TintaSiyasi.id -- Menanggapi gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kolom kartu tanda penduduk tanpa cantumkan agama, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan era liberalisme mendorong kebebasan tanpa batas.
"Era liberalisme yang orang itu ingin terus-menerus mendorong kebebasan dan kebebasan yang dimau ini kan kebebasan hampir-hampir tanpa batas," ungkapnya dalam Tidak Percaya Agama , Gugat Konstitusi! Ini Bahayanya, di kanal YouTube UIY Official, Selasa (29/10/2024).
Arus liberalisme demikian kuatnya dan sebagian kecil maupun besar kata UIY, sudah berpengaruh besar pada negara ini. Contoh soal lesbian, gay, biseksual dan transgender, sampai hari ini, negeri ini tidak bersikap secara tegas.
Ia menekankan, negeri mayoritas Muslim jika ada impact buruk dari sebuah peraturan perundang-undangan maka yang akan kena masyarakat Muslim itu, di situlah masyarakat penting untuk mewaspadai. Karena umat Islam ini hari itu bukanlah umat Islam yang betul-betul terbina dengan baik. Dibuktikan berbagai survei termasuk survei yang paling baru ternyata umat Islam yang mayoritas itu ternyata yang shalat 5 kali sehari itu hanya 36 persen.
"Artinya, kan hanya kurang lebih sepertiga saja. Jadi satu dari tiga, dua sisanya itu tidak shalat. Nah yang tidak shalat itu macam-macam lagi. Bayangkan kalau ada kebolehan untuk dia tidak beragama, maka dalam pikiran saya mungkin yang paling banyak lari kemungkinan yaitu adalah dari umat Islam," cemasnya.
Ia mengatakan, dalam perspektif Islam salah satu tugas penting dari penguasa adalah menjaga agama. Karena kepentingan salah satu terbesar dari risalah ini atau syariah ini sebagaimana dikatakan Asy-Syathibi dalam kitab Al Muwafaqot itu kan itu di kekuatan kewenangan kekuasaan yang sangat besar untuk menjaga agama.
Sehingga, dalam perspektif Islam tidak boleh ada orang murtad, tidak boleh ada orang yang mendakwahkan sesuatu yang bertentangan agama kemusyrikan, kekafiran segala macam itu langkah-langkah kemaksiatan itu juga juga akan dilarang, karena itu akan merusak agama.
"Nah kemudian ketika orang sudah tidak memilih menjadi seorang muslim itu dalam perspektif Islam Itu kan di kafir, ketika dia kafir itu sebenarnya derajatnya itu sama saja dia beragama ABCD bahkan jika pun umpamanya dia tidak memilih soal agama itu kan sama sebenarnya itu kafir makanya itu orang kafir itu kan dia kafir ahli kitab atau musyrik itu ya innalladzina kafaru Min ahlil kitab Wal musyrikin itu finari jahanam," urainya.
Jadi dalam hal ini, negara itu menjaga itu ada dua, pertama menjaga dia sebagai seorang Muslim, kemudian yang kedua menjaga bagaimana supaya mereka yang belum beriman itu terus didorong di dakwahin, disadarkan untuk dia menjadi Muslim.
"Inilah yang harusnya dilakukan, bukan malah membiarkan mereka tetap dalam kekafiran apalagi kemudian memilih tidak beragama," pungkasnya.[] Alfia Purwanti