Tintasiyasi.ID -- Jurnalis dan pemerhati politik internasional Rif'an Wahyudi mengamati maraknya sorotan di berbagai media sosial tentang 'Aynal Muslimun', apa harus diperbuat untuk Palestina.
"Sebab, kondisi fisik saudara kita selama 13 bulan ini rata bangunannya untuk di Gaza kemudian multidimensi semua kesengsaraan itu dirasakan, 'Aynal Muslimun', apa yang harus Muslimin perbuat?" bebernya pada channel YouTobe Pusat Kajian dan Analis Data bertajuk Aynal Muslimun, Sabtu (23/11/2024)
"Ini adalah kampanye yang secara masif dilakukan, dan akan terus dilakukan. Untuk menyapa kaum Muslim sedunia sebetulnya, itu adalah peringatan kepada seluruh Muslim, terutama kepada penguasanya," terangnya
Karena, jelasnya, mereka tidak memberikan bantuan sedikit pun, kalau toh membantu hanya bantuan kemanusiaan dan hal yang remeh-temeh, padahal kan diseru oleh sebagian kalangan, tetapi tidak bergerak sama sekali. Negeri-negeri kaum Muslim yang memiliki kekuatan power militer, katakanlah sebagaimana Mesir, Turki, yang terbaru Perdana Menteri Israel itu ditolak ya. Ini masih termasuk gimmick politik. Kemudian Pakistan sebagai negara nuklir termasuk Indonesia sebenarnya, tidak tergerak sama sekali.
"Sehingga ini suatu panggilan yang tidak merupakan panggilan hangat lagi, ini merupakan panggilan panas. Di mana kaum Muslim ini, mereka kok tidak empati terhadap penderitaan saudara Muslim yang tidak hanya setengah mati mungkin 90 persen sudah sekarat," keluhnya.
"Kalau kita melihat kampanye yang begitu rupa, mungkin tidak tegel. Sehingga Aynal Muslimun ini menjadi cambuk bagi kaum Muslim yang jumlahnya dua miliar di dunia, tetapi hanya seperti buih di lautan," sesalnya
Sehingga, itu merupakan pertanyaan atau bahkan menakutkan di akhirat nanti anak-anak Palestina mempertanyakan di mana kaum Muslim. "Kok, tidak ada yang memberikan pertolongan. Katanya innamal mukminuna ikhwatun, katanya bersaudara. Sehingga mereka sudah sendirian kalau tidak memiliki tunel-tunel baja. Kota bawah tanah itu mungkin sudah genosida itu bener-bener terlaksana. Dengan berbagai macam kejahatan yang begitu rupa ini adalah tidak boleh dihentikan, seruan ini untuk mengingatkan kembali secara tidak hanya keras dan hangat tapi seruan panas ini Aynul Muslimun," bebernya.
Hikmah
Secara historis perjuangan Palestina sejak kemerdekaan Israel menjadikan kanker di dalam tubuh kaum Muslim di wilayah Asia Barat.
"Sejak tahun 1948 kemudian berlanjut pada tahun-tahun berikutnya tahun 1956, 1967, 1973 dan sebagainya. Kemudian ada intifadah 1, intifadah 2, yang baru kemarin memasuki babak perjuangan yaitu tufan Al-Aqsa 7 Oktober 2023. Sudah satu tahun lebih berarti melihat seperti itu menjadi suatu problem dunia yang sampai sekarang juga belum terselesaikan secara tuntas. Yang ini akan menjadi PR bagi kaum Muslim," bebernya.
Rif’an mengatakan setidaknya ada 3 hikmah. "Pertama, secara pendidikan edukasi publik problem Palestina sampai sekarang tidak terselesaikan, tidak hanya tuntas, belum ada tanda-tanda berakhirnya penderitaan bangsa Palestina yang ini adalah merupakan pelecehan kepada kemanusiaan. Kalau publik dunia sudah mulai ada empati, ini adalah salah satu kemenangan kaum Muslim yang bisa kita petik," ucapnya.
Kedua, opini dunia, yang tidak pernah terjadi sebelum tufan Al-Aqsa. "Bagaimana termasuk dari lapangan diplomasi di PBB, meskipun sebelum-sebelumnya itu selalu di veto resolusi tentang keberpihakan kepada Palestina," ujarnya.
Ketiga, kemenangan sudah didapat. "Demo-demo dari seluruh kota-kota besar di negara-negara dunia, akhirnya PBB juga memutuskan bahwa Israel pelaku genosida. Termasuk memberikan pengakuan kepada Palestina di perwakilan PBB, ini adalah kemenangan diplomatis," terangnya.
“Tetapi Ini pun masih berupa gimmick politik kalau dari sisi global itu. Belum masuki substansi masalah. Dalam arti pengentasan masalah dari program Palestina tersebut,” timpalnya.
Ia mengatakan, dari opini mendunia seperti itu ternyata banyak yang convert to Islam. "Jadi gelombang orang-orang masuk Islam karena, ini manusia jenis apa orang-orang Palestina itu begitu tabah. Artinya menjadikan mereka itu mempelajari Islam kemudian mereka dengan dapatnya Hidayah dari Allah maka kemudian mereka masuk Islam," tuturnya.
“Ini adalah data statistik untuk yang diperlukan oleh banyak pihak, tetapi jumlah lonjakan dari orang-orang mulai dari berbagai ras sampai Korea, Jepang mereka yang masuk Islam ini adalah sesuatu yang menggembirakan,” katanya.
Sebab tidak terprediksikan sebelumnya, lanjutnya. Sehingga komunitas kaum Muslim di populasi dunia terus bertambah. "Ini yang menggembirakan. Benua biru Eropa itu juga merasakan kekhawatiran kalau akan menjadi benua Muslim," sebutnya.
Lanjut dikatakan, pesan dari Aynal Muslimun paling tidak sebagai pengingat bagi kaum Muslim mewujudkan rasa keimanan dan juga kepada sesamanya, namanya saudara.
“Selama ini kalau masyarakat di Indonesia, ya opini dan pembangunan politik dengan menyerukan untuk persatuan dunia, mereka kaum Muslim dilibatkan indictment-nya terhadap perjuangan Palestina,” katanya.
Yang itu seolah-olah, lanjutnya, sudah hampir terlupakan. Harus diingatkan hal tersebut belum tuntas, belum selesai, meskipun berita-berita Tel Aviv dll, yang juga pengiriman roket dan sebagainya itu belum menggembirakan sepenuhnya.
"Termasuk adanya pemecatan menteri peperangan. Itu pun di dalam mereka punya problem," ungkapnya.
“Sebenarnya mereka itu tidak mempunyai kekuatan. Sehingga kita harus yakin ke depan kalau dari sisi solusi tuntasnya bahwa, ini adalah merupakan bagian dari problem kaum Muslim, meskipun itu semua di Asia Barat akan memicu Perang Dunia Ketiga. Maka ini harus disadari oleh kaum Muslim ini masih merupakan bagian cabang dari sebuah qadhiah mashiriyah. Sebuah problem utamanya belum diterapkannya syariat Islam,” tekannya.
Lalu dikatakan, kalau ada Syariah Islam, maka junnah atau perisai bagi warga Palestina dan seluruh warga kaum Muslim di dunia itu akan terlindungi.
“Sehingga kalau solusi praktisnya ya memang jihad dan khilafah itu. Karena ini adalah solusi yang paten, kalau sebagai obat begitu ya solusi tuntas, dan Insyaallah tidak akan menimbulkan masalah lagi,” tegasnya.
Karena untuk menuju ke sana, katanya, maka pembangunan opini harus digalakkan, kesadaran termasuk opini lintas negara yang tidak hanya didominasi oleh media-media Barat.
"Kalaupun kemarin media sosial berperan sebagai penyeimbang media konvensional, ini adalah merupakan kegemaran, meskipun sebagian itu mereka kontrol. Di banned macam-macam, tapi kebenaran itu akan mencari jalannya sendiri," yakinnya.
“Insyaallah ini adalah optimismenya bahwa satu tahun lebih ini Israel itu kuat, itu adalah mitos. Ini optimismenya harus kita sebar luaskan, kepada seluruh kaum Muslim di dunia,” tutupnya.[] Titin Hanggasari