TintaSiyasi.id -- Terkait munculnya Qween Fatimah dengan albumnya Party at The Moesque, Pengamat Sosial Rizqi Awal menjelaskan bahwa para orentalis dan sekuleris liberalis berusaha melecehkan Islam dengan teknologinya.
“Tidak mungkin seorang Muslim taat atau dia mengaku Muslim berani melecehkan Islam sebagaimana yang terlihat hari ini. Artinya mereka para orientalis dan orang-orang sekuleris liberalis yang berusaha untuk menghancurkan Islam itu menggunakan teknologinya untuk bisa melecehkan kaum Muslim dan Islam sendiri,” katanya di kanal YouTube Khilafah News dengan tema Party at The Mosque Qween Fatima Hina Islam?, Selasa (12/11/2024).
Pertama, terkait dengan album yang dilahirkan oleh Qween Fatima. "Jadi setelah di cari dari berbagai sumber, data Qween Fatima ini sendiri ada sosok karakter yang nampak asli, tapi sebenarnya adalah hasil dari AI, artinya bukan orang sungguhan," bongkarnya.
“Nah, kalau disebut karyanya Qween Fatimah, artinya ada orang yang melakukan rekayasa atau tim yang melakukan rekayasa untuk menghadirkan sosok yang dikira kebetulan ke publik, kemudian merilis sejumlah lagu dalam merilis album yang ada 12 lagu di dalamnya. Salah satunya itu She is Allah sama Who is Allah,” terangnya.
Ia mengatakan, yang itu kontroversi sekali dan tersebar di berbagai platform sosial media dan juga radio yang bisa didengarkan di berbagai ranah.
“Kedua, beberapa kali ada upaya yang dari orang-orang orientalis dan juga orang-orang misionaris serta sekuler untuk bisa mengadu domba kaum Muslim dan berupaya untuk bisa menurunkan bentuk kepercayaan masyarakat itu kepada kaum Muslim yang lain atau dunia kepada Islam itu sendiri,” imbuhnya.
Ketiga, kalau dilihat dari sosoknya dari albumnya sendiri, tidak akan normal ketika sebuah album itu menampakkan Qween Fatimahnya itu dengan model begitu. "Kalau dilihat, dia setengah menggunakan kerudung tapi pakaiannya terbuka setengah," ujarnya.
Olok-Olok
Rizqi menegaskan, tidak ada yang bisa memberikan hukuman maksimal kepada perusak Islam saat ini. "Karena undang-undang dan aturan yang berlaku di dunia ini bukan merujuk kepada syariat, dan nation state itu yang membuat seseorang itu aman dari jangkauan hukuman," jelasnya.
“Misalnya, ketika dia pindah di suatu negara maka hukum itu tidak akan beraku untuknya, hukum di negara asalnya. Ketika ada orang yang menggunakan karakter AI Qween Fatimah ini untuk menjelek-jelekkan kaum Muslim. Artinya, kalau kita mau serius, maka tentu gampang untuk bisa mencari siapa yang meng-upload-nya, dari mana IP-nya, dan segala macam,” bebernya.
Ia menambahkan, dalam perkara begini akan muncul terus menerus, karena tidak ada hukum yang tegas bagi penghina ajaran Islam. "Itu yang terlihat dan nampak, sehingga wajar kalau di kemudian hari akan muncul Qween-Qween Fatimah yang lain akan melecehkan, menghina, dan menghancurkan martabat kaum Muslim dan ajaran Islam itu sendiri," terangnya.
Ia kemudian membandingkan, sebagaimana judi online, kalau pemerintah mau berniat, gampang saja untuk bisa memblokir seketika itu. "Tapi ini kan terkait dengan opini, terkait dengan cuan, terkait dengan kapitalis, terkait dengan ketika ranah hak kasasi manusia yang terlampau lebar, tanpa ada pengaturan yang detail. Maka tidak bisa hari ini perkara-perkara kebebasan ekspresi tidak ada pembatasan, apa yang membatasi seorang untuk bebas ekspresi," urainya.
“Sementara kalau ada tuntunan syariat Islam yang ada maka batasan itu akan sangat jelas. Nah, ketika tidak ada batasan itu orang ramai-ramai menghujat agama, termasuk salah satunya menghujat agama Islam dengan berbagai cara dan teknik, salah satunya dengan menggunakan musik ini. Gitu, ya,” jelasnya.
"Di tengah kontroversi itu, kemungkinan akan ada jalur-jalur atau di kemudian hari penghinaan-penghinaan yang akan lebih parah dan itu akan dibiarkan begitu saja. Karena menurutnya ketidaktegasan, ketidakadilan demokrasi sekularisme pada hari ini kepada Islam dan penganutnya itu," tandasnya.
Regulasi Islam
Rizqi menerangkan, pada dasarnya kegiatan seni itu adalah mubah, artinya ketika dia tidak bertentangan dengan syariat maka dia boleh. Tapi ketika dia bertentangan dengan syariat maka harus diberhentikan pelakunya, diminta mohon ampun, bertobat itu yang perlu dilakukan.
“Nah, kalau yang saat ini tidak ada pembatasan demikian, sehingga wajar kalau kita lihat akan akan banyak penghinaan-penghinaan kembali, gitu. Tapi kalau diatur oleh Islam, selama seni ini kan perkara perkara cabang yang setiap orang berbeda, boleh ada yang mengharamkan, ada yang memakruhkan, ada yang memubahkan,” terangnya.
Lalu ia mengingatkan, ketika selama perkara musik punya aturan jelas, misalnya tidak boleh menghina ajaran Islam, tidak boleh menghina yang disyariatkan oleh Allah, yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya, dan tidak membolehkan apa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-nya, maka sah-sah saja. Silakan asal tidak menyeru kepada kemaksiatan, asal tidak menyeruh kepada kesyirikan, asal tidak menyalahi ajaran Islam, maka lagu-lagu itu diperbolehkan.
“Seni di dalam Islam itu diperbolehkan selama dikontrol dengan aturan syariah. Nah, sekarang kan tidak ada yang bisa, tidak ada yang mengontrol, sehingga orang dengan bebasnya akan melecehkan menghina dan mengaburkan Islam itu sendiri,” pungkasnya.[] Sri Nova Sagita