empat hal yang dapat disimpulkan.
Pertama, kasus keberhasilan pencurian pasir mengindiksikan adanya kelemahan negara dalam menjaga wilayah perbatasan. Negara seharusnya menyiapkan kekuatan untuk menjaga kekayaan miliknya terlebih di daerah ini. Sebab perbatasan adalah wilayah strategis yang harus dijaga, termasuk semua potensi yang ada di wilayah tersebut. Serangan di perbatasan bisa membuat kedaulatan terpelintir alias terancam.
Kedua, menjaga perbatasan merupakan hal yang tidak dapat lepas dari ideologi yang bercokol di negeri ini, yakni kapitalisme. Pada kenyataannya, negara yang tunduk di bawah ideologi kapitalisme seringkali tersandera kepentingan politik pihak tertentu.
Orientasi ideologi kapitalisme yang berasas materi memang bisa membuat negara kehilangan taring untuk melawan perusahaan atau negara lain yang lebih kuat. Di samping itu, keberadaan prinsip kebebasan kepemilikan dalam ekonomi kapitalisme membuat sumber daya alam milik rakyat bisa legal dikuasai oleh perusahaan. Sehingga tidak aneh jika kasus pencurian pasir terus berulang di daerah perbatasan.
Padahal esensi penjagaan perbatasan ini bukan sekedar untuk mencegah kerugian ekonomi semata. Melainkan karena berpotensi merusak ekologi dan membahayakan kedaulatan negara. Sebab perbatasan menjadi persoalan serius jika dikaitkan dengan negara lain. Apalagi jika seperti kasus ini, kehadiran kapal pengeruk pasir tidak diketahui.
Ketiga, sebenarnya perihal penjagaan perbatasan ini telah diatur dalam Islam. Ar-ribath, istilah dalam fiqih penjagaan wilayah perbatasan. Artinya menempatkan pasukan tentara Islam lengkap dengan senjata dan peralatan perang lainnya di daerah yang rawan. Daerah rawan yakni wilayah-wilayah perbatasan yang memungkinkan musuh menyelundup atau memungkinkan untuk menyerang kaum muslim dan negara.
Dalam kancah politik pertahanan Islam, menjaga perbatasan negeri sangatlah penting. Bahkan menjaganya termasuk amal besar yakni fardhu kifayah. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam TQS. Ali Imron ayat 200, “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
Menjaga wilayah perbatasan sama dengan menjaga kedaulatan negara. Apalagi jika ada sumber daya alam di sana. Dalam pandangan Islam, sumber daya alam termasuk harta kepemilikan umat yang haram dikuasai pihak tertentu ataupun dicuri.
Hanya saja perintah tersebut membutuhkan posisi negara yang kuat agar dapat menjaga sumber daya alam dengan baik dan memiliki nilai tawar di hadapan negara lain. Kerena itu dibutuhkan negara yang mengambil Islam sebagai ideologi dan menerapkan aturan Islam secara totalitas.
Menurut aturan Islam, di wilayah perbatasan harus ditempatkan para tentara terbaik dan dicukupi kebutuhannya untuk melakukan penjagaan. Negara pula yang memastikan stok persenjataan dan perlengkapan perang di wilayah perbatasan cukup, sehingga tidak akan ada baik individu kelompok ataupun negara lain yang berani bermain-main mengganggu wilayah kaum muslim. Negara juga akan mendirikan sarana dan prasarana yang memadai agar seluruh fungsi dan tugas para pasukan di perbatasan dapat berjalan dengan baik.
Di samping itu, negara tidak menutup peluang bagi rakyatnya untuk membantu negara dalam menjaga perbatasan. Ruang justru diberikan bagi mereka, sebab memang emang banyak hadis yang menjelaskan keutamaan dan pahala besar bagi orang yang menjaga daerah perbatasan.
Rasulullah SAW bersabda, “Menjaga perbatasan sehari semalam di jalan Allah SWT lebih baik dari puasa satu bulan dan malam-malamnya didirikan qiyamul lail. Jika ia mati ia akan mendapatkan pahala sesuai amalannya, mendapatkan rezeki di sisi Allah SWT dan aman dari fitnah dunia akhirat." (HR. Thabrani)
Diriwayatkan dari Abu Ammah, dari nabi SAW beliau bersabda, “Sesungguhnya salat seorang murabid setara dengan 500 salat. Mengeluarkan biaya satu Dinar dan satu Dirham untuk itu (ribath) lebih utama dari 700 Dinar yang ia nafkahkan untuk selain keperluan ribat." (HR. Baihaqi)
Keempat, negara yang mengadopsi Islam sebagai ideologi dalam menjaga wilayah perbatasan tentu lebih menjamin kekokohan kedaulatan daripada sistem kapitalisme yang dianut saat ini. Jika sistem Islam diterapkan di tengah umat, masalah pencurian pasir tidak akan terjadi berulang. Bahkan tidak sekedar itu, kesejahteraan masyarakat pun akan terjamin, sebab Allah menjanjikan rahmatan lil alamin ketika Islam diterapkan secara sempurna. Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Erin Azzahroh
(Aliansi Penulis Rindu Islam)