TintaSiyasi.id -- Menyikapi permohonan maaf Presiden Jokowi saat bagi-bagi bantuan beras di wilayah Kalimantan Timur, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto mengatakan bahwa presiden tidak cukup hanya meminta maaf kepada rakyat.
"Presiden tidak cukup hanya meminta maaf kepada rakyat kalau pakai perspektif zawajir dan jawabir," ujarnya di YouTube UIY Official: Jokowi Minta Maaf, Cukupkah? Ahad (29/9/2024)
UIY mengisahkan tentang enam keluarga Rohadi yang dibantai Philipus hanya karena anak-anaknya Rohadi merusak tanaman singkongnya. Philipus, terdakwa pembunuh keluarga Rohadi, bertepuk tangan ketika hakim ketua menjatuhkan vonis hukumn penjara seumur hidup terhadap dirinya.
"Coba, gara-gara singkong dan singkong itu masih kecil-kecil buahnya, tetapi karena itulah, tidak ada hukuman yang membuat mereka itu jera atau zawajir. Jadi, mudah sekali melakukan pembunuhan," katanya.
Kedua, fungsi jawabir, penebus. Jadi, hukuman dunia akan membuat kafarat bagi hukuman di akhirat yang jauh lebih besar siksanya. Itulah kenapa Ma'is bin Malik Al Islami datang kepada bagian Rasulullah mengaku bahwa dia telah berzina. Walaupun Nabi tidak percaya begitu saja. Kemudian UIY sapaan akrabnya membacakan hadis yang diceritakan, Ibnu Abbas ra.
Ibnu berkata, “Ketika Ma’iz datang kepada Rasulullah (mengaku zina)."Tahukah kamu apa itu zina?"
"Saya tahu"
“Seperti masuknya jarum ke tempat celak, atau timba ke sumur?”
“Iya.”
“Apakah kamu tahu apa itu zina?”
“Iya. Yakni aku bersetubuh dengannya (perempuan) yang haram seperti bersetubuh dengan perempuan halal.”
“Lantas apakah yang kamu inginkan dari ucapanmu ini?”
“Aku ingin Engkau membersihkanku (menerapkan hukum Allah).”
UIY menegaskan bahwa Ma'iz bin Malik meminta hukuman dalam rangka untuk mensucikan diri. Ma'iz paham betul bahwa hanya itulah satu-satunya cara untuk dia dapat terhindar dari hukuman di akhirat yang jauh lebih berat siksaannya.
"Kalau kita membaca kitab Al-Jannah wannah disana ada hadis yang mengatakan bahwa hukuman yang paling ringan di akhirat itu dipakaikan terompah atau alas kaki dari api neraka dan itu cukup membuat otak mendidih dan siapa saja yang mendapatkan hukuman semacam itu dia merasa ini hukuman yang paling berat, padahal itu paling ringan," ungkapnya.
Jadi lanjutnya, Ma'iz bin Malik Al-Islami sedang menyongsong hukuman. Ketika dia menjelang dirazam, datang sahabat dan mengatakan, 'Wahai Ma'is, kalau sumpahmu tiga kali maka engkau akan bebas'. Lalu Ma'iz tetap empat kali bersumpah. Ketika dirajam dia sempat lari karena kesakitan hingga Nabi memerintahkan Ma'iz dikubur hingga dada lalu kembali dirajam hingga mati.
"Pada kasus lain, yaitu pada perempuan suku Ghomid, namanya Ghomidiyah. Dia sudah mengaku berzina dan ditunjukkan bahwa dia sedang hamil. Lalu oleh Nabi diminta datang lagi setelah melahirkan. Setelah dia datang setelah melahirkan, tapi Nabi menunda lagi sampai selesai menyusui. Jadi, dia menunggu tiga tahun sembilan bulan. Bukankah waktu selama itu bisa dibuat kesempatan untuk lari, tetapi dia tidak. Nah, perspektif semacam inilah yang tidak dikenal dalam sistem sekarang ini yang membuat seseorang mempunyai kecenderungan untuk lari dari hukuman," paparnya.
Padahal menurutnya, jika seseorang berusaha menghindari hukuman di dunia, maka mereka pasti akan bertemu dengan hukuman di akhirat. Oleh karena itu, kesadaran harus datang dari dua arah. Pertama, datang dari pihak independen.
"Saya tidak tahu istilahnya apa ini? Pihaknya siapa yang harus melakukan penilaian tadi itu. Dalam rangka apa? Dalam rangka menghindarkan dia, menolong dia, membantu dia menghindarkan dia, dari hukuman yang lebih berat di akhirat," terangnya
Kedua, harus datang dari yang bersangkutan. Jadi, dalam Islam salah satu hukum pembuktian yang paling penting adalah pengakuan. Ia mengira bahwa presiden tahu persis apa kesalahannya.
"Sekarang begini, saya ingin tanya, kalau pemimpin tahu bawahannya korupsi lalu dibiarkan salah atau tidak? Salah, iya kan? Membiarkan kejahatan itu kejahatan, membiarkan korupsi itu korupsi. Dia tahu kok, katanya dengan ancaman sebelas kasus, yang konon di bocor haluskan kemana-mana kan ancaman sebelas kasus. Makanya Airlangga dipaksa mundur dari ketua umum Golkar. Artinya kan dia tahu bahwa ini Menko perekonomian itu korupsi, kenapa dibiarkan? Kenapa kemudian dijadikan alat untuk menekan dia supaya mundur?" tanyanya.
Lebih konyolnya lagi menurutnya, kemudian Airlangga diberi bintang Mahaputra. Ia menanyakan, bagaimana bisa seorang presiden tahu bawahannya terlibat dalam sebelas kasus lalu dikasih bintang. Ia menanyakan kembali apakah mereka memiliki keimanan sebagaimana keimanan Ma'is bin Malik Al-Islami.
"Jadi, ini saya sebut ada dua arah, yang pertama dari luar dirinya itu yang disebut dengan komisi independen, penilai kinerja presiden untuk menentukan presiden melakukan kesalahan apa dan saya kira banyak sebagaimana yang bisa disampaikan oleh ibu Kusno tadi itu. Karena ada banyak-banyak kesalahan itu. kesalahan politik, kesalahan ekonomi, kesalahan sosial, kesalahan HAM, iya kan?", tanyanya.
Kedua, adalah kesalahan yang datang dari presiden. Permintaan maaf adalah Istighfar, mohon ampun kepada Allah, pasti diampuni. Asalkan, satu presiden mengakui kesalahan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi, tentu saja karena dia tidak akan menjadi presiden kembali. Lalu yang ketiga, memenuhi atau mengembalikan hak-hak adami, dosa yang dilakukan kepada sesama manusia.
"Ngaku apa kesalahan dia, itu penting. Dia minta maaf, tapi tidak menjelaskan apa kesalahan dia. Lalu dengan catatan kecil mengatakan, 'Kalau ada salah'. Loh, dia ngerti kok, dia sudah berbuat salah itu. Kok bilang, 'kalau ada salah," geramnya.
Ia menegaskan bahwa selama sepuluh tahun memimpin negara Indonesia yang sangat besar dengan beraneka macam dinamika persoalan dan semua rakyat dapat melihat serta mengetahuinya dengan jelas, maka tidak layak seorang presiden mengatakan, 'Kalau ada salah'. Tidak perlu ada kata,' Kalau ada salah' karena memang presiden telah bersalah.
"Makanya itu, menurut saya penting itu
Komisi independen untuk me-list semua kesalahannya. Kalau dia minta maaf itu berarti mestinya sadar bahwa dia salah dan tidak boleh mengulanginya lagi. Kemudian dan yang kedua ia mengakui kesalahannya. Lalu kesalahan yang berkaitan dengan apa? Yang berkaitan dengan hak adami, maka dia harus kembalikan. Kalau dia ada korupsi, harus kembalikan kepada negara. Kalau dia terlibat dalam pelanggaran HAM, ya harus sampaikan permohonan maaf dan harusnya menerima hukuman sebagaimana Ma'iz bin Malik Al-Islami tadi," sarannya.
Kalau tidak lanjutnya, maka presiden akan dihisab diakhirat nanti dengan hukuman yang jauh lebih berat. Menanggung hukuman yang luar biasa sebagai pemimpin yang zalim. "Pemimpin yang zalim akan menjadi kerak neraka. Nah, itu harus ditimbulkan itu. Jadi, kalau pertanyaannya cukupkah hanya dengan minta maaf, maka enggak cukup," pungkasnya.[] Nabila Zidane