Tintasiyasi.ID -- Imam Abu Laits Assamarqandi menjelaskan bahwa seseorang yang telah bertobat dengan tulus dari dosa-dosanya akan menunjukkan beberapa tanda yang mencerminkan kesungguhannya dalam bertobat. Berikut adalah empat tanda seseorang itu benar-benar telah bertobat:
1. Meninggalkan Perbuatan Dosa
dengan Kesungguhan
Tanda pertama dari orang yang
telah bertobat adalah komitmen kuat untuk meninggalkan dosa yang pernah
dilakukannya. Tobat sejati berarti berhenti sepenuhnya dari perbuatan yang
dilarang oleh Allah dan tidak ada niat untuk kembali melakukannya. Orang yang
benar-benar bertobat akan menjauhkan diri dari segala hal yang bisa
menggiringnya kembali kepada perbuatan dosa, serta berusaha menggantinya dengan
perbuatan-perbuatan baik. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam
Al-Qur'an:
“Dan orang-orang yang tidak
terus-menerus mengerjakan apa yang telah mereka kerjakan (dosa itu), sedang
mereka mengetahui.” (QS Ali ‘Imran: 135)
2. Menyesali Dosa yang Telah
Dilakukan
Tobat yang ikhlas disertai dengan
penyesalan mendalam atas dosa-dosa yang telah diperbuat. Penyesalan ini bukan
hanya sekadar perasaan bersalah, tetapi juga kesedihan dan rasa malu yang
mendalam karena menyadari bahwa ia telah melanggar perintah Allah. Orang yang
bertobat akan merasakan ketidaktenangan hati jika mengingat dosa-dosanya, dan
penyesalan ini menjadi bukti bahwa ia benar-benar ingin memperbaiki diri.
Rasulullah SAW bersabda:
“Penyesalan adalah inti dari tobat.”
(HR Ibnu Majah)
3. Berusaha Mengganti Keburukan
dengan Kebaikan
Tanda ketiga orang yang
benar-benar telah bertobat adalah semangat untuk memperbanyak amal kebaikan
sebagai bentuk penebusan atas dosa-dosa yang lalu. Mereka akan berusaha
melakukan amal saleh, seperti shalat, sedekah, puasa sunnah, dan berbuat baik
kepada sesama sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah dan menutupi
kekurangan yang ada. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan
yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS Hud:
114)
Orang yang telah bertobat
memahami bahwa dengan berbuat baik, ia sedang berusaha memperbaiki diri,
mengganti keburukan masa lalunya, dan mendapatkan rida Allah.
4. Meningkatkan Kepekaan Terhadap
Dosa
Tanda keempat dari seseorang yang
telah bertobat adalah meningkatnya kepekaan atau kehati-hatian terhadap dosa,
bahkan terhadap hal-hal yang mungkin mendekati dosa. Mereka menjadi lebih
berhati-hati dalam tindakan, perkataan, dan pikiran mereka, serta lebih peka
terhadap hal-hal yang dilarang oleh Allah.
Kepekaan ini adalah hasil dari
keinginan mereka untuk menjaga tobatnya dan tidak mengulangi kesalahan yang
sama. Orang yang benar-benar bertobat akan selalu berusaha menjaga kesucian
dirinya, merasa takut jika dosa-dosa masa lalu terulang kembali, dan
terus-menerus memohon ampun kepada Allah.
Tanda-tanda ini menggambarkan
proses tobat yang utuh dan kesungguhan hati seseorang untuk kembali kepada
Allah Swt. Dengan tobat yang
sungguh-sungguh dan ikhlas, seorang Muslim akan mendapatkan ampunan dari Allah,
sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS Al-Baqarah: 222)
Bisa mengendalikan lisannya dari
ucapan-ucapan yang tidak berguna menggunjing, dan dusta.
Dalam Islam, menjaga lisan dari
perkataan yang tidak bermanfaat, menggunjing (gibah), dan berdusta (kadzib)
adalah salah satu tanda ketakwaan dan ketaatan kepada Allah Swt. Mengendalikan
lisan dianggap sebagai salah satu upaya utama dalam menjaga kebersihan hati dan
melatih diri untuk selalu berada dalam kebaikan.
Berikut adalah beberapa
penjelasan mengenai pentingnya menjaga lisan serta dampak positifnya bagi
seorang Muslim:
1. Mengendalikan Lisan sebagai
Bentuk Ketaatan kepada Allah
Islam sangat menekankan
pentingnya berbicara hanya yang benar dan bermanfaat. Firman Allah dalam
Al-Qur’an:
"Tidak ada kebaikan pada
kebanyakan pembicaraan mereka, kecuali (pembicaraan) dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mendamaikan di antara
manusia." (QS An-Nisa: 114)
Dalam ayat ini, Allah Swt.
menyatakan bahwa percakapan atau ucapan yang tidak mengandung kebaikan, seperti
menggunjing atau menyebarkan kebohongan, adalah sia-sia. Mengendalikan lisan
berarti menghindari ucapan yang sia-sia dan berfokus pada perkataan yang
mengandung manfaat dan kebaikan.
2. Menjauhkan Diri dari Dosa Gibah
(Menggunjing)
Gibah adalah membicarakan
keburukan atau kekurangan seseorang di belakangnya, yang jika didengar oleh
orang tersebut akan membuatnya tidak suka. Islam mengajarkan bahwa gibah adalah
dosa besar, bahkan disamakan dengan memakan daging saudara sendiri dalam
keadaan mati, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an:
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing
sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS
Al-Hujurat: 12)
Orang yang mampu mengendalikan
lisannya akan menghindari gibah dan berusaha menjaga kehormatan orang lain,
karena memahami bahwa setiap kata akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Menjauhkan diri dari gibah juga akan menjaga hubungan sosial tetap harmonis.
3. Menghindari Perkataan Dusta (Kadzib)
Dusta adalah berkata tidak sesuai
dengan kenyataan dan menyebarkan informasi yang salah. Dusta dalam Islam sangat
dilarang dan dianggap sebagai salah satu sifat munafik. Rasulullah saw. bersabda:
Tanda orang munafik ada tiga:
jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya dia
berkhianat. (HR Bukhari dan Muslim)
Menghindari dusta adalah salah
satu cara menjaga kejujuran, yang merupakan sifat utama orang-orang beriman.
Seorang Muslim yang mengendalikan lisannya akan selalu berusaha berkata jujur
dan tidak menipu, karena memahami bahwa Allah menyukai orang yang jujur.
4. Memilih untuk Berbicara yang
Bermanfaat atau Diam
Rasulullah SAW memberikan nasihat
yang sangat berharga mengenai lisan:
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR Bukhari
dan Muslim)
Hadis ini menekankan bahwa
seorang Muslim seharusnya berbicara hanya jika perkataannya mengandung
kebaikan, dan jika tidak, lebih baik diam. Diam di sini bukan sekadar menahan
diri dari berkata, tetapi merupakan wujud kesadaran bahwa setiap kata akan
diperhitungkan.
5. Dampak Positif dari Menjaga
Lisan
Menjaga lisan memiliki dampak
positif yang besar, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, di antaranya:
* Mendekatkan Diri kepada Allah: dengan
menjaga lisan, seorang Muslim menunjukkan ketaatan kepada perintah Allah dan
menjauhi hal-hal yang dilarang, sehingga membuatnya lebih dekat kepada-Nya.
* Meningkatkan Kepercayaan Diri
dan Reputasi: orang
yang selalu berbicara jujur dan menghindari gibah atau dusta akan lebih
dihormati dan dipercaya oleh orang lain.
* Menjaga Kedamaian dan
Keharmonisan Sosial: dengan
menghindari gibah dan ucapan yang sia-sia, hubungan dengan sesama akan menjadi
lebih harmonis dan penuh saling pengertian.
6. Tips untuk Mengendalikan Lisan
* Bertafakur sebelum berbicara: biasakan
untuk berpikir terlebih dahulu apakah apa yang akan dikatakan itu baik atau
tidak. Jika ragu-ragu, lebih baik memilih untuk diam.
* Perbanyak zikir dan membaca Al-Qur'an:
dengan memperbanyak zikir
dan membaca Al-Qur'an, hati akan menjadi tenang, dan kecenderungan untuk
berbicara sia-sia akan berkurang.
* Bersahabat dengan orang-orang
saleh: teman yang saleh
dan baik akan selalu mengingatkan kita untuk menjaga lisan dan tidak melakukan
dosa-dosa lisan seperti gibah atau dusta.
* Mengukur dampak perkataan:
pikirkan dampak dari apa yang akan dikatakan kepada orang lain. Jika perkataan
itu berpotensi menyakiti atau merugikan, sebaiknya dihindari.
Menjaga lisan dari ucapan-ucapan
yang tidak bermanfaat adalah salah satu cara yang sangat efektif untuk
memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas keimanan. Semoga kita semua
diberikan kekuatan oleh Allah Swt.
untuk mampu mengendalikan lisan kita dan berbicara hanya yang bermanfaat.
Meninggalkan teman-temannya yang
berperangai dan berperilaku jelek. Selalu siap menghadapi mati, menyesali semua
perbuatan yang tidak baik disertai permohonan ampun dan bersungguh-sungguh taat
kepada Allah Swt.
Meninggalkan teman-teman yang
memiliki perangai dan perilaku buruk, siap menghadapi kematian, menyesali
perbuatan buruk, dan bersungguh-sungguh dalam ketaatan adalah bagian dari
proses memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Langkah-langkah ini menunjukkan
kesadaran yang mendalam akan pentingnya hidup dengan penuh makna dan ketakwaan,
terutama dalam rangka mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Berikut
adalah penjelasan mengenai langkah-langkah tersebut:
1. Meninggalkan Teman yang Berperilaku
Buruk
Pergaulan memiliki pengaruh besar
terhadap keimanan dan perilaku seseorang. Dalam Islam, teman yang buruk bisa
mengarahkan kita kepada perilaku yang tidak baik dan menjauhkan dari ketaatan
kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
Seseorang itu mengikuti agama
teman dekatnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan siapa
yang dia jadikan teman dekat. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
Meninggalkan teman-teman yang
berperilaku buruk adalah salah satu bentuk ketegasan dalam menjaga keimanan dan
ketakwaan. Teman yang baik adalah mereka yang mengingatkan kita untuk taat
kepada Allah, menghindari kemaksiatan, dan mengajak dalam kebaikan. Ketika
seseorang meninggalkan teman-teman yang buruk dan mencari lingkungan yang lebih
positif, ia akan lebih mudah untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas
ibadahnya.
2. Selalu Siap Menghadapi
Kematian
Kesadaran akan kematian menjadi
dorongan bagi seorang Muslim untuk senantiasa memperbaiki diri dan meningkatkan
amal kebaikan. Kematian adalah kepastian yang tidak bisa dihindari, dan kita
tidak tahu kapan waktunya akan tiba. Oleh karena itu, seorang Muslim yang
bijaksana selalu mempersiapkan diri untuk menghadapinya dengan senantiasa
berada dalam ketaatan. Allah SWT berfirman:
Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. (QS Al-Ankabut: 57)
Kesadaran akan kematian
menjadikan seseorang lebih serius dalam beribadah dan lebih berhati-hati dalam
perbuatannya. Orang yang siap menghadapi kematian tidak akan menunda-nunda
untuk bertobat dan tidak akan menyepelekan dosa, bahkan yang sekecil apa pun.
3. Menyesali Semua Perbuatan yang
Tidak Baik Disertai Permohonan Ampunan
Tobat dan penyesalan adalah
bagian dari perjalanan spiritual yang sangat penting dalam Islam. Allah SWT
selalu membuka pintu ampunan bagi hamba-Nya yang bertobat dengan tulus.
Menyesali dosa adalah tanda keimanan yang menunjukkan bahwa hati seseorang
masih peka dan takut akan murka Allah. Penyesalan ini bukan hanya sekadar
perasaan, tetapi disertai dengan upaya untuk tidak mengulangi kesalahan yang
sama dan memohon ampunan kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Allah berfirman:
Dan bertobatlah kamu sekalian
kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung. (QS An-Nur:
31)
Penyesalan yang tulus menunjukkan
bahwa seseorang berkomitmen untuk berubah dan berusaha mengganti keburukan
dengan amal saleh. Dengan selalu meminta ampunan dan tidak berputus asa dari
rahmat Allah, ia akan mendapatkan kedamaian dalam hati dan ketenangan jiwa.
4. Bersungguh-sungguh Taat kepada Allah Swt.
Bersungguh-sungguh dalam ketaatan
berarti berusaha maksimal untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya dengan konsisten. Ketaatan ini mencakup menjalankan ibadah wajib
seperti salat, puasa, zakat, serta memperbanyak ibadah sunah seperti membaca
Al-Qur'an, zikir, dan sedekah. Selain itu, ketaatan kepada Allah juga berarti
memperbaiki akhlak, menjaga hubungan baik dengan sesama, dan menghindari
hal-hal yang bisa merusak iman.
Allah SWT mencintai orang-orang
yang bersungguh-sungguh dalam ketaatan dan berjanji memberikan rahmat dan
kemudahan bagi mereka. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
Dan orang-orang yang
bersungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. (QS Al-Ankabut: 69)
Orang yang bersungguh-sungguh
dalam ketaatan akan merasakan ketenangan hati dan kemudahan dalam hidupnya,
karena ia selalu berpegang teguh pada petunjuk Allah dan menjadikan agama
sebagai pedoman hidupnya. Ketaatan yang sungguh-sungguh juga akan membentuk
karakter yang mulia dan menjadikan dirinya panutan dalam masyarakat.
Kesimpulan
Keempat langkah ini merupakan
tanda keseriusan seseorang dalam memperbaiki diri dan kembali kepada Allah Swt. Dengan meninggalkan teman
yang buruk, selalu siap menghadapi kematian, menyesali perbuatan dosa dengan
sungguh-sungguh, dan taat kepada Allah, seseorang telah memulai perjalanan
menuju kehidupan yang lebih baik dan lebih dekat kepada-Nya. Semoga kita semua
diberi kekuatan untuk mengamalkan keempat langkah ini dalam kehidupan kita
sehari-hari.
Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT
Lirboyo