TintaSiyasi.id -- Keberadaan situs judi online (judol) di Indonesia ternyata tak lepas dari perlindungan yang diberikan oleh pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah menangkap 14 pelaku dengan perincian 11 adalah pegawai Kementerian Komdigi dan tiga merupakan warga sipil.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan, pegawai Kementerian Komdigi yang terlibat diduga melakukan penyalahgunaan wewenang. 1.000 dari 5.000 situs judi online yang harusnya diblokir malah 'dibina'. Pelaku sudah mengenal pengelola situs judol, mereka tidak blokir dan pelaku menyewa, mencari lokasi sendiri sebagai kantor satelit yang mematok harga Rp 8,5 juta terhadap situs-situs agar terhindar dari pemblokiran.(tribbunnews.com, 2/11/2024)
Sungguh miris, oknum Kementerian Komdigi yang seharusnya membinasakan situs judol justru membina dengan pertimbangan manfaat pemasukan materi senilai Rp.8,5 miliar setiap bulan untuk sang oknum dan kelompoknya sendiri tanpa memperdulikan efek kerusakan dan kesengsaraan rakyat akibat judol, apakah itu kerugian finansial (ekonomi), gangguan mental (psikis), kecanduan judi, naiknya angka kriminalitas, hingga hilangnya nyawa manusia.
Parahnya lagi, yang dianggap pelaku kriminal dalam sistem kapitalis hanya para bandar, sedangkan pelaku judi online dianggap sebagai korban. Maka tak heran dulu pernah muncul kebijakan memberikan Bansos bagi pelaku judi online yang kalah dalam permainan judi dan terlilit utang.
Pemberantasan judi online di negeri ini tidak lepas dari paradigma kapitalisme sekularisme yang menjadi asas bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan. Kebijakan pemberantasan judi online tidak pernah menyentuh akar persoalan sebagaimana penyakit yang diobati hanya gejalanya saja, namun tidak pernah memberantas sumber penyakitnya itu sendiri. Sebagai contoh kebijakan menutup situs-situs judi online sementara pemerintah tidak memiliki sistem digital yang berdaulat. Ditambah lagi adanya para oknum pejabat yang lemah iman. Mereka diberi amanah untuk memblokir, tapi justru membina seribu situs judol karena iming-iming rupiah yang jumlahnya fantastis, yaitu total Rp 8,5 miliar per bulan.
Semua itu wajar terjadi, karena mereka dibesarkan dalam negara yang berpandangan hidup sekulerisme kapitalisme dari Barat terutama paham utilitarianisme dan hedonisme. Kedua paham ini berpangkal pada dasar ideologi Barat, yaitu sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga segala perbuatan yang mereka lakukan hanya mengedepankan hawa nafsu tanpa memperdulikan halal dan haram ataupun adanya hari pertanggungjawaban diakhirat kelak.
Utilitarianisme adalah paham yang memandang baik buruknya suatu perbuatan diukur berdasarkan manfaat yang dihasilkan dari suatu perbuatan. Judi pun dianggap baik saat mampu memberikan manfaat ekonomi.
Sedangkan hedonisme adalah paham yang menganggap bahwa kebahagiaan manusia itu didapatkan dengan memenuhi kesenangan atau kepuasan secara pribadi, khususnya kesenangan yang bersifat jasadiyah atau fisik, seperti kepuasan seksual, kepuasan harta, kepuasan jabatan dan sebagainya.
Lantaran berakarnya pemahaman kapitalisme ini pada pemahaman umum di tengah masyarakat, maka segala upaya pemerintah untuk memberantas judi online, seperti kebijakan pembentukan satuan tugas pemberantasan perjudian daring, penyuluhan tentang larangan judi online pada calon pasangan pengantin, hingga upaya melibatkan kaum agamawan, tokoh masyarakat, hingga ormas Islam tidak akan mampu memberantas judi online di negeri ini.
Islam Menyelesaikan kasus Judi Online
Judi online maupun offline, judi legal maupun ilegal adalah aktivitas yang diharamkan Islam secara mutlak. Sebab ada unsur permainan, taruhan dan pihak yang menang mengambil apa yang dipertaruhkan dari yang kalah.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah ayat 90-91).
Segala keharaman dalam Islam dikategorikan sebagai kejahatan sehingga harus diberi sanksi syariat, tak peduli keharaman tersebut membawa manfaat atau tidak. Oleh karena itu, hanya negara yang berparadigma Islam yang mampu menyelesaikan persoalan ini negara tersebut adalah Khilafah Islamiah.
Khilafah akan melakukan pencegahan (preventif) dan penegakan hukum (kuratif) dengan tegas.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.
Pertama, menerapkan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang berlandaskan akidah Islam yang memiliki visi yang jelas, yaitu mencetak generasi yang berkepribadian Islami, pola sikap dan pola pikirnya sesuai dengan Islam.
Sistem pendidikan Islam mampu menancapkan keimanan yang kukuh pada diri setiap individu dan masyarakat. Dengan akidah yang lurus, mereka akan senantiasa mengaitkan agama dengan kehidupan dalam segala bidang. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang bertakwa.
Takwa adalah terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, merasa diawasi Allah Swt. sehingga mampu menjadi pengontrol efektif bagi individu masyarakat agar tidak terjerumus pada kejahatan judi online.
Itu artinya, negara berperan penting dalam upaya mencegah berbagai pemikiran yang merusak akidah Islam, seperti sekularisme, utilitarianisme, hedonisme dan berbagai bentuk moderasi beragama di masyarakat.
Kedua, menerapkan sistem ekonomi Islam. Dengan mekanisme ini, negara akan menjamin kesejahteraan rakyat dengan kebijakan penyelenggaraan kebutuhan pokok bersifat publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang berkualitas dan gratis. Memudahkan rakyat mengakses kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Ketiga, memberdayakan pakar informasi dan teknologi (ITE) dengan memberikan gaji tinggi serta berbagai fasilitas yang dibutuhkan demi menghentikan kejahatan cyber crime di dunia digital.
Keempat, penegakan hukum yang tegas bagi pelaku kejahatan. Khalifah akan memimpin secara langsung pemberantasan segala kemaksiatan dan kejahatan apapun bentuknya termasuk judi.
Dalam kitab Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an oleh Imam Al-Qurthubi dijelaskan bahwa alasan Allah Swt. menurunkan keharaman judi dan meminum khamar secara bersamaan adalah karena keduanya memiliki keserupaan. Tindak pidana perjudian di dalam hukum Islam disertakan dengan sanksi khamar, sanksinya berupa 40 kali cambuk, bahkan ada yang berpendapat sampai 80 kali cambuk.
Khalifah akan membentuk sistem hukum Islam yang kokoh dengan mengokohkan tiga unsur yang ada dalam suatu sistem hukum,
Pertama, menerapkan syariah Islam sebagai substansi hukumnya termasuk sanksi pidana syariah.
Kedua, membentuk struktur APH atau Aparat Penegak Hukum syariah, seperti mengangkat para hakim syariah (qadhi), polisi (syurthoh), tentara (Al-Jaisy) dan aparat penegak hukum lainnya.
Ketiga, membentuk culture of law atau budaya hukum yang kuat di masyarakat dengan menumbuhkan budaya amar makruf nahi mungkar di masyarakat.
Sistem hukum Islam tersebut dengan penegakan hukum yang disertai dakwah fikriyah, diantaranya melalui sistem pendidikan Islam formal, media massa, sosial media dan sebagainya yang dilakukan kepada masyarakat akan mampu memberantas judi tidak hanya gejala penyakitnya, tetapi juga sumber penyakitnya yang terdalam.
Jadi, sistem hukum Islam tidak hanya menindak tegas para pemain dan bandar judi online dengan menangkap dan menyeret mereka ke pengadilan syariah serta memberi sanksi pidana syariah yang tegas dan terukur bagi mereka, tetapi juga akan memberantas paham-paham pendukung judi tersebut hingga ke akar-akarnya, yaitu memberantas paham-paham yang merusal dari Barat, seperti sekularisme dan utilitarianisme.
Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis