TintaSiyasi.id -- Mubaligah Ustazah Rif’ah Kholidah menyampaikan bahwa orang yang tidak bekerja atau pengangguran telah jatuh martabatnya di hadapan Rasulullah saw.
“Orang yang tidak bekerja atau pengangguran telah jatuh martabatnya di hadapan Rasulullah saw.,” sebutnya di YouTube Supremacy dengan tema Bolehkah Suami Malas Bekerja?|Kata Kita, Senin (11/11/2024).
Mubaligah tersebut mengambil riwayat dari Ibnu Abbas tentang hadis Rasulullah saw. yang artinya Apabila Rasulullah saw. melihat seorang kemudian merasa takjub, maka beliau bertanya, "Apakah ia bekerja?" Jika orang-orang itu menjawab tidak, maka laki-laki itu hina di mata beliau.
Para sahabat kemudian bertanya, bagaimana kalau seperti itu ya Rasulullah? Rasulullah menjawab, jika seorang mukmin tidak bekerja, maka ia akan hidup dengan mengandalkan utangnya.
“Hadis ini merupakan sindiran yang sangat keras kepada orang-orang yang malas bekerja, atau mungkin untuk melaksanakan kegiatan yang produktif,” tegasnya.
Karena, lanjutnya, orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan akan menggantungkan hidupnya kepada orang lain atau kepada utang. Meskipun seorang Muslim boleh berutang kepada orang lain, akan tetapi ketika ia mengandalkan hidupnya dari utang, maka martabatnya akan direndahkan oleh orang lain.
“Bekerja untuk mencari nafkah yang halal bagi seorang laki-laki adalah merupakan salah satu bentuk ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.,“ urainya.
Lalu ia mengatakan, di samping bekerja itu merupakan perwujudan hubungan ta'awuniyah atau hubungan tolong-menolong sesama Muslim. Sebab, ketika seorang bekerja tentu akan bersinggungan dengan kepentingan orang lain.
“Rasulullah saw. telah menjelaskan keutamaan bekerja bagi seorang laki-laki, di antaranya bahwa bekerja akan bisa menutupi dosa-dosa yang tidak bisa ditutupi oleh ibadah salat maupun puasa,” tambahnya.
Kemudian ia mengutip sabda Rasulullah saw. yang artinya di antara dosa-dosa ada dosa yang tidak bisa ditutupi dengan puasa dan salat. Para sahabat bertanya lantas apa yang bisa menutupnya Ya Rasulullah? Rasulullah menjawab, "Keseriusan dalam mencari rezeki."
"Hadis ini merupakan dorongan bagi laki-laki untuk sungguh-sungguh dalam bekerja mencari rezeki dalam rangka memberikan nafkah kepada keluarganya,” bebernya.
Lalu ia jabarkan, kesungguhan dalam bekerja untuk mencari nafkah, yang merupakan wasilah untuk menutupi dosanya yang tidak bisa ditutupi dengan ibadah yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa bekerja mencari nafkah dengan sungguh-sungguh memiliki keutamaan di hadapan Allah Swt.
“Maka keberadaan para laki-laki atau para suami yang malas bekerja, tidaklah cukup diselesaikan secara individu, tetapi negara harus hadir dan berperan untuk menyelesaikannya dengan cara memberikan edukasi dan lapangan pekerjaan,” tanggapnya.
Ia mengangkat sebuah kisah, suatu hari ada seorang laki-laki dari kaum ansar mendatangi kediaman baginda Rasulullah saw. "Ia datang dengan pakaian compang-camping, dan wajahnya yang pucat, langsung ia yang masuk menghadap Rasulullah saw. Seusai mengucap salam, pengemis itu meminta sesuatu kepada Rasulullah saw., yang pada saat itu sebagai kepala negara. Beliau menyerahkan dua dirham, dan diberikan nasihat kepada pengemis, ‘Belilah satu dirham ini makanan dan serahkanlah kepada keluargamu, dan belilah satu dirham ini kapak dan gunakan kapak tersebut untuk menebang kayu, dan juallah.’ ujarnya.
Kemudian selama 15 hari sang pengemis itu melakukan pekerjaan mencari kayu bakar dan menjualnya ke pasar. Kemudian pengemis itu menghadap Rasulullah dan membawanya 10 dirham dari hasil penjualan kayu bakar itu.
“Inilah gambaran bagaimana peran negara khilafah dalam menyelesaikan problem laki-laki yang malas bekerja, sehingga para laki-laki itu mampu menjalankan perannya untuk mencari nafkah dengan sebaik-baiknya,” pungkasnya.[] Titin Hanggasari