Tintasiyasi.id.com -- Gen Z, sapaan untuk para pemuda penerus estafet perjuangan ini. Berat memang, namun yakinlah jika kalian mempunyai pegangan yang kokoh maka Insya Allah akan menemui hasil maksimal. Kuncinya jangan ragu dan bimbang terhadap segala sesuatu. Tetapkan itu sesuai dengan fondasi yang kalian punyai agar kekuatan itu bisa kalian miliki.
Fondasi ini memang begitu penting, karena tanpanya maka hidup tidak berjalan lancar. Carilah itu yang sesuai dengan aturan yang berasal dari agama. Mengapa? Karena mampu membawa kita pada jalan yang benar lagi selamat.
Jika tidak, maka yang terjadi adalah seperti kondisi para pemuda saat ini. Dengan berbagai hantaman dan gempuran kondisi, mereka dibuat pontang-panting serta tak tahu tujuan. Bahkan parahnya adalah depresi hingga melakukan bundir (bunuh diri).
Semua itu mereka lakukan karena tak sanggup untuk menghadapi kenyataan. Sebagaimana yang terjadi di area parkir Metropolitan Mall Bekasi. Ditemukan seorang pemuda yang telah melakukan bunuh diri. Disinyalir penyebab ia melakukannya karena rapuhnya kondisi mental (kompas.com, 24/10/2024).
Setiap yang bernyawa tentu akan menemui kematian. Itu adalah sesuatu yang pasti akan terjadi, namun kondisi seperti apa pada akhir kehidupan ini itu menjadi pilihan bagi makhluk yang bernama manusia. Semua orang tentu mendambakan kematian yang baik dan khusnul khatimah serta bisa masuk ke tempat terindah surganya Allah Swt.
Miris dan sedih melihat fakta yang terjadi di atas. Mengapa pemuda tersebut berani dan tega mengakhiri kehidupan ini dengan cara bundir? Akankah setiap menghadapi masalah selalu berujung pada mengakhirinya dengan kematian? Mungkin pertanyaan tersebut menyeruak dalam pikiran kita.
Pemuda saat ini, sebutan kerennya adalah Gen Z hidup dan berteman akrab dengan kemajuan teknologi. Media sosial, internet, dan smartphone menjadi sahabat sejati mereka. Rasanya tidak bisa jauh dari ketiga hal tersebut. Sehari saja tidak menyentuhnya maka yang terjadi adalah uring-uringan. Bisa juga ada kondisi stres dan depresi saat menghadapi berbagai hujatan dan sindiran dari sosial media.
Hal tersebut terjadi karena para pemuda alias gen z ini tidak memiliki fondasi yang kuat. Seharusnya pijakan keimanan menjadi dasar setiap mereka melakukan sesuatu. Sehingga dapat mengetahui serta menyaringnya, apakah boleh dilakukan atau harus ditinggalkan.
Patut diduga sekuler menjadi biang atas kejadian demi kejadian yang menimpa gen z. Dengan sekuler, agama tak bisa masuk untuk mengatur kehidupan manusia.
Dengannya pula, manusia menjadi tak tentu arah dalam memilih jalan kehidupannya. Belum lagi dari sisi pendidikan yang nihil akan konsep penguatan akidah serta mental para siswa. Sekolah layaknya hanya transfer ilmu belaka.
Para siswanya juga belajar hanya demi mendapatkan sertifikat kelulusan dengan nilai yang baik. Dan tak lupa setelahnya tentulah bekerja demi mendapatkan cuan dan cuan. Itulah yang terjadi pada pendidikan di negeri ini.
Wajar saja jika mental para gen z ini rapuh dan mudah goyah karena tidak mempunyai sandaran. Dan memang, fakta bundir semakin mengemuka dikala mereka gundah gulana lagi banyak masalah. Jalan tol untuk mengakhiri seluruh masalah hanya dengan aktifitas itu.
Di sisi lain, negara tampaknya enggan serius mengurusi masalah generasi penerus (gen z) ini. Hal tersebut dapat dilihat dari rak adanya upaya serius yang dilakukan guna menguatkan mental para pemuda.
Bahkan dari sisi akidah saja, benar-benar tak dijaga. Sebuah kewajaran jika generasi akhirnya seperti yang digambarkan di atas tadi. Padahal gen z ini begitu luar biasa potensi serta kemampuannya. Jika hal ini diasah dan dilatih, tentu akan mendapati hasil yang luar biasa.
Bahkan bisa jadi akan bermanfaat bagi seluruh manusia di bumi. Namun, kembali lagi institusi yang ada haruslah mempunyai pegangan kokoh, yaitu akidah Islam.
Termasuk menerapkan hukum syarak secara sempurna dan lengkap agar segala lini kehidupan diatur oleh Islam saja. Sebagaimana gambaran para tokoh Islam terdahulu. Berada dalam negara yang kuat yaitu Daulah Islam, mampu mencetak generasi hebat, kuat, tangguh, dan bermanfaat.
Sebut saja pemimpin pasukan terbaik yang mampu memporak-porandakan Konstatinopel ada di tangan seorang pemuda berusia 21 tahun, Muhammad Al Fatih. Ada pula seorang imam besar di usia 18 tahun telah siap mengeluarkan fatwa yaitu Imam Syafi'i. Selain itu ada Salahhudin al ayubi, diusiap 16 tahun mempunyai prestasi yang luar biasa, yaitu merebut Yerusalem.
Masya Allah, luar biasa para pemuda pada masa dahulu. Mereka semua berusia di bawah 25 tahun. Mereka bisa seperti itu tentu tidak serta merta mampu melakukan hal luar biasa di atas. Namun dukungan dari semua termasuk negara telah membentuk mereka menjadi individu tangguh yang mempunyai fondasi kuat.
Keimanan membaja ditambah pola pikir serta sikap yang haja bercermin dari Islam saja. Tentu negara berjuang juga dalam menciptakan manusia tangguh dan kuat tadi. Dasarnya adalah penanaman akidah di segala lini, baik di rumah sebagai madrasah pertama anak. Kemudian amar makruf di masyarakat serta negara menjaga akidah mereka dan memberikan sanksi kepada para pelanggar hukum syara.
Kurikulum dalam pendidikan pun tertuju pada penanaman akidah juga. Dengan sinkronisasi tadi maka insyaAllah akan membentuk generasi yang bersyakhsiyah Islamiyah.
Alhasil, sudah saatnya kita kembali pada aturan dari Allah Swt. Tentu agar mendapatkan rida dari-Nya dan mendapat predikat takwa pada setiap individu muslim. Dan potensi pemuda akan mampu diarahkan manakala Islam hadir dalam kehidupan manusia. Wallhu'alam bishshawwab.[]
Oleh: Mulyaningsih
(Pemerhati Masalah Anak & Keluarga)