Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Impor Susu Meningkat, Nasib Buruk Peternak Susu Sapi

Minggu, 24 November 2024 | 15:39 WIB Last Updated 2024-11-24T08:39:24Z

TintaSiyasi.id -- Berbagai pemberitaan tentang nasib petani susu telah membuat hati kita miris. Ratusan peternak sapi perah, peloper, hingga pengepul susu sapi di Kabupaten Boyolali, menggelar aksi membuang susu buat mandi di Tugu Patung Susu Tumpah Kota Boyolali. Aksi tersebut sebagai bentuk protes mereka lantaran banyaknya susu yang ditolak masuk industri pengolahan susu (IPS) dengan dalih adanya pembatasan masuk susu mentah ke pabrik. (kumparanNEWS.com, 15/11/2024) 

Apa yang dihadapi oleh peternak susu disebabkan Indonesia memiliki nilai impor susu yang lebih besar dari pada nilai ekspornya. Kita masih bergantung pada susu impor karena kebutuhan konsumsi susu terus meningkat pesat setiap tahunnya. Terbukti dari Produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) hanya dapat memenuhi sekitar 22% kebutuhan susu segar dalam negeri, sedangkan 78% sisanya berasal dari impor (BPS 2020). (kumparan.com, 4/11/2024)

Kebijakan impor yang dilakukan oleh pemerintah inilah diduga yang menjadi sebab peternak sapi kesulitan menyalurkan susu sapi ke industri pengolahan susu sapi. Kondisi ini jelas merugikan para peternak sapi dan nasib kehidupan mereka. Padahal seharusnya negara melindungi nasib peternak melalui kebijakan yang berpihak pada peternak sebab ini menjadi mata pencarian mereka dan sumber penghasilan mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Oleh sebab itu, negara seharusnya menjaga mutu maupun menampung hasil susu dan lainnya demi menunjang kebaikan kondisi mereka. Selain itu, dengan adanya kebijakan impor diduga pula ada keterlibatan para pemburu rente untuk mendapatkan keuntungan dari impor susu yang jumlah nya cukup besar. Inilah salah satu kebijakan buruk dalam sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme berpihak kepada para pengusaha sebab mereka memberi keuntungan kepada penguasa. Alhasil, rakyat terabaikan nasibnya bahkan terzalimi.

Kapitalisme dengan asas maslahat dan manfaat ketika melakukan perbuatan, tidak perduli apakah kebijakan yang diambil berdampak baik atau buruk. Selama masih mendapatkan manfaat selama itu pula akan terus dijalankan. Sistem kapitalisme inilah yang akhirnya membuat kehidupan masyarakat sulit. Jarak yang jauh antara kaya dan miskin dalam sistem kapitalisme sangat mencolok. Begitu pula keberpihakan negara pada pengusaha dan pemilik modal sangat erat. Padahal seharusnya negara berada dipihak rakyat dan membela kepentingan rakyat. Namun hal ini tidak terjadi dalam kapitalisme.

Sangat jauh berbeda dengan sistem kehidupan Islam yaitu khilafah. Negara khilafah akan berdiri di tengah umat, menyolusi dengan syariat demi mewujudkan kemaslahatan umat. Negara secara mandiri akan memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada. Apalagi Indonesia adalah negara yang memiliki banyak potensi SDA. Dengan memaksimalkan peran dan fungsi negara, hal ini akan mencegah merebaknya orang-orang yang mencari untung di tengah penderitaan rakyat. Negara khilafah akan benar-benar menjalankan peran nya sebagai pelayan umat dan bertanggungjawab penuh atas kondisi kesejahteraan mereka. Negara akan memfasilitasi para petani, peternak dan nelayan dan lain-lain dengan hal-hal yang dapat menunjang produktifitas mereka seperti kemajuan teknologi. Khilafah akan menutup celah proyek-proyek impor jika masih banyak produksi negeri yang bisa dimanfaatkan.

Walhasil, para peternak susu sapi tidak akan merasakan nasib buruk jika kita menerapkan sistem khilafah Islam. Begitu pula para pekerja lainnya yang akan mendapatkan kesejahteraan hanya dalam penerapan khilafah. Bukan kapitalisme.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Aulia Wafa
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update