Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Wakil Rakyat Seharusnya Merakyat

Jumat, 18 Oktober 2024 | 07:21 WIB Last Updated 2024-10-18T00:21:39Z

TintaSiyasi.id -- Tak lama lagi rezim pemerintahan Jokowi akan segera berakhir. Pada tanggal 20 Oktober 2024 nanti, rezim pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto pun akan segera terbentuk. Sebelumnya, para wakil rakyat yang baru juga sudah resmi dilantik. Banyak muka-muka lama yang menghiasi formasi wakil rakyat yang dilantik ini. Yang cukup menjadi perhatian adalah para wakil rakyat baru ini, ternyata 60 persennya adalah pengusaha. Selain itu terindikasi 174 orang diantaranya terhubung dengan politik dinasti. Ini tak aneh karena dalam sistem hari ini, wakil rakyat dipilih bukan karena kemampuannya, namun karena kekayaan atau jabatan atau juga kegunaannya dalam mekanisme politik transaksional.

Kekerabatan yang juga kental di tubuh wakil rakyat ini tentu saja akan menjadi masalah. Sebabnya tentu karena keterpilihan mereka lebih banyak terjadi bukan karena faktor kapasitas. Bisa saja wakil rakyat yang terpilih ini malah tidak memiliki pengetahuan sama sekali terhadap skema kerja DPR itu sendiri. Dampaknya, wakil rakyat seperti ini cukup mengandalkan kehadirannya untuk sekadar menggugurkan kewajiban tugas. Mereka tidak memberikan partisipasi dan masukan dalam menyampaikan aspirasi rakyat.

Seperti kutipan lirik lagu Iwan Fals yang sering kita dengar, “Wakil rakyat seharusnya merakyat, Wakil rakyat kumpulan orang hebat, Bukan kumpulan teman-teman dekat, Apalagi sanak famili. Di hati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam.

Melihat kenyataan yang tengah terjadi, banyak yang pesimis bahwa keadaan akan jadi lebih baik, terutama kalangan Muslim yang kritis. Pasalnya, pemerintahan baru, termasuk para wakil rakyat yang baru, sudah pasti menjalankan sistem lama yang sudah ditetapkan (status quo), yakni sistem demokrasi-sekuler kapitalisme.

Anggota DPR adalah wakil rakyat dalam menyampaikan aspirasi rakyat. Tak hanya itu mereka juga membuat aturan berupa Undang-undang yang erat kaitannya dengan kemaslahatan rakyat. Realita hari ini, ada banyak hubungan antara satu dengan yang lain, sehingga rawan konflik kepentingan. 

Apalagi hari ini bisa dikatakan tidak ada oposisi bagi rezim yang berkuasa, semua menjadi koalisi. Siapa yang berpihak pada rakyat kalau semua berada dalam satu barisan yang sama? Yang tentu saja membela kepentingan oligarki. Rakyat terabaikan dan tak mampu melawan. Ketikapun rakyat melawan maka akan dibungkam bahkan dikriminalisasi seperti yang terjadi pada para ulama dan ormas yang membela rakyat.

Sesungguhnya selain terbukti gagal, sistem demokrasi-sekuler kapitalisme pun jauh dari nilai-nilai ajaran Islam. Dalam sistem ini juga sudah pasti sulit diharapkan syariat Islam bisa diterapkan secara menyeluruh. Nyatanya tanpa penerapan syariat Islam secara kafah atau menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan, maka bisa dipastikan tidak akan ada perubahan ke arah yang lebih baik bagi bangsa dan negeri ini.

Jelas hal tersebut berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam ada Majelis Ummah, yang menjadi wakil rakyat,dipilih oleh rakyat karena merupakan representasi umat. Tugasnya menyampaikan aspirasi, namun tidak memiliki wewenang untuk membuat aturan. Karena kedaulatan semata berada di tangan Allah SWT. 

Tugas menyampaikan aspirasi ini betul-betul dalam rangka memberikan yang terbaik untuk rakyat. Tidak sarat kepentingan penguasa dan mengabaikan rakyat yang diwakilinya seperti dalam sistem demokrasi sekular kapitalis. semua itu hanya akan dapat terwujud dalam bingkai daulah Islam dalam bentuk negara khilafah yang akan membawa kemaslahatan untuk semua. Wallahu a'lam. []


Lia Julianti
Aktivis Muslimah Perindu Surga Tamansari

Opini

×
Berita Terbaru Update