TintaSiyasi.id -- Pemerhati Masalah Sosial dan Politik Abdur Rouf menngatakan bahwa parpol dan nuga kepala daerah tersandera oleg deal-deal politik dengan cukong (oligarki/pengusaha) yang membiayai kampanye mereka.
"Memang perlu untuk dikaji, kenapa kemudian kepala daerah takut dengan parpol? Menarik untuk dipaparkan, parpol dan juga kepala daerah, terus terang dalam pengamatan saya tersandera oleh deal dengan cukong (oligarki/pengusaha) yang membiayai kampanye. Mereka tersandera dengan cukong," ungkapnya di kanal YouTube Dakwah Jateng, Selasa (26/11/2024), Antara Pelayanan dan Kepentingan.
Ia menjelaskan, cukong adalah satu pihak golongan atau kelompok yang berharap investasi lewat seorang calon yang menjadi kepala daerah yang akan memberikan timbal balik keuntungan dalam proses pengambilan kebijakan yang kondusif, memuluskan bisnisnya.
"Jadi yang mendominasi memang pengusaha. Penyandang dana perorangan, pengusaha atau bisnis selalu mendominasi di Pilkada-Pilkada sebelumnya. Tentu sebelum tahun 2024 ya, karena ini penelitian, beberapa persentasinya. Kalau untuk Pilkada 2015 pengusaha mendominasi 15 persen. Kalau untuk tahun 2017 pengusaha mendominasi 26 persen, dan naik terus dominasi pengusaha dalam memberikan support jalan kepada paslon sampai tahun 2023," ungkapnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan kesimpulan dari penelitian ini adalah para cukong mengharapkan balasan di kemudian hari. Harapan tersebut disampaikan secara jelas dalam bentuk lisan maupun tulisan untuk perjanjian dan sebagainya. Calon kepala daerah akan memenuhi harapan itu ketika memenangkan Pilkada.
"Jadi ada yang mungkin sedikit-sedikit nyrempet menyamakan program rakyat agar berkesesuaian dengan program yang menyokongnya. Kan enggak kelihatan, itu abu-abu gitu loh. Ini kayaknya pro rakyat tetapi pada dasarnya, ini memberikan support kemudian jalannya kondusif pada penguasaha yang sudah menyokongnya," ungkapnya.
Ia mengutip kajian Litbang Kementerian Dalam Negeri menyebutkan biaya politik untuk menjadi bupati atau walikota rata-rata 30 miliar, sedangkan untuk gubernur bisa mencapai 100 miliar. Dalam penelitian ini, Kemendag sendiri yang memberikan rilis angka seperti itu. Tentu kemudian hitung-hitungannya adalah apakah kemudian kembali modal dan lain-lain. Kemudian kompensasinya apa yang diminta pengusaha.
Ia memberikan contoh di Provinsi Bengkulu, seorang kepala dinas menyetorkan uang 200 juta Kepada Gubernur Bengkulu RM untuk tetap menjadi posisi kepala dinas.
"Saya tidak bisa menyimpulkan itu, tetapi dia tidak bermain sendiri, dia berani melakukan itu karena lingkungan secara umum kondusif untuk bermain dan lingkungan yang dia maksud adalah secara umum aparat ini dan itu. Menurut dia bisa dikondisikan. Dan ini saya yakin enggak terjadi di Bengkulu saja, ini hanya gunung es yang bisa jadi di provinsi lain juga kemudian ada, cuma belum terungkap jadi menarik untuk kita mengambil penelitian dan fakta ini sebagai bahan untuk introspeksi, sekaligus kritis terhadap proses-proses politik seperti ini," paparnya.
Melek Politik
Ia mengutip hadis riwayat Muslim: "Barang siapa yang bangun pagi tetapi dia tidak memikirkan kepentingan umat Islam maka dia bukan umatku (umat Nabi Muhammad saw).
Ia menjelaskan bahwa hadis ini oleh para mufasirin dimaknai bahwa seorang Muslim, tidak boleh cuek terhadap persoalan umat. Artinya peduli dia, harus memikirkan dia harus amar makruf nahi mungkar, dia harus mencari berpikir bagaimana kemudian agar kepedulian itu bisa dirasakan oleh lingkungan tempat di mana dia hidup. Seorang muslim sejak lahir harus peduli urusan umat, dalam hal ini harus peduli terhadap masalah politik.
"Masalahnya bagaimana caranya menunjukkan kepedulian terhadap urusan umat, yang jelas kepedulian harus diwujudkan dengan niat dan cara yang benar agar bernilai ibadah. Jadi enggak sekedar peduli menurut akal pikiran dia, tetapi kepedulian itu harus bernilai ibadah. Maka daripada itu penting niat dan caranya juga harus sesuai dengan apa yang Rasul contohkan kepada kita," pungkasnya. [] Alfia Purwanti