TintaSiyasi.id -- Maraknya kriminalisasi terhadap guru telah menjadi perbincangan di kalangan masyarakat dari Sabang sampai Merauke, salah satunya adalah kasus guru honorer di sebuah SD di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, yaitu Supriyani. Guru tersebut dituduh memukul paha anak seorang polisi dan dituntut lepas dari segala tuntutan hukum. Jaksa beralasan bahwa aksi Supriyani terjadi secara spontan tanpa ada niat jahat. Meski guru tersebut berulang kali membantah tuduhan, Ujang Sutisna, jaksa penuntut umum, meyakini bahwa pemukulan terjadi satu kali (Kompas.com).
Begitu juga kutipan dari BBC News, pemukulan tersebut dilakukan secara spontan tanpa adanya niat jahat, sebagaimana yang disampaikan Ujang Sutisna saat sidang ketujuh kasus ini di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, pada Senin (11/11). “Oleh karena itu, terhadap terdakwa Supriyani tidak dapat dikenakan pidana. Unsur pertanggungjawaban pidana tidak terbukti,” katanya. Akibatnya, jaksa penuntut umum menuntut Supriyani lepas dari segala tuntutan hukum.
Sebelum booming-nya kasus guru Supriyani, kasus serupa juga sudah banyak terjadi. Sebut saja kasus guru Sambudi di Sidoarjo pada 2016 yang diadili karena mencubit anak didiknya yang tidak mau melaksanakan salat berjamaah. Kemudian kasus lainnya, guru Zaharman di Bengkulu pada 2023 mengalami kebutaan setelah dileret ketapel oleh orang tua murid yang marah karena anaknya dihukum akibat ketahuan merokok. Masih banyak lagi kasus kriminalisasi guru lainnya.
Dengan adanya fakta tersebut, membuktikan bahwa guru dalam sistem hari ini menghadapi dilema dalam mendidik siswa. Beberapa upaya dalam mendidik siswa sering disalahartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak, sehingga menyebabkan para guru semakin takut mendisiplinkan anak didiknya. Jika kondisi seperti ini terus dibiarkan, maka akan muncul fenomena masa bodoh dari para pendidik. Jika sudah demikian, maka akan sangat berpengaruh terhadap output pendidikan.
Adapun yang menjadi faktor penyebab maraknya kriminalisasi guru, di antaranya adalah UU Perlindungan Anak. Tidak bisa dipungkiri bahwa UU tersebut kerap menjadikan para guru mudah dipidana. Sebab beberapa upaya dalam mendidik siswa sering disalahartikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak.
Di sisi lain, ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru, masyarakat, dan negara. Masing-masing memiliki persepsi yang berbeda terhadap pendidikan anak, sehingga menimbulkan gesekan di antara mereka, termasuk langkah guru dalam mendidik siswanya.
Inilah hasil dari penerapan sistem pendidikan sekuler kapitalisme, di mana guru tidak lagi memiliki kedudukan mulia dan tidak lagi dihormati, sebab para siswa dan orang tua tidak lagi satu pemahaman, kurang adab memuliakan guru, dan tidak lagi melihat betapa besarnya jasa seorang guru yang telah mendidik anak. Sejatinya, guru ingin menjadikan anak itu memiliki adab dan budi yang luhur, supaya negara memiliki orang-orang yang dapat membangun negeri menjadi lebih baik lewat generasi muda, namun hal ini hanya khayalan semata di sistem pendidikan kapitalisme.
Sungguh sangat berbeda jauh dengan Islam, di mana Islam justru sangat memuliakan guru dan memberikan perlakuan yang baik terhadap guru. Selain itu, negara juga menjamin guru dengan sistem penggajian yang baik sehingga guru dapat menjalankan amanahnya dengan optimal. Sebab guru memegang peran penting; bahkan kata-kata guru akan menjadi pedoman dalam memimpin sebuah peradaban, nasihat guru merupakan bentuk kasih sayang dan cintanya pada muridnya.
Negara memahamkan semua pihak akan sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tujuan yang jelas dan keniscayaan adanya sinergi antara semua pihak, sehingga menguatkan tercapainya tujuan pendidikan dalam Islam. Kondisi ini akan menjadikan guru dapat optimal menjalankan perannya dengan tenang karena akan terlindungi dalam mendidik siswanya. Siswa dalam Islam harus taat dan memuliakan guru mereka. Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa memuliakan orang alim (guru), maka ia memuliakan aku. Dan barang siapa memuliakan aku, maka ia memuliakan Allah. Dan barang siapa yang memuliakan Allah, maka tempat kembalinya adalah surga" (Kitab Lubabul Hadits).
Wallahu a'lam Bishowabb
Oleh: Sarlin, Amd.Kep.
Aktivis Muslimah