Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Enam Nasihat Yahya bin Mu'adz Ar-Razi

Minggu, 03 November 2024 | 06:43 WIB Last Updated 2024-11-02T23:43:36Z

TintaSiyasi.id--Yahya bin Mu'adz ar-Razi, seorang sufi terkenal dari Persia, dikenal dengan nasihat-nasihat hikmahnya yang mendalam dan sarat makna dalam menjalani kehidupan penuh iman. Berikut adalah enam nasihat penting darinya yang memberikan panduan bagi umat Muslim dalam meraih kebahagiaan dunia dan akhirat:

1. Cintailah Allah dengan sepenuh hatimu
• Ar-Razi menekankan pentingnya mencintai Allah sebagai prioritas utama. Menjadikan cinta kepada Allah sebagai fondasi akan membawa ketenangan dan kebahagiaan sejati. Dengan cinta kepada Allah, seseorang akan senantiasa mengutamakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan merasa dekat dengan-Nya dalam segala keadaan. Cinta kepada Allah juga membantu kita melawan kecintaan berlebihan terhadap dunia yang sering kali menjerumuskan.

2. Bersandar hanya kepada Allah
• Menurut ar-Razi, seorang hamba harus menggantungkan segala harapan hanya kepada Allah, bukan kepada makhluk. Menyandarkan diri kepada Allah akan membebaskan kita dari ketergantungan pada manusia atau hal-hal duniawi yang sifatnya sementara. Dengan tawakal, kita lebih mudah menerima setiap takdir, baik atau buruk, karena yakin bahwa semuanya ada dalam kendali Allah yang Maha Mengetahui.

3. Bersyukur dalam segala keadaan
• Ar-Razi menasihati agar selalu bersyukur, baik dalam keadaan senang maupun susah. Syukur membuat seseorang tidak mudah merasa kurang, iri, atau kecewa dengan ketentuan Allah. Bersyukur juga membuat kita lebih peka terhadap nikmat yang sering kali terlupakan dan mengingatkan bahwa segala sesuatu datang dari Allah. Syukur bukan hanya dalam ucapan, tetapi juga dalam sikap hidup yang menghargai setiap pemberian Allah, besar maupun kecil.

4. Tinggalkan perbuatan yang mendekatkan kepada dosa
• Untuk menjadi hamba yang baik, ar-Razi mengajarkan untuk menjauhi setiap perbuatan yang bisa mengundang dosa. Ini berarti bukan hanya meninggalkan perbuatan dosa secara langsung, tetapi juga hal-hal yang bisa membawa kita ke arah dosa. Dengan menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat atau berpotensi membawa keburukan, kita lebih mudah menjaga diri dari perbuatan maksiat dan dapat memfokuskan diri pada kebaikan.

5. Beribadah dengan ikhlas dan penuh ketulusan
• Ar-Razi mengingatkan agar ibadah dilakukan dengan ikhlas dan tanpa pamrih. Ketulusan dalam beribadah mencerminkan bahwa ibadah tersebut semata-mata hanya untuk Allah, bukan untuk mendapatkan pujian atau pengakuan dari manusia. Ikhlas dalam beribadah adalah ciri seorang hamba yang benar-benar berbakti kepada Allah, menyadari bahwa semua amalan tidak bernilai kecuali dilakukan karena Allah.

6. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan
• Sabar adalah sifat penting yang harus dimiliki setiap hamba, terutama dalam menghadapi ujian dan cobaan. Ar-Razi menekankan bahwa sabar adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ketika seseorang sabar, ia menunjukkan kekuatan iman dan kepercayaan bahwa setiap cobaan memiliki hikmah dan akan diiringi dengan kemudahan dari Allah. Sabar juga membuat kita mampu menghadapi kehidupan dengan lebih tenang, tabah, dan penuh keikhlasan.

Kesimpulan

Nasihat Yahya bin Mu'adz ar-Razi ini mengajarkan kita untuk mencintai Allah di atas segalanya, bersyukur, dan bersandar hanya kepada-Nya, serta menjadikan sabar, ikhlas, dan ketulusan sebagai dasar dari setiap ibadah. Dengan menjalankan enam nasihat ini, kita bisa menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan mendapatkan kebahagiaan sejati yang hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.

Ilmu itu Penuntun amal. Kepahaman itu wadahnya ilmu.

Ungkapan "Ilmu itu penuntun amal, kepahaman itu wadahnya ilmu" mengandung pesan mendalam tentang pentingnya ilmu dan pemahaman sebagai fondasi dalam beramal. Pernyataan ini menekankan bahwa amal (tindakan) harus didasari oleh ilmu, sementara kepahaman menjadi sarana untuk menyerap dan memahami ilmu dengan benar.

Berikut adalah beberapa poin untuk memperjelas makna dari ungkapan tersebut:

1. Ilmu Sebagai Penuntun Amal
• Ilmu adalah dasar yang menuntun kita untuk melakukan amal dengan benar. Dalam Islam, setiap amal yang dilakukan tanpa ilmu berisiko salah arah, atau bahkan tidak diterima jika tidak memenuhi syarat-syarat yang benar. Amal yang dilandasi ilmu berarti mengikuti petunjuk dari Al-Quran dan Sunnah, serta menghindari praktik yang keliru.
• Sebagaimana dinyatakan oleh Imam Al-Ghazali, amal tanpa ilmu dapat diibaratkan seperti seseorang yang berjalan dalam kegelapan tanpa cahaya. Dengan ilmu, seorang Muslim mampu membedakan antara yang baik dan buruk, yang halal dan haram, serta yang bermanfaat dan tidak bermanfaat.

2. Kepahaman Sebagai Wadah Ilmu
• Kepahaman adalah kedalaman dalam memahami ilmu sehingga ilmu tersebut tidak hanya bersifat teoretis tetapi juga masuk ke dalam hati dan pikiran. Kepahaman menjadikan ilmu lebih dari sekadar informasi; ia menjadi kebijaksanaan yang mampu menuntun seseorang dalam berbagai situasi hidup.
• Tanpa kepahaman, ilmu menjadi sekadar hafalan yang mungkin tidak memberi dampak dalam kehidupan sehari-hari. Kepahaman berarti bisa memahami maksud dari suatu ilmu, baik dalam ibadah, muamalah (interaksi sosial), dan akhlak, sehingga ilmu tersebut menjadi bagian dari karakter dan perilaku sehari-hari.

3. Keselarasan Ilmu dan Amal
• Ilmu dan amal harus berjalan seiring, tidak cukup hanya memiliki ilmu tanpa amal, dan tidak cukup pula beramal tanpa ilmu. Ilmu yang benar mendorong kita untuk beramal, sementara amal yang benar adalah hasil dari ilmu yang dipahami dan diterapkan dengan tepat.
• Kepahaman yang dalam tentang ilmu juga mendorong seseorang untuk melakukan amal dengan ketulusan dan ikhlas karena memahami hikmah dan manfaat dari amal tersebut.

4. Pentingnya Kepahaman dalam Menjaga Konsistensi Amal
• Kepahaman menjadikan amal tidak hanya sekadar rutinitas, tetapi amal yang dilakukan dengan kesadaran dan tujuan yang jelas. Ketika seseorang memahami mengapa ia beramal, motivasi untuk melakukannya akan lebih kuat dan konsisten.
• Contohnya dalam ibadah salat, seseorang yang memahami betul makna dan hikmah dari setiap gerakan serta bacaan dalam salat akan menjalankannya dengan khusyuk, bukan hanya sekadar menggugurkan kewajiban.

5. Ilmu dan Kepahaman sebagai Landasan Bertakwa
• Ilmu yang disertai kepahaman menjadi fondasi bagi takwa (ketakwaan). Ketika seseorang memiliki ilmu, ia tahu bagaimana mendekatkan diri kepada Allah, dan ketika ilmu itu dipahami dengan benar, ia akan menjadikan ketakwaan sebagai jalan hidup.
• Kepahaman membawa kita kepada ketulusan dan keteguhan dalam menjaga perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, karena kita memahami tujuan dan manfaat dari setiap ajaran agama.

Kesimpulan

Ungkapan "Ilmu itu penuntun amal, kepahaman itu wadahnya ilmu" mengajarkan bahwa ilmu dan kepahaman adalah kunci dalam menjalani hidup yang benar dan bertanggung jawab. Ilmu menuntun setiap amal yang kita lakukan agar sesuai dengan ajaran yang benar, sementara kepahaman membuat kita mampu menginternalisasi ilmu tersebut sehingga tidak hanya menjadi hafalan, tetapi membentuk perilaku, niat, dan sikap hidup yang 
penuh hikmah.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update