TintaSiyasi.id -- Kemiskinan menjadi salah satu masalah global yang terus membelenggu, terutama di negara-negara berkembang. Namun, penyebab utama kemiskinan sering kali tidak diungkap secara tuntas. Salah satu penyebab utama kemiskinan yang berlangsung secara sistemik adalah penerapan sistem ekonomi kapitalisme.
Dalam sistem ini, prinsip yang berlaku adalah “yang kuat yang menang,” di mana keuntungan hanya dinikmati oleh segelintir elite penguasa ekonomi, sedangkan rakyat kecil terus terpinggirkan.
Negara, alih-alih menjadi pelindung rakyat, hanya berfungsi sebagai regulator yang memfasilitasi para pemilik modal. Dalam artikel ini, akan dijelaskan bagaimana kapitalisme menjadi akar kemiskinan, serta solusi yang ditawarkan oleh sistem ekonomi Islam.
Akar Kemiskinan yang Terstruktur
Kemiskinan hari ini bukan hanya soal kurangnya pendapatan atau kesempatan bekerja, tetapi lebih dari itu, merupakan dampak langsung dari penerapan sistem kapitalisme yang memusatkan kekayaan pada segelintir orang.
Sistem ini mendorong privatisasi sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik publik. Di Indonesia, kekayaan sumber daya alam seperti tambang, minyak, dan gas yang seharusnya dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat, justru diserahkan kepada perusahaan asing atau korporasi besar melalui kebijakan-kebijakan yang pro-kapitalis.
Akibatnya, keuntungan dari sumber daya ini tidak dirasakan oleh rakyat, melainkan hanya dinikmati oleh pihak asing dan elite lokal. Sementara itu, rakyat harus membayar mahal untuk kebutuhan energi, air, dan bahan pokok lainnya, yang seharusnya bisa tersedia dengan harga terjangkau jika negara mengelolanya secara langsung.
Kapitalisasi Sektor Pertanian
Selain itu, kapitalisme juga mencengkram sektor pertanian dari hulu hingga hilir. Petani, yang seharusnya menjadi tulang punggung ketahanan pangan, justru terjebak dalam lingkaran kemiskinan.
Harga pupuk dan sarana produksi pertanian (saprotan) yang mahal, serta ketergantungan pada produk impor, membuat petani sulit mendapatkan keuntungan.
Bahkan, pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan dampak lingkungan sering kali merugikan petani. Contohnya adalah proyek-proyek besar yang menyebabkan banjir di area pertanian, sehingga hasil panen gagal dan petani merugi.
Akibatnya, kemiskinan di kalangan petani bukan hanya insidental, tetapi sudah menjadi masalah struktural yang sulit diatasi dalam kerangka kapitalisme.
Ketergantungan pada Negara Lain
Harapan untuk mengentaskan kemiskinan melalui kerja sama internasional seperti forum G20 juga tidak realistis. Sebagian besar negara yang tergabung dalam forum ini sama-sama berpegang pada prinsip kapitalisme, di mana setiap negara hanya peduli pada kepentingan nasionalnya sendiri.
Dalam kapitalisme, tidak ada istilah "makan siang gratis." Setiap bantuan atau investasi yang ditawarkan oleh negara-negara maju selalu disertai dengan syarat-syarat yang menguntungkan pemberi, tetapi merugikan penerima.
Contohnya adalah hutang luar negeri yang sering kali menjadi beban berat bagi negara-negara berkembang. Alih-alih membantu, sistem ini justru memperdalam jurang ketergantungan dan kemiskinan.
Solusi Islam
Berbeda dengan kapitalisme, sistem ekonomi Islam menawarkan solusi yang komprehensif untuk mengatasi kemiskinan. Dalam Islam, negara memiliki peran sentral dalam mengelola kekayaan sumber daya alam demi kesejahteraan rakyat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu." (QS. Al-Hasyr: 7)
Ayat ini menegaskan bahwa dalam Islam, distribusi kekayaan harus merata, dan negara berperan aktif untuk memastikan tidak ada monopoli oleh segelintir orang.
Dalam sistem Islam, sumber daya alam seperti tambang, minyak, gas, dan air adalah milik publik yang tidak boleh diprivatisasi. Negara bertanggung jawab mengelola kekayaan ini dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Sistem ekonomi Islam juga menyediakan mekanisme yang memastikan negara memiliki sumber pemasukan yang cukup tanpa harus bergantung pada hutang luar negeri. Pemasukan utama negara Islam meliputi:
Pertama, zakat. Merupakan kewajiban bagi umat Muslim yang sudah sampai nisabnya, yang zakat ini peruntukannya sesuai hukum syarak.
Kedua, kharaj. Pajak yang dipungut oleh negara dari keuntungan hasil dari tanah yang dikelola oleh non muslim atau hasil produksi dari tanah yang dimiliki negara. Yanga pajak ini akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan masyarakat.
Ketiga, ghanimah dan fai. Pendapatan dari perang atau harta rampasan yang dikelola secara adil untuk kemaslahatan umat.
Keempat, kepemilikan umum. Pendapatan dari pengelolaan sumber daya alam yang menjadi milik bersama rakyat.
Dengan sistem ini, negara tidak hanya mampu menjamin kebutuhan dasar rakyat, tetapi juga menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif. Islam memandang kerja sebagai ibadah, dan negara bertanggung jawab memastikan setiap individu memiliki akses terhadap pekerjaan yang layak.
Sistem ekonomi Islam juga memastikan kebutuhan dasar setiap individu terpenuhi, termasuk sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.
Negara Islam tidak akan membiarkan rakyatnya terjerumus dalam kemiskinan karena negara bertanggung jawab secara langsung terhadap kesejahteraan mereka. Kebijakan yang diambil selalu didasarkan pada prinsip keadilan, kesejahteraan, dan ridha Allah SWT, bukan sekadar keuntungan material.
Kemiskinan yang terjadi saat ini adalah dampak langsung dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang tidak adil. Sistem ini menciptakan kesenjangan sosial, ketimpangan kekayaan, dan penderitaan bagi rakyat kecil.
Solusi yang ditawarkan oleh kapitalisme sendiri, baik melalui kerja sama internasional atau privatisasi, hanya memperburuk keadaan. Sebaliknya, sistem ekonomi Islam menawarkan solusi nyata yang didasarkan pada keadilan, pemerataan, dan kesejahteraan.
Dengan pengelolaan sumber daya alam oleh negara, sumber pemasukan yang kuat, dan jaminan kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat, Islam mampu menghadirkan sistem ekonomi yang bebas dari kemiskinan.
Sudah saatnya umat Muslim memahami dan memperjuangkan penerapan sistem ini untuk mengakhiri kemiskinan yang terus membelenggu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur'an, kesejahteraan hanya akan terwujud jika harta tidak hanya berputar di tangan segelintir orang, melainkan didistribusikan secara merata untuk kemaslahatan umat.
Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Ema Darmawaty
Praktisi Pendidikan