TintaSiyasi.id -- Pakar Ekonomi Syariah Dr. Arim Nasim, mengatakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) itu memang sebuah kebijakan zalim yang sangat merugikan rakyat.
"Saya mengambil kesimpulan bahwa BPJS itu memang sebuah kebijakan yang zalim, secara umum itu rakyat yang kemudian dirugikan," ungkapnya di kanal YouTube PAKTA Channel (Pusat Analisis Kebijakan Strategis), Rabu (20/11/2024). BPJS Defisit: Evaluasi 10 Tahun Pengelolaan Era Jokowi?
Ia menjelaskan kezaliman yang ada di BPJS. Pertama, BPJS ini adalah asuransi yang berkedok jaminan sosial. Bahkan ada kata-kata gotong royong padahal sebenarnya bukan gotong royong tetapi itu adalah premi yang dibayarkan oleh masyarakat. Jadi kalau dilihat lebih lanjut di undang-undang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) dan UU BPJS ternyata yang dimaksud dengan jaminan sosial itu adalah asuransi sosial.
Lebih lanjut, ia mengatakan jaminan sosial yang katanya adalah layanan jaminan sosial bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan tanpa batas, tetapi sekarang kenyataannya semua dibatasi, obatnya dibatasi, kemudian juga layanannya, dan yang lebih ngeri dari tenaga kesehatan jadi korban.
"Saya pernah dapat berita mendapat bayaran yang tidak layak. Sehingga saya akhirnya menelusuri dari fakta tersebut, ya kita lihat bahwa ternyata faktanya jaminan sosial yang kemudian di maksud itu adalah komoditas barang dagangan yang memperjualbelikan layanan kesehatan dengan sistem asuransi dan ini mengikuti apa yang kita lihat dari negara kapitalis Amerika Serikat ataupun Eropa," jelasnya.
Kedua, liberalisme dibidang kesehatan. Ia melihat, bahwa jaminan sosial yang di dalamnya sebenarnya asuransi itu adalah tidak lain ini adalah pelengkap bagi kapitalisme dalam pengelolaan layanan layanan publik. Jadi sebelumnya sudah ada ekonomi yang pertama kali digarap dan liberalisasi di bidang ekonomi. Kemudian sekarang di bidang pendidikan dan yang terakhir sebagai pelengkap dibidang kesehatan.
Ketiga, terjadinya pengalih tanggung jawab negara kepada individu atau rakyat melalui iuran asuransi sosial. Padahal sebenarnya negara lepas tanggung jawab. Jadi yang akan mendapatkan layanan kesehatan, mereka yang tercatat membayar iuran atau sekarang masih di toleransi dengan bayar langsung. Tetapi mungkin dengan pemaksaan ini semua harus register.
Padahal yang dibutuhkan oleh rakyat, lanjut Arim, bukan hanya terkait dengan kesehatan, bukan hanya saja jaminan hari tua. Tetapi yang dibutuhkan oleh rakyat itu adalah bagaimana bisa mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokoknya. Sandang pangan maupun papan, tanpa ada kesulitan yang berarti.
Ia menjelaskan bahwa sebenarnya jika pemerintah punya kepedulian terhadap rakyat, itu bisa menggratiskan atau memberikan subsidi semurah-murahnya sehingga layanan kesehatan murah asalkan masalah skala prioritas. Tetapi ini yang tidak pernah dilakukan, pemerintah lebih berpihak kepada kepentingan para kapitalis tetapi ke rakyat zalimnya luar biasa.
"Bunga utang, kita lihat sampai 497 triliun. Kalau misalnya 200 triliun aja itu tidak dibayar, minta keringanan dari kapitalis, alihkan itu untuk pembiayaan kesehatan maka sebenarnya enggak masalah. Rakyat itu akan senang. Cuman masalahnya tadi, saya melihat ini kaitannya dengan political will (kebijakan politik). Karena memang para pemimpin yang dipilih itu adalah wakil dari para kapitalis akhirnya rakyat terus yang selalu dikorbankan," ungkapnya.
Dia menduga walau mungkin nanti ada dua kemungkinan ketika heboh defisit BPJS ini, kalau tidak menambah iuran maka aka menarik iuran premi. Itu menjadi justifikasi untuk menambah lagi utang luar negeri atau untuk menaikkan pajak. Pada akhirnya lagi-lagi rakyat yang kemudian akan terzalimi.[] Alfia Purwanti