TintaSiyasi.id -- Temu Muslimah Muda:
Next Level Activism untuk Kebangkitan Islam
Generasi muda saat ini cenderung terlena dengan kondisi yang ada tanpa menyadari bahwa berbagai persoalan yang menimpa mereka merupakan akibat dari penerapan sistem sekuler demokrasi. Dibutuhkan kesadaran pada generasi muda bahwa persoalan kehidupan akan semakin kompleks jika kita hanya berdiam diri tanpa mencari solusi.
Masalah seperti tekanan ekonomi, pergaulan bebas, narkoba, tawuran, LGBT, hingga kasus-kasus pembunuhan, termasuk di Aceh, menjadi fenomena yang marak terjadi. Bahkan, hampir seluruh negara Muslim mengalami kondisi serupa, dan yang lebih memprihatinkan adalah saudara-saudara kita di Palestina yang masih terus menjadi korban genosida oleh Israel tanpa adanya bantuan dari negara-negara Muslim lainnya. Kondisi ini sungguh memprihatinkan.
Melihat berbagai persoalan yang menimpa generasi, JAM (Jaringan Aktivis Muslimah) for Islam Kaffah mengajak para generasi Muslim untuk meningkatkan level aktivitas mereka agar menjadi generasi yang siap memperjuangkan Islam kaffah dalam acara "Temu Muslimah Muda" yang bertema "We Aspire, We Engage, and We Stand for Islam Kaffah." Sekitar 17 ribu aktivis muda Muslimah turut bergabung dalam acara ini, mulai dari Sabang sampai Merauke, termasuk dari negara tetangga, yaitu Malaysia dan Singapura.
Aceh Barat menjadi salah satu wilayah yang turut menyelenggarakan acara tersebut dengan mengundang berbagai kalangan generasi muda, mulai dari mahasiswa, pelajar, aktivis, hingga organisasi pelajar dan mahasiswa. Hampir 400 peserta memadati aula tempat acara yang dilaksanakan secara hybrid pada Minggu, 27 Oktober 2024.
Acara ini menghadirkan empat narasumber dari dalam dan luar negeri, yaitu Sister Sarah Mohammed, seorang aktivis Muslimah asal Amerika Serikat; Ummu Raja, aktivis Muslimah Palestina; Ustazah Iffah Ainur Rohmah, mubalig nasional; dan Kak Ratih, seorang influencer dakwah.
“Bangkitlah wahai umat Muhammad, berperanlah wahai pemuda Muslim,” seru Kak Apri Hardiyanti dalam epilog pembukaan. Ia mengingatkan bahwa Rasulullah meninggalkan wasiat yang harus kita jalankan agar kehidupan kita selamat dunia dan akhirat, sebagaimana Islam pernah berjaya selama 13 abad dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah, serta mencampakkan sistem demokrasi yang kufur.
Acara kemudian dilanjutkan ke panggung daerah di Aceh Barat dengan dipandu oleh dua host, yang diikuti oleh sesi storytelling dari Chaera Difarayana, seorang siswi dan Duta Siswa Utama Putri Kabupaten Aceh Barat. Chaera menceritakan bagaimana kehidupan yang dulunya damai, tenteram, dan sejuk berubah menjadi penuh polusi akibat debu batu bara yang mencemari udara, menyesakkan napas, dan limbah yang mencemari lingkungan.
"Mari kita bersuara, menyadarkan generasi akan pentingnya penerapan Islam. Kita adalah generasi peduli yang bisa membuat perbedaan," seru Chaera penuh semangat.
Kemudian, Nipa Etriani, S.Pd., menyapa peserta dengan stand-up dakwah yang mengajak pemuda untuk tidak hanya bermalas-malasan. “Kita tinggal di negeri yang kaya, dari Sabang sampai Merauke. Sumber daya alam melimpah. Emas ada, minyak ada, hasil bumi luar biasa. Tapi, hidup kita kok gini-gini saja, ya?” katanya.
Nipa mengingatkan bahwa Islam mengajarkan kita untuk berperan aktif memperbaiki dunia, bukan sekadar duduk manis. Ia mencontohkan Ali bin Abi Thalib yang pada usia 20-an sudah memegang bendera Islam dan berjuang di garis depan.
Sesi berikutnya dilanjutkan secara daring dengan narasumber pertama, Ummu Raja, aktivis Muslimah Palestina. Ummu Raja menyampaikan bahwa kita adalah satu umat! (Ummat Laa Ilaaha Illallah, Muhammad Rasulullah). Aqidah kitalah yang mempersatukan kita dan menjadi sumber kekuatan. Menegakkan kembali Khilafah yang dijanjikan Nabi kepada kita adalah kebutuhan utama saat ini.
“Setiap Muslim akan dimintai pertanggungjawaban pada hari penghakiman atas setiap tetes darah anak-anak Muslim tak berdosa yang berseru ‘Wahai Islam!’ namun teriakan mereka tidak terdengar. Kita butuh hukum Islam untuk ditegakkan hari ini, bukan besok. Harapan ada pada kalian, para pemuda masa kini,” seru Ummu Raja.
Narasumber berikutnya, Sister Sarah Mohammed dari negara yang menjadi kampiun demokrasi sekuler, menyampaikan bahwa retorika yang menyatakan umat Islam bisa membuat perubahan melalui partisipasi dalam sistem demokrasi hanyalah tipu muslihat untuk menjauhkan umat Islam dari solusi sejati, yaitu menyingkirkan para penguasa tiran, menyatukan kembali tanah Muslim di bawah Negara Khilafah, dan mengirim pasukan untuk memerangi musuh Islam. Kaum kafir menyibukkan umat Islam dengan janji-janji palsu demokrasi.
“Aktivisme politik dalam Islam tidak selalu mengharuskan partisipasi dalam pemungutan suara sekuler, melainkan keterlibatan aktif melalui amar ma'ruf nahi munkar, dengan tetap menegakkan kebenaran dan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan,” tegas Sister Sarah.
Narasumber ketiga, Kak Ranti Kusumaning Ayu, menyampaikan bahwa demokrasi adalah alat penjajahan yang digunakan Barat untuk merusak akidah umat Islam, memusuhi syariat Islam kaffah, dan mencegah kebangkitan Islam. Kejahatan terbesar yang dilakukan Barat adalah menjarah kekayaan alam kita dan mengabaikan hadis Rasulullah tentang pengelolaan kekayaan milik umum yang seharusnya dikelola oleh negara untuk rakyat, bukan untuk korporasi.
“Di antara bencana paling mengerikan yang menimpa seluruh umat manusia adalah ide kebebasan individu yang dibawa oleh demokrasi. Ide ini telah mengakibatkan berbagai malapetaka universal serta menurunkan harkat dan martabat masyarakat hingga derajat yang lebih rendah daripada binatang,” kutip Kak Ranti dari buku Syeikh Abdul Qadim Zallum berjudul Demokrasi: Sistem Kufur, Haram Mengambilnya, Menerapkannya dan Menyebarluaskannya.
Narasumber terakhir, Ustazah Iffah Ainur Rohmah, menyampaikan tentang New Hope for New Islamic Civilization. Menurutnya, kita tidak hanya membutuhkan harapan akan dunia yang memiliki solusi atas kekacauan global, tetapi juga membutuhkan jalan menuju peradaban Islam yang menegakkan hukum-hukum Allah.
“Sudah seharusnya kita mewujudkan sistem politik Islam atau Khilafah. Sebagai generasi Muslimah muda, kita harus berupaya melakukan next level activism. Tidak hanya fokus pada diri sendiri, tapi berkontribusi untuk masyarakat dan negara dengan tujuan membangun umat terbaik (khoiru ummah) dalam kehidupan hari ini dan menjadi penjaga Islam yang terpercaya,” tegas Ustazah Iffah.
Acara berlangsung dengan penuh pekikan takbir, diikuti dengan sesi tanya jawab dari peserta baik yang hadir secara langsung maupun daring melalui chat room Zoom. Acara diakhiri dengan ikrar bersama untuk meninggalkan demokrasi dan memperjuangkan Islam kaffah demi perubahan hakiki yang diikrarkan oleh seluruh peserta, baik yang hadir secara online maupun offline.
Harapannya, setelah terselenggaranya acara "Temu Muslimah Muda" ini, semakin terbuka kesadaran politik generasi bahwa demokrasi adalah sistem yang membawa kerusakan bagi kehidupan kita bahkan dunia. Diharapkan pula terciptanya kesadaran politik Islam pada generasi muda, sehingga mereka memahami solusi yang benar dan meningkatkan level aktivitas mereka menjadi lebih berani dalam menyampaikan kebenaran Islam serta turut memperjuangkan Islam kaffah.[Tw]
#zilenialsipalingtaatsyariah
#westandforislamKaffah
#nextlevelactivismtaatAllah
#KhilafahSolusiPalestina
#ArmiesforPalestine