Tintasiyasi.id.com -- Ditengah perekonomian Indonesia yang semakin memburuk, ditambah PHK masal terjadi di mana-mana, alhasil rakyat Indonesia semakin terpuruk. Pemerintah Kabupaten Bandung melakukan usaha untuk meminimalisir PHK masal tersebut.
Rapat koordinasi bersama Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Ketenagakerjaan RI, dihadiri PJS Bupati Bandung Dikky Achmad Sidik dan didampingi Kepala Dinas Ketenagakerjaan Rukmana. Rapat berlangsung secara virtual, pada Kamis (30/10/24).
Disnaker mengharapkan para pengusaha untuk tidak melakukan PHK masif. Sejumlah langkah pun dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung untuk mengantisipasi maraknya Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK)
Menurut Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung Rukmana, ada beberapa hal yang harus dilakukan Pemerintah Kabupaten/kota dan provinsi, khusunya Dinas Ketenagakerjaan.
Pelaksanaan rakor ini sehubungan akan dilaksanakan penetapan upah minimum Kabupaten /kota dan upah minimum provinsi, pada tanggal 30 November 2024, untuk Kabupaten/kota, kata Rukmana.
Rukmana mengatakan soal gejolak Ketenagakerjaan, untuk mengurangi resiko yang bakal terjadi berkaitan dengan penetapan upah dan langkah-langkah tepat yang harus diambil, tim deteksi dini melakukan upaya mitigasi dilapangan.
Menurut Rukamana, pertama harus melakukan dialog dengan tripartit, baik dengan pekerja, pengusaha maupun dengan pemerintah.
Rukmana mengkhawatirkan Ketidakmampuan dari perusahaan yang menaikan UMK(upah Minimum Kabupaten), akan berdampak terjadinya PHK, berkaitan dengan penetapan upah.
Rukmana mengatakan, ada pesan dari Kemendagri dan Kementrian Ketenagakerjaan, agar segera melakukan mitigasi deteksi dini, untuk mengurangi resiko terhadap gejala-gejala yang akan terjadi, setelah penetapan UMK.
Menurut Rukmana, untuk Meminimalisir kerawanan jika terjadinya PHK, adalah pertama dengan dialog, yang kedua deteksi dini.
Rukamana berharap ada konsep lain, misalnya dengan pembagian waktu kerja, sebagian pekerjanya dirumahkan dan sebagian lagi kerja, selama itu tidak terjadi PHK.
Layaknya gelombang yang menghantam para pekerja, PHK masal kembali terjadi. Saat ini Indonesia sedang mengalami deflasi, yaitu kondisi dimana permintaan barang dan jasa menurun akibat menurunnya pendapatan masyarakat, dan perusahaan tidak mampu menghadapi kondisi seperti ini, sehingga terjadilah PHK masal.
Semua ini dipicu karena ketidak mampuan penguasa dalam memperbaiki kondisi moneter negara. Dan perusahaan pun dengan mudah mem-PHK buruh tanpa hambatan karena Undang-Undang Ciptaker. Ancaman PHK membuat para pekerja diberbagai daerah di Indonesia tengah ketar ketir. Industri tekstil, alas kaki, hingga teknologi banyak yang gulung tikar atau melakukan efisiensi hingga PHK.
Sejak awal 2024 hingga kini, gelombang PHK terus menghantam pekerja industri tekstil dan produk tekstil. Ribuan pekerja dari pabrik-pabrik yang mengalami kebangkrutan menjadi korban PHK. Salah satu pabrik garmen di Cileungsi Bogor, Jawa Barat, tutup dan sebanyak 3000 karyawan di-PHK.
Dampak dari penutupan pabrik bukan hanya pada terjadinya PHK masal, akan tetapi perekonomian disekitarnya pun ikut terdampak. Salah satu contoh, banyak usaha rumah kos yang gulung tikar karena tidak ada pekerja dipabrik dekat usaha rumah kos-kos-an tersebut. Sektor jasa juga para pedagang disekitar pabrik terkena imbas dari PHK.
Buruknya perekonomian Indonesia menjadi indikasi pada PHK masal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia memang stabil pada level 5 persen, tetapi kinerja industri dan penyerapan tenaga kerja tidak membaik, dalam arti pertumbuhan ekonomi tidak berkualitas.
Terkait PHK masal di industri, semua ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang tidak mendukung industri dalam negeri. Produk import dari Cina yang jauh lebih murah, membanjiri pasar lokal di Indonesia. Alhasil konsumen beralih pada produk Cina yang lebih murah, sehingga produk dalam negeri terus tertekan dan tidak mampu bersaing, terutama dari sisi harga.
Maraknya PHK adalah salah satu bukti kegagalan pemerintah dalam memajukan perekonomian. Melalui UU Ciptaker yang diopinikan akan membuka lapangan kerja secara luas ternyata tidak ada realisasinya. Inilah salah satu bukti kegagalan sistem kapitalis dalam menyejahterakan rakyat.
Terlebih dengan adanya mekanisme alih daya (Outsourcing) menjadikan pekerja minim kesejahteraan dan bisa diputus kontrak kerja tanpa adanya kompensasi yaitu pesangon. Mekanisme ini tentu saja sangat merugikan pekerja, dan gelombang PHK pun akan terus terjadi selama sistem kapitalis masih diterapkan.
Di dalam sistem kapitalis, penguasa hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, yaitu hanya untuk regulasi hanya sekedar mengawasi, alhasil kebijakan penguasa hanya menguntungkan para pengusaha (investor) saja, sementara para pekerja menjadi korban. Sangat jelas keberpihakan negara dalam sistem kapitalisme bukan pada rakyat, tetapi pada para kapitalis.
Islam adalah agama yang mengatur seluruh asfek kehidupan. Perbedaan sistem kapitalis dan sistem Islam, salah satunya adalah dalam periayahan terhadap masyarakat. Sistem Islam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Karena negara berfungsi sebagai ra'in, yaitu mengurusi urusan umat. Negara akan menjalankan politik ekonomi Islam, dan memfasilitasi masyarakat, dengan menyediakan pasilitas pendidikan, kesehatan, juga keamanan secara gratis.
Negara pun akan menyediakan pekerjaan bagi para laki-laki dan negara pun memfasilitasi rakyatnya untuk memiliki pekerjaan sesuai dengan keahlian dan keterampilannya. Negara akan mewujudkan usaha yang kondusif dengan pemberian modal usaha, bimbingan usaha, dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya.
Dalam sistem ekonomi Islam, pemasukan yang besar untuk APBN terutama dari pengelolaan harta milik umum, yang dikelola oleh negara, dan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat.
Inilah urgensi diterapkannya sistem Islam, agar masyarakat benar-benar terjamin kesejahteraan nya, dan tidak terjadi PHK masal yang menjadikan masyarakat semakin terpuruk. Wallahu'alam Bishshowwab.[]
Oleh: Enung sopiah
(Aktivis Muslimah)