Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Terkait Aksi Preman Bubarkan Diskusi FTA, Wahyudi: Bentuk Kegagalan Negara

Kamis, 03 Oktober 2024 | 18:34 WIB Last Updated 2024-10-03T11:36:14Z
TintaSiyasi.id --  Aksi premanisme membubarkan diskusi diaspora oleh Forum Tanah Air (FTA) yang dihadiri sejumlah tokoh nasional di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9/) dinilai Direktur Pamong Institute Wahyudi Al Maroky bentuk kegagalan negara dalam menjalankan amanat konstitusi. 

"Kalau kita lihat, ini bentuk kegagalan negara dalam menjalankan amanat konstitusi," ungkapnya Di kanal YouTube Khilafah News, Sabtu (28/9/2024), Dalang Dibalik Penyerbuan Diskusi FTA, Begini Kata Bung Roky! 

Ia menilai, rezim pemerintahan Jokowi bisa dikatakan gagal dalam menjalankan amanah konstitusi, terutama pasal 28 yang memberikan hak warga negara untuk bebas berpendapat, bebas berkumpul, berserikat, mengeluarkan pikiran baik dengan tulisan maupun lisan, perlu digarisbawahi. 

Aksi premanisme yang begitu vulgar itu menandakan bahwa negara gagal melindungi warga negaranya itu yang juga gagal menjalankan amanat konstitusi. Selain itu, aparat bisa jadi tidak bekerja profesional untuk mendeteksi antisipasi dini terkait dengan kejadian tersebut.

"Ini ada diskriminasi di antara anak bangsa. Semestinya siapapun anak bangsa yang berkumpul berserikat mengeluarkan pikiran dan pendapat baik dengan lisan dan tulisan mestinya sama kedudukannya semuanya, baik yang pro rezim maupun yang tidak pro rezim. Semuanya harus dijaga oleh negara, dijalankan fungsi untuk melindungi mereka memberikan hak-hak mereka," tuturnya.

Motif Politik

Ia menjelaskan bahwa aksi tersebut sangat kental sekali dengan motif politik. Kalau tidak ada muatan politik, tidak akan ada unsur premisme, dan juga tidak mungkin aparat kesulitan untuk melacak, menindak, dan menyelesaikannya atau bahkan mengantisipasinya.

"Yang memang biasanya menjadi sulit itu aparat bekerja dengan profesional dan jadi tidak profesional karena ada tekanan politik. Walaupun ada kepentingan politik tertentu atau ada pesanan-pesanan dari pejabat politik tertentu atau ada intervensi dari pejabat yang lebih tinggi dengan kepentingan politiknya. Itu yang membuat aparat kita yang sebenarnya profesional punya keahlian itu jadi sulit untuk bekerja dan menyelesaikan di situ letak krusialnya," cecarnya.

Ia menjelaskan bahwa orang-orang yang menjadi korban dari kegagalan diskusi tersebut selama ini sangat kritis terhadap rezim yang berkuasa.

"Kenapa kita bisa mengidentifikasikan itu ada muatan politik, nah kalau tidak kritis mungkin tidak akan seperti itu. Jadi kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya ada dua indikasi yang saya sebutkan tadi yang pertama orang-orang atau korban kegiatan yang dilakukan oleh para premanisme yang menggagalkan diskusi mereka itu orang-orang yang selama ini di tengah vokal terhadap pemerintah. Yang kedua semestinya aparat yang sangat profesional itu dengan mudah atau dengan cepat bisa mengantisipasi tidak terjadi kebobolan atau bahkan bisa ee lebih cepat melakukan antisipasi dini faktanya menjadi sulit dan biasa kalau apparat sulit melakukan tindakan itu biasanya bukan karena tidak profesional tetapi karena ada intervensi politik atau kepentingan politik yang lebih besar," pungkasnya. [] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update