Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Inilah Bahaya Atheis dan Agnostik bagi Kehidupan

Sabtu, 30 November 2024 | 16:55 WIB Last Updated 2024-11-30T09:56:16Z
TintaSiyasi.id -- Pengamat Sosial dan Politik Ustaz Iwan Januar menjelaskan bahaya atheis dan agnostik di tengah masyarakat.

"Pertama untuk gen Z karena mereka itu influencer punya pengikut, banyak study agama Islam yang tidak memuaskan nalar kritis sehingga tidak memberikan problem solving. Penjelasan tentang kondisinya sekarang ada, tidak memberikan solusi untuk kondisi yang ada, maka ini khawatiran saya nanti jumlahnya akan bertambah," ungkapnya di kanal YouTube Khilafah News, Kamis (28/11/2024), Gawat! Agnostik Dan Atheis Mengintai Gen Z.

Kedua, ancaman bagi masyarakat. Orang agnostik tidak memiliki pengikat, alat kendali. Alat kendali hanya diri mereka saja. Dampak kerusakan sosial ekonomi itu akan makin banyak, karena orang agnostik tidak mengenal halal haram, begitu juga orang atheis enggak tau dan enggak mau tau halal haram.

"Maka dalam kehidupan pribadi dan sosial misalnya mereka ya akan terbiasa dengan hubungan di luar nikah, LGBT seperti itu mereka akan lakukan karena apa pengikatnya? Tidak ada paling hanya sekedar pilihan pribadi saja itu pun akan lemah, begitu mereka sudah ikut dalam satu circle yang di situ memang hidupnya betul-betul free, hedon maka akan terbawa kesana dan kalau sudah begini nanti bisa dibayangkan kerusakan sosial dan dampaknya itu akan sangat besar," paparnya.

Ketiga, dalam kehidupan bernegara. Kalau mereka datang dari generasi yang sudah agnostik apalagi atheis, ketika nanti menjadi pejabat negara, mengambil keputusan-keputusan politik itu tidak ada acuannya. Paling cuma menguntungkan atau tidak menguntungkan. Jadi sudah tidak ada istilah apakah merugikan publik atau tidak, apakah haram atau halal.

"Sekarang saja ya walaupun anggota dewan kita mereka masih muslim secara agama di KTP, tetapi banyak keputusan-keputusan yang itu sudah tidak mengindahkan aturan halal haram dan sudah banyak putusan yang tidak berpihak pada kepentingan publik, apalagi kalau nanti semakin banyak para pejabat yang agnostic atau atheis," sambungnya.

Faktor Atheis dan Agnostik 

Ia mengutip penelitian dari hadsell abad 19. Ia melihat fenomena agnostik itu sangat merebak di masyarakat Barat yang sekuler. Dengan melihat bahwasanya agama Nasrani itu mengalami kebangkrutan. Jadi agama nasrani tidak bisa menjawab persoalan model kemodern, tidak bisa juga compatible dengan kehidupan yang sekarang ini ada, juga terjadi tindakan yang korup dari para tokoh-tokoh agama Nasrani. Ini yang menjadikan sebagian orang terutama kalangan muda mereka itu kecewa dengan agama.

"Pertama, itu kekecewaan pada agama, dan kalau kita lihat di Indonesia pun jumlah anak-anak muda katakanlah gen Z sampai yang berikutnya itu memang kalaupun dikatakan banyak tetapi memang itu bertambah, kenapa? Satu ini kekecewaan terhadap agama yang mereka bilang agama itu maksudnya adalah perilaku orang-orang yang beragama, itu kan satu hal yang harus dipisahkan tetapi mereka tidak memisahkan antara agama dengan perilaku orang-orang yang beragama," terangnya.

Ia memberikan contoh, misalnya melihat pejabat Kementrian Agama kok korup, seorang pimpinan atau politisi partai yang berlabelkan Islam tetapi korup, atau melihat orang yang sudah berhaji, rajin salat, rajin zakat tetapi ternyata terlibat perbuatan asusila dan sebagainya.

Kedua, minimnya pengajaran agama. Sekarang banyak keluarga muslim yang pengasuhan agamanya untuk anak-anak itu sangat minim sekali, datang dari bapak dan ibu dari ayah dan ibu yang sama-sama minim pemahaman agama, sama-sama sekuler misalnya atau sama-sama pernah kecewa dengan perilaku orang beragama itu artinya kemudian diturunkan dengan pola asuh, pola didik kepada anak-anak mereka, sehingga kemudian anak-anak yang tumbuh kritis, cerdas, tetapi tidak memiliki dasar pondasi agama, agama itu terutama dalam masalah keimanan dalam berakidah, sehingga bagi mereka kepercayaan pada agama itu bukan sesuatu yang penting, yang penting adalah percaya adanya Tuhan.

"Di sekolah, kampus pendidikan agama tuh diajarkan dan tidak mengasah nalar kritis, tidak menjawab nalar kritis di kalangan para pelajar dan mahasiswa, juga para pengajar agama itu mereka tidak menjadikan agama sebagai sebuah solving problem untuk persoalan kekinian, jadi sering kali para pengajar agama baik guru agama, dosen termasuk para tokoh-tokoh agama di masyarakat, para ustaz dari majelis taklim, ketika menyampaikan agama kepada masyarakat itu sesuatu yang sifatnya sangat tekstual, jadi tidak beranjak dari pengajaran dan tema-tema yang belasan abad lalu yang ada dalam kitab itu, kitab itu tidak salah tapi harusnya orang yang kemudian mentransfer pengajar kitab itu bisa menjelaskan sesuai dengan konteks kekinian," terangnya.

"Nah karena tidak bisa, mereka tidak melakukan itu akhirnya sebagian orang melihat agama itu sudah out of date sudah ketinggalan zaman, sudah enggak bisa menjawab produk kekinian, maka muncullah sebagian orang yang agnostik, mereka tidak perlu beragama yang penting percaya Tuhan," pungkasnya. [] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update