TintaSiyasi.id -- Sejak tahun 1942 Muslim Rohingya telah menjadi objek penyiksaan dan pengusiran yang di lakukan oleh kaum budhanisasi di wilayah Rakhine (Arakan) Myanmar barat yang berbatasan langsung dengan Bangladesh. Ini semua terjadi akibat warga Muslim ronghiya menjadi minoritas di wilayah tersebut.
Muslim Rohingya mengalami ketertindasan akibat tidak di akuai keberadaanya oleh pemerintah Myanmar sehingga mengalami diskrimanasi sejak tahun 1982. Sehingga sudah berulang kali etnis Rohingya mengalami operasi militer pemusnahan etnis atau genosida yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar dan kaum Buddha radikal yang di pimpin oleh Biksu Ashin Wiratu. Mereka di buruh untuk dibunuh, dipenjara, disiksa, dan wanitanya banyak yang diperkosa sampai mati. Inilah sebab orang-orang Rohingya memutuskan untuk meninggalakan tempat tinggalnya dan berlayar di lautan lepas demi mencari negara yang mau menerima mereka dan memberikan tempat tinggal.
Sebanyak 146 pengungsi Rohingya terdampar di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (kompas.com, 24/10/2024).
Tidak kalah mengenaskannya kondisi Muslim Rohingya jika dibandingkan dengan kondisi muslim di Gaza. Namun berita dan fakta Muslim Rohingya tenggelam oleh pemberitaan gaza dan hiruk pikuk pemerintahan yang baru dilantik. Menurut salah satu dari pengungsi mengatakan bahwa jumlah pengungsi Rohingya yang terdampar di Deli Serdang mencapai 146 orang. Setelah terkatung-katung lebih kurang 17 hari di lautan lepas akhirnya mereka dibolehkan mendarat meski sempat ditolak oleh warga sekitar karena berbagai alasan dan opini yang tidak terbukti kebenarannya.
Umat Islam di seluruh dunia khususnya diwilayah kecamatan pantai labu Deli Serdang harus diingatkan kembali bahwa persoalan yang menimpah muslim Rohingya adalah juga persoalan umat Islam di seluruh dunia berdasarakan aqidah karena rasulallah mengibaratkan umat Islam seperti satu tubuh di mana jika sakit salah satu anggota tubuh maka akan di rasakan pula oleh anggota tubuh yang lainnya. Sehingga umat Islam dimanapun berada harus saling peduli dan berupaya untuk menyelamatkan mereka yang terzalimi termasuk itu Muslim Rohingya. Dan ini adalah wajib hukumnya bagi sesama Muslim.
Namun dalam sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini tidak mungkin mampu memberi solusi dan harapan terhadap masalah Muslim Rohingya dan muslim-muslim di wilayah konflik lainnya karena para penguasa saat ini adalah orang-orang kafir yang tidak pernah senang dengan orang-orang Muslim di manapun mereka berada sehingga mereka menzalimi, mendiskriminasi dan menjajah negeri-negeri islam, namun itu semua tidak disadari oleh para penguasa Muslim. Malahan para penguasa muslim dan ulama su’ bergandengan tangan dengan para penjajah tersebut.
Meskipun sudah ada undang-undang konvensi tentang penanganan pengungsi yang diatur dalam Peraturan Presiden (perpres) No 125 Tahun 2016 dengan melibatkan United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) namun jika dana tidak cair tidak akan mampu menyelesaikan problem pengusian tersebut. Dalam sistem kapitalisme semua harus ada dana yang cair baru diselesaikan alias ujung-njungnya duit. Seharusnya sebagai saudara sesama Muslim kita mesti memberikan pertolongan berdasarakan asas akidah Islam.
Masalah Muslim Rohingya dan Muslim lainnya yang wilyahnya sedang di jajah membutuhkan solusi yang menyelesaikan dan menyeluruh. Untuk itu di butuhkan kekuatan militer yang bersumber dari campur tangan peran negara. Sebab kebenaran tanpa di topang kekuasan akan hancur sementara kezaliman jika di topang dengan kekuasaan akan berkuasa dan menguasai, inilah yang di sebut dengan kebatilan. Maka dari itu solusi sesungguhnya adalah bersumber dari negara yang tidak berpegang pada prinsip-prinsip nasionalisme sehingga mampu menyelamatkan mereka negeri-negeri yang terjajah dari cengkraman imperialisme kafir penjajah barat. Negara itu adalah Khilafah Islamiah yang mampu mewujudkan Islam Rahmatan lil’alamin. Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Alia Nurhasanah
Aktivis Muslimah