Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Beda LHKPN Era Khalifah Umar dengan Pemerintah Indonesia

Selasa, 26 November 2024 | 14:38 WIB Last Updated 2024-11-26T07:39:42Z

TintaSiyasi.id-- Salah satu instrumen pencegahan korupsi yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Namun, sistem tersebut tidak membuat korupsi mereda tetapi makin berkembang.

Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto menilai LHKPN di Indonesia hanyalah pencatatan semata tanpa aksi. Lantas, ia pun membandingkan laporan kekayaan pejabat di Indonesia dengan era Khalifah Umar bin Khattab r.a. 

"Kalau masa Umar itu dia dicatat diawal kemudian dicatat juga diakhir," ucapnya dalam video Cara Islam Memberantas Mafia Peradilan! di kanal YouTube UIY, Selasa (19/11/2024).

Lanjutnya, ia menjelaskan Umar pernah mempertanyakan bawahannya yang menjabat sebagai Gubernur Bahrain Abu Hurairah RA. Umar curiga dengan adanya kelebihan kekayaan yang tidak wajar. 

"Ketika ada kelebihan yang tidak wajar sebagaimana dia jumpai kepada penguasa Bahrain pada waktu itu, penguasa itu diminta menjelaskan darimana kau dapatkan harta ini?" terangnya.

Ia mengatakan, dalam kisahnya Abu Hurairah harus memberikan bukti bahwasanya dia tidak melakukan korupsi. 

"Beda dengan sekarang (pemerintah Indonesia) jaksa yang harus membuktikan pejabat tidak korupsi," terangnya.

Menurutnya, ia menilai permasalahan LHKPN di Indonesia makin tidak jelas ketika  terdapat salah satu pasal Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dihapus yakni terkait ketentuan mengenai pembuktian terbalik. 

"Pasal pembuktian terbalik, bahwa yang bersangkutan harus membuktikan darimana uang dia dapat. Belakangan dihapus kenapa? Saya kira anggota DPR tahu persis bukan orang lain (yang akan kena korupsi) tapi mereka sendiri juga bisa kena," jelasnya 

Adapun, bapak empat anak ini menilai mantan Presiden Jokowi juga harus melaporkan kekayaannya sebelum selesai masa jabatan. Karena sekarang makin banyak cara untuk menyembunyikan kekayaan dengan atas nama salah satu keluarganya.

"Saat diatasnamakan keluarganya tidak dianggap kekayaan dia, mestinya penegak hukum juga mengejar kalau diatasnamakan anaknya darimana anaknya dapat. Itu yang jualan pisang itu kekayaannya sampai berapa puluh miliar darimana dia dapat, itu yang harus dikejar," tutupnya.[] Taufan

Opini

×
Berita Terbaru Update