TintaSiyasi.id-- Syekh Abdul Qadir al-Jailani, seorang tokoh sufi besar yang lahir pada abad ke-11, banyak mengajarkan tentang pentingnya kejernihan pikiran dan hati dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dalam karya-karyanya seperti Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq dan Futuh al-Ghaib, ia menekankan bahwa kejernihan pikiran dan hati adalah kunci utama dalam perjalanan spiritual. Kejernihan ini merupakan kondisi di mana seseorang mampu mengendalikan hawa nafsu, melawan ego, dan mengarahkan hidup sepenuhnya kepada Allah.
Berikut adalah beberapa ajaran utama Syekh Abdul Qadir al-Jailani tentang menjernihkan pikiran dan hati:
1. Mengendalikan Hawa Nafsu
Menurut Syekh Abdul Qadir, hawa nafsu atau ego adalah penghalang terbesar dalam perjalanan spiritual. Seseorang yang dikuasai oleh hawa nafsunya akan sulit meraih kejernihan hati karena hawa nafsu cenderung membawa manusia pada keinginan duniawi yang berlebihan, seperti ambisi, keserakahan, dan kesombongan. Ia menasihatkan agar seseorang selalu waspada terhadap nafsunya dan senantiasa mengendalikannya melalui ibadah, zikir, dan tafakur.
“Jangan biarkan nafsumu menguasai hatimu; latihlah ia agar tunduk kepada Allah,” begitu kira-kira nasehat beliau.
2. Tawakkal dan Kepasrahan Kepada Allah
Kejernihan hati juga dapat dicapai dengan tawakkal, yaitu sikap pasrah dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Syekh Abdul Qadir menekankan bahwa tawakkal adalah bentuk kepercayaan penuh kepada Allah, bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas kehendak-Nya. Dengan memiliki tawakkal yang kuat, seseorang dapat melepaskan beban pikiran dan kegelisahan hati, sehingga mencapai ketenangan batin.
“Ketahuilah bahwa tiada yang terjadi di dunia ini tanpa kehendak-Nya. Bersandarlah kepada-Nya, niscaya kau temukan kedamaian.”
3. Membersihkan Hati dari Sifat-Sifat Tercela
Dalam pandangan Syekh Abdul Qadir, hati yang bersih adalah hati yang bebas dari sifat-sifat tercela seperti iri hati, dengki, sombong, dan kebencian. Ia mengajarkan bahwa sifat-sifat tersebut adalah kotoran batin yang menutupi kejernihan hati. Untuk membersihkan hati, ia menganjurkan muhasabah atau introspeksi diri secara rutin dan memperbanyak istighfar untuk memohon ampunan Allah atas segala kesalahan yang telah diperbuat.
“Hati ibarat cermin yang harus dibersihkan setiap saat dari debu dosa dan noda kedengkian,” ujar beliau.
4. Memperbanyak Zikir dan Ibadah
Zikir atau mengingat Allah adalah salah satu metode utama yang diajarkan oleh Syekh Abdul Qadir untuk menjernihkan hati dan pikiran. Dengan berzikir, seseorang akan merasakan kehadiran Allah dalam hidupnya, yang pada akhirnya membawa kedamaian dan ketenangan batin. Selain itu, memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah juga dapat membantu menghilangkan gangguan pikiran dan menenangkan hati.
“Zikir adalah cahaya yang mengusir kegelapan dari hati,” tegas beliau. Dengan zikir, hati menjadi tenang dan pikiran menjadi jernih.
5. Menghindari Duniawi yang Berlebihan
Syekh Abdul Qadir juga menasihatkan agar seorang Muslim tidak terjerat oleh kecintaan terhadap dunia. Baginya, cinta dunia yang berlebihan adalah penghalang kejernihan hati, karena hati yang dipenuhi dengan cinta dunia tidak akan mampu fokus pada Allah. Ia menganjurkan zuhud, yaitu sikap tidak terikat pada dunia dan mengambil secukupnya saja untuk kebutuhan hidup.
“Jangan jadikan dunia sebagai tujuan hidupmu, karena dunia hanyalah alat untuk mencapai akhirat,” katanya. Zuhud terhadap dunia adalah jalan menuju kejernihan batin.
6. Memaafkan dan Bersabar
Memaafkan kesalahan orang lain dan memiliki kesabaran adalah kunci utama untuk menjaga kejernihan hati. Syekh Abdul Qadir mengajarkan bahwa seorang yang memiliki hati jernih adalah orang yang tidak mudah marah atau tersinggung, dan senantiasa mampu memaafkan orang lain. Kesabaran dalam menghadapi cobaan dan kemampuan untuk memaafkan adalah wujud dari ketundukan kepada kehendak Allah dan salah satu ciri hati yang bersih.
“Sabar dan maafkanlah mereka yang menyakitimu. Dengan begitu, hatimu akan tetap tenang dan pikiranmu tetap jernih,” ujar beliau.
7. Menyadari Kehadiran Allah dalam Setiap Keadaan
Syekh Abdul Qadir mengajarkan bahwa hati dan pikiran akan menjadi jernih jika seseorang senantiasa menyadari kehadiran Allah dalam setiap aktivitasnya. Ketika seseorang sadar bahwa Allah selalu menyertainya, ia akan lebih berhati-hati dalam bertindak dan tidak akan mudah tergoda oleh hal-hal yang merusak hati. Kesadaran akan kehadiran Allah ini disebut muraqabah, yang melatih seseorang untuk senantiasa merasa diawasi oleh Allah.
“Berusahalah untuk selalu merasa bahwa Allah melihat dan mengetahui segala sesuatu dalam dirimu,” nasihatnya. Dengan kesadaran ini, hati menjadi lebih tenang dan pikiran lebih bersih dari gangguan dunia.
Kesimpulan
Syekh Abdul Qadir al-Jailani mengajarkan bahwa menjernihkan pikiran dan hati adalah proses yang memerlukan usaha yang sungguh-sungguh, disiplin, dan keikhlasan dalam menjalankan ajaran Islam. Dengan mengendalikan hawa nafsu, bertawakkal, menghindari dunia yang berlebihan, memaafkan, dan menyadari kehadiran Allah, seseorang dapat mencapai kejernihan batin yang menuntunnya lebih dekat kepada Allah.
Ajaran-ajaran ini tetap relevan hingga kini sebagai panduan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup dan menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat.
" Muridku, apabila hati telah mengamalkan Al-Quran dan Sunnah, ia pasti dekat dengan Allah. Jika sudah dekat, ia akan mengetahui dan melihat apa yang bermanfaat baginya dan apa yang membahayakan dirinya, apa yang menjadi hak Allah SWT dan apa yang menjadi hak selain-Nya, dan mana yang benar dan mana yang batil. " Demikian nasehat Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani.
Nasihat Syekh Abdul Qadir al-Jailani ini menekankan pentingnya hubungan mendalam antara hati seorang Muslim dengan Al-Qur'an dan Sunnah. Menurut beliau, jika seseorang sungguh-sungguh mengamalkan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, maka hatinya akan semakin dekat dengan Allah. Kedekatan hati ini bukan hanya berarti keimanan yang lebih kuat, tetapi juga akan membawa pemahaman mendalam tentang segala hal yang ada di dunia ini, baik yang membawa manfaat maupun yang membawa mudarat.
Berikut adalah beberapa makna penting dari nasihat tersebut:
1. Kedekatan dengan Allah sebagai Tujuan Utama
Syekh Abdul Qadir al-Jailani mengajarkan bahwa kedekatan dengan Allah adalah tujuan tertinggi bagi seorang hamba. Kedekatan ini tidak hanya berarti berada dalam pengawasan-Nya tetapi juga menyentuh kedalaman iman dan spiritualitas, di mana seseorang merasakan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupannya. Ketika hati dekat dengan Allah, jiwa seorang Muslim akan senantiasa terjaga dari godaan dunia dan akan lebih mudah menjalani kehidupan sesuai dengan ridha-Nya.
2. Hati yang Dibimbing oleh Al-Qur’an dan Sunnah
Dalam Islam, Al-Qur’an dan Sunnah adalah petunjuk hidup yang sempurna. Mengamalkan keduanya akan membimbing hati seseorang untuk selalu berpikir, merasa, dan bertindak sesuai dengan jalan yang diridhoi Allah. Ketika hati benar-benar mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah, hati tersebut akan dipenuhi dengan cahaya kebijaksanaan yang membuat seseorang lebih sadar terhadap apa yang bermanfaat dan apa yang berbahaya, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
3. Mendapatkan Hikmah dan Kebijaksanaan
Menurut Syekh Abdul Qadir, hati yang dekat dengan Allah akan memperoleh hikmah (kebijaksanaan) yang mendalam. Orang yang memiliki hati seperti ini mampu membedakan antara yang benar dan yang salah, serta memahami apa yang menjadi hak Allah dan apa yang menjadi hak manusia. Ini berarti bahwa pemahaman mereka terhadap dunia dan kehidupan menjadi lebih tajam dan mendalam, karena bimbingan tersebut berasal dari kedekatan mereka dengan Allah dan pemahaman terhadap ajaran-Nya.
4. Mengetahui Hak Allah dan Hak Makhluk
Dalam Islam, ada hak-hak Allah yang harus ditunaikan oleh seorang Muslim, seperti ibadah, ketaatan, dan rasa syukur. Ada juga hak-hak makhluk, yang meliputi penghormatan, keadilan, dan tanggung jawab sosial. Syekh Abdul Qadir mengingatkan bahwa hati yang jernih akan mampu melihat perbedaan antara hak-hak ini, sehingga seseorang tidak akan melalaikan kewajibannya kepada Allah maupun kepada makhluk-Nya. Memahami hak ini adalah tanda dari hati yang bersih dan bertakwa.
5. Melihat Kebenaran dan Menjauhi Kebatilan
Hati yang dekat dengan Allah akan diberi kemampuan untuk melihat mana yang benar dan mana yang batil, mana yang merupakan jalan Allah dan mana yang merupakan jalan yang menyimpang. Ini merupakan bentuk “mata hati” atau basirah yang tajam, yaitu kemampuan untuk menyelami realitas dengan pandangan yang jauh melampaui kedangkalan duniawi. Dengan kemampuan ini, seseorang dapat menjaga diri dari jalan yang keliru dan berusaha terus-menerus mengikuti kebenaran.
6. Kepekaan terhadap Apa yang Bermanfaat dan Mudarat
Hati yang tercerahkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah akan mampu mengidentifikasi hal-hal yang bermanfaat dan yang berbahaya bagi kehidupan dunia dan akhiratnya. Ini berarti seseorang tidak hanya berfokus pada manfaat duniawi tetapi juga mempertimbangkan dampak setiap perbuatannya terhadap hubungannya dengan Allah dan kehidupan setelah mati. Dengan kata lain, hatinya akan terlatih untuk membuat keputusan yang tidak hanya menguntungkan di dunia tetapi juga berdampak positif bagi akhirat.
7. Mengikuti Jalan yang Ditunjukkan Allah
Nasihat ini juga mencakup pengingat agar selalu menelusuri jalan yang telah ditunjukkan oleh Allah, yaitu jalan yang ditempuh oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Mengikuti jejak para pendahulu yang saleh ini membantu seseorang berada di jalan yang lurus dan aman, jauh dari godaan syaitan maupun hawa nafsu. Ketika hati telah dekat dengan Allah, ia akan selalu mengutamakan kehendak Allah di atas kehendak pribadi, menjalankan kehidupan dengan penuh keikhlasan, serta menghindari hal-hal yang dapat menjauhkannya dari Allah.
Kesimpulan
Syekh Abdul Qadir al-Jailani mengajarkan bahwa hati yang dekat dengan Allah adalah hati yang bersih, penuh hikmah, dan mampu membedakan antara yang benar dan yang salah. Kedekatan ini adalah hasil dari amalan yang konsisten dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Dengan hati yang dekat kepada Allah, seorang Muslim akan dapat menjalani hidup yang penuh kesadaran akan hakikat kebaikan, kehati-hatian dalam perbuatan, dan kepekaan terhadap apa yang dapat mendekatkan atau menjauhkannya dari Allah.
Nasihat ini menginspirasi umat Muslim untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga hati agar tetap bersih melalui amalan-amalan yang diridhoi-Nya, karena dengan demikian seseorang akan mendapatkan petunjuk-Nya dalam setiap langkah kehidupannya.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo