Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tawuran Pemuda Merajalela, Ada Apa dengan Mereka?

Selasa, 15 Oktober 2024 | 04:05 WIB Last Updated 2024-10-14T21:05:17Z

TintaSiyasi.id -- Sederet tindakan kriminal yang dilakukan oleh anak muda, termasuk tawuran belakangan ini terus terjadi, makin mengerikan dan membuat miris. Baru-baru ini, terdapat lima belas orang pemuda terduga akan terlibat tawuran pada hari Minggu (22/9/2024) sekitar pukul 00.15 di Jalan Raya Cibuntu, Desa Cisalak, kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur. Hal ini sudah ditindaklanjuti oleh Polsek Cidaun setelah mendengar laporan warga setempat terkait adanya geng motor yang hendak tawuran (rri.co.id, 22/9/2024).

Tak hanya di Cianjur, di depan SPBU Sunggingan, Boyolali terekam aksi tawuran yang melibatkan dua kelompok pemuda yang tampak membawa senjata tajam jenis klewang. Seakan tak mau kalah, dalam Focus Group Discussion yang diikuti TNI, Polri, Pemkot Semarang, hingga para ketua RT dan RW muncul data kejadian tawuran sebanyak 21 kejadian yang ditangani sejak Januari hingga September 2024, dengan 117 pelaku yang ditangkap (detik.com, 20/9/2024).

Apa penyebabnya? Ada banyak faktor pemicu pemuda melakukan kriminalitas. Di antaranya adalah lemahnya kontrol diri dan disfungsi keluarga. Pemuda hari ini terjebak sekularisme, sistem yang memisahkan agama dengan kehidupan, sehingga tidak peduli halal-haram. Emosi mereka bebas lepas tanpa kendali iman dan takwa sehingga segala sesuatu mereka lakukan demi eksistensi diri dan geng. Selain itu, tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemuda juga mencerminkan lemahnya peran keluarga dalam meletakkan dasar perilaku terpuji. Pola asuh orang tua sangat berpengaruh pada perilaku anak. Karena pada dasarnya pendidikan keluarga merupakan benteng terbaik yang dapat mencegah pemuda berbuat kekerasan. Kesalahan pola asuh orang tua, tidak adanya pengawasan akses media sosial, dan pergaulan dapat menyebabkan hilangnya suasana keimanan di rumah.

Kemudian lingkungan yang rusak. Lingkungan di sistem sekuler membuat masyarakat gagal melakukan amar makruf nahi mungkar. Sehingga tidak ada pencegahan terhadap hal-hal yang akan menjerumuskan pemuda saat ini kepada perilaku anarkis. Sistem pendidikan yang berlandaskan sekuler juga gagal mencetak anak-anak yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Pengaruh media, yang tidak ada kontrol dari negara juga tak luput dari perannya yang merusak akhlak. Sehingga konten berisi hal-hal yang tidak bermanfaat, tidak mendidik, pornografi, dan konten kekerasan menjamur di media sosial. Hal ini merupakan buah penerapan sistem sekuler kapitalis, di mana agama tidak lagi jadi standar kehidupan, sehingga penerapannya tidak memanusiakan manusia, merusak pemikiran dan budaya, menjadikan keluarga, masyarakat, hingga negara abai terhadap tugas mereka dalam membentuk generasi berperadaban mulia, dan malah menyia-nyiakan potensi besar para pemudanya.

Bagaimana dengan Islam? Islam memiliki sistem pendidikan yang kurikulumnya disusun dengan berlandaskan akidah Islam. Sehingga akan menghasilkan generasi berkepribadian mulia, dapat membedakan baik dan buruk dengan jelas, yang mampu mencegah mereka menjadi pelaku kriminalitas. Negara yang menerapkan sistem Islam juga akan menyiapkan kurikulum pendidikan dalam keluarga, sehingga terwujud keluarga yang harmonis dan memiliki suasana ketakwaan di dalamnya.

Selain pendidikan, negara Islam juga memberikan lingkungan yang kondusif, mulai dari penguatan fungsi keluarga yang taat dengan syariat, menerapkan aturan yang menjamin kesejahteraan, sehingga anak-anaknya diberi pengawasan penuh terhadap pergaulan, juga ditanamkan akidah Islam sejak dini. Oleh karenanya, saat dewasa mereka sudah paham akan halal-haram. 

Begitu pula masyarakat yang akan mengedepankan amar makruf nahi mungkar, menciptakan lingkungan yang jauh dengan hal kemaksiatan, sampai dengan kebijakan negara, membatasi konten kriminalitas yang beredar pada sosial media, dan bertindak dengan cepat dan tegas terhadap para pelaku kriminal. 

Lingkungan yang seperti inilah akan menumbuhsuburkan ketakwaan dan mendorong produktivitas pemuda. Pemuda tidak hanya diarahkan untuk menyalurkan potensinya untuk berkarya dalam kebaikan dan hal duniawi saja, namun juga akan aktif dalam mengkaji Islam dan mendakwahkannya serta terlibat dalam perjuangan Islam. []


Oleh: Nanda Nabila Rahmadiyanti
Alumnus Universitas Indonesia

Opini

×
Berita Terbaru Update