Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Omong Kosong Keadilan, Selama Manusia yang Membuat Hukum

Kamis, 14 November 2024 | 17:43 WIB Last Updated 2024-11-14T10:43:29Z

Tintasiyasi.id.com -- Gregorius Ronald Tannur adalah tersangka kasus penganiayaan yang menewaskan kekasihnya Dini Sera Afrianti pada 2023. Korban dianiaya hingga meninggal saat bertengkar, dengan menendang kaki kanan hingga korban terjatuh sampai posisi duduk.

Lalu, Ronald memukul kepala korban dengan menggunakan botol minuman keras, bahkan melindas korban menggunakan mobil. Ronald sempat membawa Dini ke rumah sakit National Hospital Surabaya, tetapi nyawanya tak tertolong.

Ronald divonis bebas dalam persidangan di PN Surabaya pada Rabu (24/7/2024). Hakim Erintuah Damanik menyatakan bahwa Ronald tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan tersebut. Keputusan tersebut menghebohkan publik dan keluarga korban. 

Kejaksaan Agung melalui Tim Penyelidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) lalu memulai penyelidikan karena dianggap ada kejanggalan. Proses ini berujung penangkapan tiga hakim PN Surabaya yang menerima suap dan pengacara Ronald Lisa Rahmat sebagai tersangka pemberi suap dan gratifikasi senilai Rp.3,5 milliar. Bahkan keluarga Ronald bisa memilih hakimnya.(kompas.com, 5/11/2024)

Memang, keadilan sistem hukum di Indonesia masih diragukan publik. Pasalnya, keputusan pengadilan pada sebagian kasus kriminal di negeri ini hanya menguntungkan satu pihak saja dan menzalimi pihak lain. Bagi sistem pemerintahan demokrasi, keadilan faktanya bisa sesuai pesanan tergantung siapa pemilik modal dan pemegang kebijakan. Ini karena mereka hanya mengandalkan akal dan melihat kepentingan materi dalam mengambil keputusan, bukan berdasarkan keimanan.

Alhasil, publik sering menyaksikan, berbagai kasus kriminalitas yang terjadi di negeri ini yang tidak mendapatkan sanksi tegas dari pengadilan. Hal tersebut telah mengoyak nurani keadilan masyarakat sekaligus menggambarkan sistem hukum yang jauh dari keadilan dan tidak memberikan efek jera. Bahkan, hukum dikatakan tajam ke bawah, tumpul ke atas. 

Jika sebuah kasus kejahatan menimpa kalangan elite, hukum terasa sulit ditegakkan, seperti menegakkan benang basah. Sebaliknya, hukum begitu tegas ketika pelakunya diindikasi dari kalangan rakyat jelata. Beginilah parodi dalam sistem peradilan di bawah sistem sekuler.

Sistem hukum demikian terwujud karena praktik sanksi yang mengatur negeri ini. Keputusan hakim sangat nyata menghasilkan ketimpangan hukum secara mendalam, bukan sekali dua kali para pejabat, korporat dan kawanannya mudah terbebas dari jerat hukum dengan mengutak-atik pasal-pasal yang digunakan sebagai hukum positif saat ini.

Bahkan praktik suap menyuap di pengadilan sudah menjadi rahasia umum, hingga muncul slogan hukum di negeri ini, "Keuangan yang maha kuasa," bukan "Ketuhanan yang maha kuasa," alias hukum bisa dibeli. Terbukti pada kasus Ronald, tuntutan yang awalnya duabelas tahun bisa berakhir vonis bebas di pengadilan. Bahkan keluarga Ronald bisa memilih hakimnya.

Dilansir dari suara.com, (6/11/2024) Mahfud MD menyinggung penegakan hukum di Indonesia yang mengecewakan. Menurutnya, hal tersebut disebabkan banyaknya praktek jual beli kasus dan vonis oleh mafia hukum. Ini menjadi bukti lemahnya sistem hukum di bawah politik demokrasi.

Hukum dalam sistem demokrasi memang sangat mudah untuk melindungi pihak-pihak yang memiliki previlege. Sebab, asas yang membangun hukum demokrasi itu sendiri adalah ide sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.

Oleh karena itu, aturan dalam sistem demokrasi termasuk penerapan sanksinya bersumber dari buatan akal manusia. Wajar, syarat dengan kezaliman. Sebab, manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas, sering terjebak pada konflik kepentingan dan senantiasa menuruti hawa nafsunya.

Sistem hukum dalam politik demokrasi bahkan juga membuka celah terjadinya kejahatan. Dengan demikian, selama manusia masih hidup dalam aturan sekulerisme demokrasi dan dibiarkan bebas membuat aturan sesuai hawa nafsunya, maka keadilan hanyalah omong kosong belaka.

Hanya Islam yang Mampu Memberi Rasa Keadilan

Sungguh berbeda dengan sistem Islam Islam menegakkan keadilan dengan berpedoman pada aturan Allah Swt. Keadilan adalah salah satu bentuk dari kemuliaan dalam sebuah peradaban. Hal tersebut pernah terjadi dan dibuktikan dalam sistem sanksi Islam yang diterapkan secara praktis oleh negara yang bernama Daulah Khilafah.

Islam mengharamkan pembunuhan tanpa alasan. Nilainya jauh lebih besar daripada kehancuran dunia beserta seisinya. Rasulullah Saw. bersabda;

 “Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang muslim.” (HR An-Nasa’i)

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kalian (melakukan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan perempuan dengan perempuan. …” 
(QS Al-Baqarah: 178)

Qishas merupakan hukuman yang Allah Swt tetapkan untuk orang-orang yang membunuh tanpa sebab syar’i. Namun, apabila keluarga korban memaafkan, maka pelaku harus membayar _diat_ (denda) sebesar 100 ekor unta, 40 di antaranya sedang bunting.

Hukuman tersebut akan memberikan rasa adil bagi keluarga korban. Selain itu, hukuman bagi pelaku akan menjadi jawabir (penebus dosa) sehingga ia tidak akan diadili di akhirat kelak dan akan memberikan efek zawajir (efek jera) yang mampu membuat orang untuk berpikir ribuan kali ketika akan melakukan kejahatan yang sama.

Kunci utama keberhasilan tersebut adalah karena hukum yang diterapkan adalah hukum Allah Swt yang akan memberikan keadilan dan tidak akan bisa diintervensi oleh siapapun.

اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ

"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"
(QS. Al-Maidah: 50)

Syekh Wahbah Al-Zuhaili dalam tafsirnya At-Tafsir Al-Munir bab 6 halaman 224 menerangkan ayat ini bermakna bahwa tidak ada seorangpun yang lebih adil daripada Allah Swt juga tidak ada satu hukum pun yang lebih baik daripada hukumNya.

Maka dalam khilafah pelaksanaan hukuman bagi pelaku kejahatan merujuk pada Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Kejahatan atau jarimah dalam Islam adalah segala hal yang melanggar syariat Allah Swt., meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang haram.

Upaya pencegahan terjadinya kriminalitas juga akan terus dilakukan khilafah melalui penerapan sistem Islam kaffah dan hadirnya penegak hukum yang amanah dan bertakwa pada Allah Swt. Akhirnya, hanya khilafah yang mampu menghadirkan rasa adil bagi umat manusia.[]

Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)


Opini

×
Berita Terbaru Update