Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Iran Membantu Palestina? Begini Kata Mazhar Khan

Jumat, 01 November 2024 | 22:56 WIB Last Updated 2024-11-01T15:56:24Z

TintaSiyasi.id-- Merespons keterlibatan Iran yang dianggap menolong Palestina,Muslim intelektual Inggris, Mazhar Khan, begini penjelasan yang menurutnya  justru muncul perdebatan isu Syiah-Sunni di kalangan kaum Muslim.

“Beberapa perdebatan telah terjadi diantara umat Islam kalangan Syiah dan Sunni di internet karena respon Iran terhadap penjajah Zionis. Jadi, Iran akhirnya membantu Palestina,” ujarnya dalam akun YouTube Let’s Take a Look, dengan judul Is Iran Helping Palestine? Senin, 7 Oktober 2024. 

Ia menuturkan,  dalam merespon pembunuhan pimpinan Hizbullah, dan invasi yang terjadi baru-baru ini di Selatan Lebanon, Iran memang telah membalas dengan menjatuhkan peluru ke tanah Zionis penjajah.

“Zionis penjajah sedang mencoba bermain dari bawah, sedangkan Iran mencoba bermain dari atas.  Jadi, inilah haisl dalam perdebatan dan argumentasi diantara Muslim. Sunni mengatakan tidak seharusnya mendukung Syiah dan saatnya kita bersatu dan berpadu untuk Palestina,” lanjutnya. 

Akan tetapi, poin yang penting pertama untuk dipahami dalam isu keterlibatan Iran  adalah bukanlah persoalan isu Syiah dan Sunni.

Turki, Mesir, Saudi Arabia, Jordan, dan semua negara-negara Arab di teluk Emirat semuanya adalah Sunni. 

“Akan tetapi pertanyaannya adalah, apa yang telah dilakukan oleh mereka dengan paham Sunni-nya?  Apa yang telah mereka kontribusikan selama beberapa dekade yang lalu?” tanya Mazhar. 

Beberapa dekade, ke-Sunni-an itu katat Mazhar tidak relevan. Begitu juga di saat yang sama dengan Iran dengan  ke-Syiah-an yang tidak relevan. 

“Mari saja jelaskan.  Iran berperang dengan Irak selama 8 tahun dari 1980 ke 1988. Padahal populasi mayoritas Irak adalah Syiah. Dan kebanyakan perayaan-perayaan suci bagi kalangan Syiah dilakukan di Irak. Dan bahkan militer Irak itu mayoritas Syiah.  Tetapi paham Syiah mereka tidak  mampu menghentikan perang Iran-Irak selama 8 tahun lamanya,” sambungnya. 
 
Selanjutnya ia menjelasakan, ketika Amerika menginvasi Irak dalam Perang Teluk II, Iran menjamin posisinya netral dan tidak akan ikut campur. Bukan hanya itu,Iran bahkan dibantu pemerintah Amerika. Mereka  menyita 115 jet dari angkatan udara Irak lalu menahan serta tidak mengembalikannya. 

Iran juga memberikan akses yang terang kepada agen Amerika untuk mengontrol pasukan udara Irak agar mudah dilenyapkan dan diserang. 

Ketika Amerika menginvasi Afghanistan lagi, Iran kembali menjamin posisinya netral. Bukan hanya itu,Iran juga membantu dan mendukung Amerika untuk mendirikan negara sekuler di Afghanistan. 

“Jadi bagi negara Iran, Syiah tidak relevan ketika berbicara tentang hubungan luar negeri. Dan kerjasama sperti itu terjadi sebelum pendirian negara Iran yang dinobatkan sebagai Negara Republik Islam Iran pada tahun 1979,” bebernya. 
 
Ayatullah juga memberikan jaminan kepada Amerika saat diskusi, tidak akan menentang dan melawan Amerika. Karena itulah yang membuat Amerika bersikap lunak terhadap Iran.

 Selain itu, Amerika juga di saat yang sama ingin menghadang pengaruh Inggris dan mengendalikan sebisa mungkin pengarus komunisme di negara Iran. Sebab  komunisme mendapatkan dukungan yang luas di Iran sebelum tahun 1979. 

Dan bagi Amerika, dukungan Ayatullah adalah pilihan yang lebih baik daripada mengizinkan Iran untuk mendapatkan pengaruh dari  militer negara -negara lainnya.

Bukan hanya itu, ketika Prancis memerangi Balkan atau Bosnia, Ayatullah mempertaruhkan nyawanya terbang ke Balkan untuk bertemu dengan Ali Izzec Begovic, pepimpin Bosnia, agar mendapatkan jaminan bahwa tidak aka nada negara Islam yang didirikan di Bosnia. 


“Jadi, apakah ini masuk akal bahwa si Islamofobia negara Prancis ditemui dengan berani ambil resiko nyawa oleh Presiden Iran pergi ke Perang Balkan untuk mendapatkan jaminan dari Ali Izzet Begovic tidak akan mendirikan negara Islam dan akan memberikan kendali militer di tangan yang sama dan menyebutnya negara Islam? Sungguh tidak masuk akal,” bebernya. 

Munculnya perdebatan di kalangan umat Islam antara Syiah dan Sunni yang terus berseteru kata Mazhar adalah bukti bahwa tidak ada satupun hari ini negeri Muslim yang berbasis Islam dan layak disebut sebagai negara Islam. Tidak terkecuali Iran. 

Bahkan, dalam perpolitikan baik Syiah maupun Sunni tidaklah dipimpin berdasarkan kedua paham tersebut. Melainkan didasarkan pada kepentingan nasionalisme. Dan itu sangat jelas terlihat dari kejadian-kejadian selama beberapa dekade. 

Selanjutnya, realitas umat Islam kini sebut Mazhar telah dipermainkan berkali-kali oleh para penguasa agar bertahan di pihak mereka. Akan tetapi dibalik layar, mereka justru berada dipihak dan arahan Barat 100% untuk beberapa dekade. 

Sebagai contohnya kata Mazhar adalah Gamal Nasser, yang dulunya dikenal sebagai sosok sangat anti retorika Amerika, dan mendukung pembebasan Palestina, hingga bercita-cita menyatukan seluruh tanah Arab.

Namun, para ulama membongkar kedok Gamal Nasser yang ternyata adalah agen CIA, dan apapun yang katakana hanyalah demi kepentingan Amerika. 
 
Rahasia kedok Gamal Nasser terungkap melalui Miles Copeland, yang merupakan anggota CIA  dan bekerja sebagai penulis, dan ia menulis sebuah buku yang isinya mengatakan bahwa mereka  meletakkan Gamal Nasser dalam kekuatan dan semua retotika, hanyalah sebatas retorika untuk membodohi orang-orang. 

“Dan hari ini, kita mendapatkan Gamal Nasser yang lain dengan sebutan Sultan, Mujaddid dan lainnya. Begitu banyak ulama Muslim dan begitupun kelompok-kelompok Islam yang mendukungnya dalam konteks Mujaddid dan beretorika akan melindungi umat Islam,” tambahnya melanjutkan.  

Sementara negeri Muslim lainnya seperti Turki, terang Mazhar adalah negara yang memiliki ikatan terlama dan terkuat dengan Zionis penjajah, yaitu sebagai penyuplai minyak yang dibutuhkan oleh militer Israel lalu digunakan untuk menyerang umat Islam di Gaza, West Bank, dan di Libanon. 

“Bukan hanya atas nama negara Turki melakukan demikian, Erdogan dan keluarganya juga terlibat. Ini adalah bentuk penghianatan yang diperlihatkan kepada umat. Jadi, butuh untuk dipahamai bahwa tidak satupun dari negara-negara ini berdasarkan Islam dan  akan menolong Palestina,” Mazhar meyakinkan. 

Genosia  yang menimpa Palestina  selama 12 bulan ini seharusnya  kata Mazhar mampu menyadarkan umat Islam agar tidak memberikan harapan  kepada PBB,  hukum internasional,  pemerintah Barat, penguasa-penguasa Arab sekalipun, tidak juga kepada pemerintah Iran, untuk membebaskan Palestina. 

“Harapan sebagai umat Islam adalah harus bersatu untuk memenangkan Islam. Karena hanya negara Islam politik yang mampu memberikan sanksi kepada Zionis, seperti janji Allah dan Rasulullah saw. Jadi, bukanlah negara nasionalisme yang akan memberikan perlindungan kepada agama (Islam),” pungkasnya. []M. Siregar.

Opini

×
Berita Terbaru Update