TintaSiyasi.id -- Terkait persoalan susu sapi dibuang para peternak yang terjadi di Boyolali, Jawa Tengah (Jateng), Direktur Siyasah Institute Iwan Januar angkat bicara mengunglapkan dua hal yang perlu diperhatikan pemerintah.
"Ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, menyangkut standar industri yang harus dipenuhi oleh produk susu lokal, harus benar-benar tercapai," tuturnya kepada Tintasiyasi.id, Senin (12/11/2024).
Ia mengatakan, pemerintah mesti meningkatkan kualitas produk susu lokal melalui bimbingan, pengawasan, hingga bantuan modal dan teknologi bagi peternak sapi dan pengusaha susu lokal, sehingga ketergantungan pada impor bisa dihentikan. Pemerintah harus membantu para peternak sapi dan pengusaha susu lokal agar dapat meningkatkan kualitas produknya.
"Perlu bimbingan, pengawasan mutu, bantuan modal dan teknologi agar produk susu lokal semakin meningkat kualitasnya. Dengan begitu maka ketergantungan pada produk impor dapat dihentikan," ujarnya.
Seperti diketahui, peternak sapi perah dan pengepul susu di Jawa Tengah ramai-ramai melakukan aksi mandi susu pada Sabtu lalu (9/11), memprotes adanya batasan kuota pengiriman susu ke pabrik dan Industri Pengolahan Susu (IPS). Mereka kecewa karena pembatasan menyebabkan serapan susu sapi lokal berkurang sehingga mereka terpaksa membuang susu stok hingga puluhan ton. Peternak dan pengepul susu berharap pemerintah dan industri pengolahan mengutamakan produksi susu lokal untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negeri.
Jika ditinjau dari sisi bisnis, kata Iwan, setiap perusahaan pengolahan susu menginginkan pasokan susu yang berkualitas lalu memilih produk impor karena faktor efisiensi merupakan hal normal. Mereka lebih memilih produk susu skim ketimbang susu cair, imbuhnya, karena faktor biaya dan penyimpanan sebab susu bubuk atau skim lebih tahan lama disimpan ketimbang susu cair. Karena itu, menurutnya, pemerintah harus membantu para peternak sapi dan pengusaha susu lokal agar dapat meningkatkan kualitas produknya.
"Nah, ini tantangan bagi para produsen susu lokal untuk mengembangkan teknologi agar bisa memproduksi susu skim yang dibutuhkan industri pengolahan susu," ungkapnya.
Kedua, pemerintah harus menelusuri dugaan adanya mafia atau kartel susu impor yang bermain dalam pasokan industri susu dalam negeri, lalu memberantasnya. Jangan sampai ditolaknya produk susu lokal karena ada kartel susu impor yang mencari rente (keuntungan). Mereka tidak peduli dengan swasembada atau kemandirian pangan, yang penting meraup keuntungan.
"Nah, ini tugas negara untuk memberantasnya sehingga produk susu lokal menjadi bahan baku industri dalam negeri," ujarnya.
Tak Punya Visi
Polemik susu lokal tergilas susu impor yang diduga tak terlepas dari kemudahan aturan impor yang ditetapkan pemerintah ini dinilai Iwan Januar menunjukkan ketidakjelasan visi membangun kedaulatan pangan. Inilah wajah pemerintah yang tidak punya visi jelas dalam membangun kedaulatan pangan.
Terkait program makan bergizi gratis (MBG) yang kebutuhan susunya justru akan dipenuhi dari impor, misalnya, menurutnya Iwan pemerintah harusnya menyiapkan program yang rinci dari mulai hulu sampai hilir, bukan sekadar karena kampanye yang asal populis.
"Programnya sediakan makanan bergizi untuk rakyat, tapi malah mengimpor, bukannya mengandalkan produk lokal. Mestinya disiapkan dari mulai hulu sampai hilir program makan bergizi gratis ini. Jangan malah asal buat tanpa program yang jelas dan rinci," ungkapnya.
Pembenahan
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah mesti melakukan pembenahan dua hal terkait persoalan produk susu lokal ini. Pertama, kualitas dan kuantitas susu lokal agar berkualitas bahkan bisa bersaing dengan produk impor. Seperti yang sudah jelas, para pemilik industri pengolahan susu lebih memilih produk susu skim ketimbang cair. Artinya, ini juga bicara soal produksi.
Kedua, pemerintah harus membantu para produsen susu lokal agar produk mereka dapat terserap oleh pasar dalam negeri secara lebih luas. Di antaranya mengampanyekan program minum susu, termasuk harus disupport oleh negara. Apalagi Indonesia masih menghadapi persoalan gizi buruk dan stunting.
"Nah, penyediaan susu gratis yang diselenggarakan negara bisa membantu penyerapan produk susu lokal," terangnya.
Ia menegaskan, negara harusnya punya ideologi yang jelas sehingga bisa mengurusi rakyat dengan seksama. Dalam negara kapitalis seperti Indonesia hari ini, pemenuhan kebutuhan pokok dan sekunder rakyat diserahkan kepada individu rakyat dan swasta. Negara hanya berperan amat minim, sehingga menurutnya, rakyat harus berjibaku memenuhi kebutuhan hidup, sementara swasta diberi peluang besar berdagang dengan rakyat. Padahal, imbuhnya, negara mestinya membantu rakyat karena tidak semua anggota masyarakat punya kemampuan untuk survive.
"Negara harus punya ideologi yang jelas, yang meri'ayah rakyatnya, membangun kedaulatan pangan, dan melindungi produk dalam negeri. Itu hanya bisa dengan Islam karena cuma Islam yang mewajibkan negara untuk mengurus rakyatnya dengan seksama, termasuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok dan sekunder baik dengan membuka lapangan kerja ataupun insentif dari negara," pungkasnya.[] Saptaningtyas