Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Empat Tanda Seseorang Itu Telah Bertobat

Sabtu, 02 November 2024 | 06:55 WIB Last Updated 2024-11-01T23:55:05Z

Tintasiyasi.ID -- Imam Abu Laits Assamarqandi menjelaskan bahwa seseorang yang telah bertobat dengan tulus dari dosa-dosanya akan menunjukkan beberapa tanda yang mencerminkan kesungguhannya dalam bertobat. Berikut adalah empat tanda seseorang itu benar-benar telah bertobat:

 

1. Meninggalkan Perbuatan Dosa dengan Kesungguhan

 

Tanda pertama dari orang yang telah bertobat adalah komitmen kuat untuk meninggalkan dosa yang pernah dilakukannya. Tobat sejati berarti berhenti sepenuhnya dari perbuatan yang dilarang oleh Allah dan tidak ada niat untuk kembali melakukannya. Orang yang benar-benar bertobat akan menjauhkan diri dari segala hal yang bisa menggiringnya kembali kepada perbuatan dosa, serta berusaha menggantinya dengan perbuatan-perbuatan baik. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur'an:

“Dan orang-orang yang tidak terus-menerus mengerjakan apa yang telah mereka kerjakan (dosa itu), sedang mereka mengetahui.” (QS Ali ‘Imran: 135)

 

2. Menyesali Dosa yang Telah Dilakukan

 

Tobat yang ikhlas disertai dengan penyesalan mendalam atas dosa-dosa yang telah diperbuat. Penyesalan ini bukan hanya sekadar perasaan bersalah, tetapi juga kesedihan dan rasa malu yang mendalam karena menyadari bahwa ia telah melanggar perintah Allah. Orang yang bertobat akan merasakan ketidaktenangan hati jika mengingat dosa-dosanya, dan penyesalan ini menjadi bukti bahwa ia benar-benar ingin memperbaiki diri. Rasulullah SAW bersabda:

“Penyesalan adalah inti dari tobat.” (HR Ibnu Majah)

 

3. Berusaha Mengganti Keburukan dengan Kebaikan

 

Tanda ketiga orang yang benar-benar telah bertobat adalah semangat untuk memperbanyak amal kebaikan sebagai bentuk penebusan atas dosa-dosa yang lalu. Mereka akan berusaha melakukan amal saleh, seperti shalat, sedekah, puasa sunnah, dan berbuat baik kepada sesama sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah dan menutupi kekurangan yang ada. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS Hud: 114)

 

Orang yang telah bertobat memahami bahwa dengan berbuat baik, ia sedang berusaha memperbaiki diri, mengganti keburukan masa lalunya, dan mendapatkan rida Allah.

 

4. Meningkatkan Kepekaan Terhadap Dosa

 

Tanda keempat dari seseorang yang telah bertobat adalah meningkatnya kepekaan atau kehati-hatian terhadap dosa, bahkan terhadap hal-hal yang mungkin mendekati dosa. Mereka menjadi lebih berhati-hati dalam tindakan, perkataan, dan pikiran mereka, serta lebih peka terhadap hal-hal yang dilarang oleh Allah.

 

Kepekaan ini adalah hasil dari keinginan mereka untuk menjaga tobatnya dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Orang yang benar-benar bertobat akan selalu berusaha menjaga kesucian dirinya, merasa takut jika dosa-dosa masa lalu terulang kembali, dan terus-menerus memohon ampun kepada Allah.

 

Tanda-tanda ini menggambarkan proses tobat yang utuh dan kesungguhan hati seseorang untuk kembali kepada Allah Swt. Dengan tobat yang sungguh-sungguh dan ikhlas, seorang Muslim akan mendapatkan ampunan dari Allah, sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS Al-Baqarah: 222)

 

Bisa mengendalikan lisannya dari ucapan-ucapan yang tidak berguna menggunjing, dan dusta.

 

Dalam Islam, menjaga lisan dari perkataan yang tidak bermanfaat, menggunjing (gibah), dan berdusta (kadzib) adalah salah satu tanda ketakwaan dan ketaatan kepada Allah Swt. Mengendalikan lisan dianggap sebagai salah satu upaya utama dalam menjaga kebersihan hati dan melatih diri untuk selalu berada dalam kebaikan.

 

Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai pentingnya menjaga lisan serta dampak positifnya bagi seorang Muslim:

 

1. Mengendalikan Lisan sebagai Bentuk Ketaatan kepada Allah

Islam sangat menekankan pentingnya berbicara hanya yang benar dan bermanfaat. Firman Allah dalam Al-Qur’an:

"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan pembicaraan mereka, kecuali (pembicaraan) dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mendamaikan di antara manusia." (QS An-Nisa: 114)

 

Dalam ayat ini, Allah Swt. menyatakan bahwa percakapan atau ucapan yang tidak mengandung kebaikan, seperti menggunjing atau menyebarkan kebohongan, adalah sia-sia. Mengendalikan lisan berarti menghindari ucapan yang sia-sia dan berfokus pada perkataan yang mengandung manfaat dan kebaikan.

 

2. Menjauhkan Diri dari Dosa Gibah (Menggunjing)

Gibah adalah membicarakan keburukan atau kekurangan seseorang di belakangnya, yang jika didengar oleh orang tersebut akan membuatnya tidak suka. Islam mengajarkan bahwa gibah adalah dosa besar, bahkan disamakan dengan memakan daging saudara sendiri dalam keadaan mati, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an:

“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS Al-Hujurat: 12)

 

Orang yang mampu mengendalikan lisannya akan menghindari gibah dan berusaha menjaga kehormatan orang lain, karena memahami bahwa setiap kata akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Menjauhkan diri dari gibah juga akan menjaga hubungan sosial tetap harmonis.

 

3. Menghindari Perkataan Dusta (Kadzib)

 

Dusta adalah berkata tidak sesuai dengan kenyataan dan menyebarkan informasi yang salah. Dusta dalam Islam sangat dilarang dan dianggap sebagai salah satu sifat munafik. Rasulullah saw. bersabda:

Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya dia berkhianat. (HR Bukhari dan Muslim)

 

Menghindari dusta adalah salah satu cara menjaga kejujuran, yang merupakan sifat utama orang-orang beriman. Seorang Muslim yang mengendalikan lisannya akan selalu berusaha berkata jujur dan tidak menipu, karena memahami bahwa Allah menyukai orang yang jujur.

 

4. Memilih untuk Berbicara yang Bermanfaat atau Diam

Rasulullah SAW memberikan nasihat yang sangat berharga mengenai lisan:

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menekankan bahwa seorang Muslim seharusnya berbicara hanya jika perkataannya mengandung kebaikan, dan jika tidak, lebih baik diam. Diam di sini bukan sekadar menahan diri dari berkata, tetapi merupakan wujud kesadaran bahwa setiap kata akan diperhitungkan.

 

5. Dampak Positif dari Menjaga Lisan

 

Menjaga lisan memiliki dampak positif yang besar, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, di antaranya:

* Mendekatkan Diri kepada Allah: dengan menjaga lisan, seorang Muslim menunjukkan ketaatan kepada perintah Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang, sehingga membuatnya lebih dekat kepada-Nya.

* Meningkatkan Kepercayaan Diri dan Reputasi: orang yang selalu berbicara jujur dan menghindari gibah atau dusta akan lebih dihormati dan dipercaya oleh orang lain.

* Menjaga Kedamaian dan Keharmonisan Sosial: dengan menghindari gibah dan ucapan yang sia-sia, hubungan dengan sesama akan menjadi lebih harmonis dan penuh saling pengertian.

 

6. Tips untuk Mengendalikan Lisan

 

* Bertafakur sebelum berbicara: biasakan untuk berpikir terlebih dahulu apakah apa yang akan dikatakan itu baik atau tidak. Jika ragu-ragu, lebih baik memilih untuk diam.

* Perbanyak zikir dan membaca Al-Qur'an: dengan memperbanyak zikir dan membaca Al-Qur'an, hati akan menjadi tenang, dan kecenderungan untuk berbicara sia-sia akan berkurang.

* Bersahabat dengan orang-orang saleh: teman yang saleh dan baik akan selalu mengingatkan kita untuk menjaga lisan dan tidak melakukan dosa-dosa lisan seperti gibah atau dusta.

* Mengukur dampak perkataan: pikirkan dampak dari apa yang akan dikatakan kepada orang lain. Jika perkataan itu berpotensi menyakiti atau merugikan, sebaiknya dihindari.

 

Menjaga lisan dari ucapan-ucapan yang tidak bermanfaat adalah salah satu cara yang sangat efektif untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas keimanan. Semoga kita semua diberikan kekuatan oleh Allah Swt. untuk mampu mengendalikan lisan kita dan berbicara hanya yang bermanfaat.

 

Meninggalkan teman-temannya yang berperangai dan berperilaku jelek. Selalu siap menghadapi mati, menyesali semua perbuatan yang tidak baik disertai permohonan ampun dan bersungguh-sungguh taat kepada Allah Swt.

 

Meninggalkan teman-teman yang memiliki perangai dan perilaku buruk, siap menghadapi kematian, menyesali perbuatan buruk, dan bersungguh-sungguh dalam ketaatan adalah bagian dari proses memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

 

Langkah-langkah ini menunjukkan kesadaran yang mendalam akan pentingnya hidup dengan penuh makna dan ketakwaan, terutama dalam rangka mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Berikut adalah penjelasan mengenai langkah-langkah tersebut:

 

1. Meninggalkan Teman yang Berperilaku Buruk

Pergaulan memiliki pengaruh besar terhadap keimanan dan perilaku seseorang. Dalam Islam, teman yang buruk bisa mengarahkan kita kepada perilaku yang tidak baik dan menjauhkan dari ketaatan kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

Seseorang itu mengikuti agama teman dekatnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan teman dekat. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

 

Meninggalkan teman-teman yang berperilaku buruk adalah salah satu bentuk ketegasan dalam menjaga keimanan dan ketakwaan. Teman yang baik adalah mereka yang mengingatkan kita untuk taat kepada Allah, menghindari kemaksiatan, dan mengajak dalam kebaikan. Ketika seseorang meninggalkan teman-teman yang buruk dan mencari lingkungan yang lebih positif, ia akan lebih mudah untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ibadahnya.

 

2. Selalu Siap Menghadapi Kematian

 

Kesadaran akan kematian menjadi dorongan bagi seorang Muslim untuk senantiasa memperbaiki diri dan meningkatkan amal kebaikan. Kematian adalah kepastian yang tidak bisa dihindari, dan kita tidak tahu kapan waktunya akan tiba. Oleh karena itu, seorang Muslim yang bijaksana selalu mempersiapkan diri untuk menghadapinya dengan senantiasa berada dalam ketaatan. Allah SWT berfirman:

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. (QS Al-Ankabut: 57)

Kesadaran akan kematian menjadikan seseorang lebih serius dalam beribadah dan lebih berhati-hati dalam perbuatannya. Orang yang siap menghadapi kematian tidak akan menunda-nunda untuk bertobat dan tidak akan menyepelekan dosa, bahkan yang sekecil apa pun.

 

3. Menyesali Semua Perbuatan yang Tidak Baik Disertai Permohonan Ampunan

 

Tobat dan penyesalan adalah bagian dari perjalanan spiritual yang sangat penting dalam Islam. Allah SWT selalu membuka pintu ampunan bagi hamba-Nya yang bertobat dengan tulus. Menyesali dosa adalah tanda keimanan yang menunjukkan bahwa hati seseorang masih peka dan takut akan murka Allah. Penyesalan ini bukan hanya sekadar perasaan, tetapi disertai dengan upaya untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan memohon ampunan kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Allah berfirman:

Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung. (QS An-Nur: 31)

 

Penyesalan yang tulus menunjukkan bahwa seseorang berkomitmen untuk berubah dan berusaha mengganti keburukan dengan amal saleh. Dengan selalu meminta ampunan dan tidak berputus asa dari rahmat Allah, ia akan mendapatkan kedamaian dalam hati dan ketenangan jiwa.

 

4. Bersungguh-sungguh Taat kepada Allah Swt.

 

Bersungguh-sungguh dalam ketaatan berarti berusaha maksimal untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan konsisten. Ketaatan ini mencakup menjalankan ibadah wajib seperti salat, puasa, zakat, serta memperbanyak ibadah sunah seperti membaca Al-Qur'an, zikir, dan sedekah. Selain itu, ketaatan kepada Allah juga berarti memperbaiki akhlak, menjaga hubungan baik dengan sesama, dan menghindari hal-hal yang bisa merusak iman.

 

Allah SWT mencintai orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan berjanji memberikan rahmat dan kemudahan bagi mereka. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. (QS Al-Ankabut: 69)

 

Orang yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan akan merasakan ketenangan hati dan kemudahan dalam hidupnya, karena ia selalu berpegang teguh pada petunjuk Allah dan menjadikan agama sebagai pedoman hidupnya. Ketaatan yang sungguh-sungguh juga akan membentuk karakter yang mulia dan menjadikan dirinya panutan dalam masyarakat.

 

Kesimpulan

 

Keempat langkah ini merupakan tanda keseriusan seseorang dalam memperbaiki diri dan kembali kepada Allah Swt. Dengan meninggalkan teman yang buruk, selalu siap menghadapi kematian, menyesali perbuatan dosa dengan sungguh-sungguh, dan taat kepada Allah, seseorang telah memulai perjalanan menuju kehidupan yang lebih baik dan lebih dekat kepada-Nya. Semoga kita semua diberi kekuatan untuk mengamalkan keempat langkah ini dalam kehidupan kita sehari-hari.

 

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si. 

Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update