TintaSiyasi.id-- Makrifat kepada Allah adalah salah satu tingkatan spiritual yang sangat tinggi dalam Islam. Secara harfiah, makrifat berarti "pengetahuan" atau "pengenalan", namun dalam konteks tasawuf, makrifat merujuk pada pengetahuan mendalam tentang Allah SWT yang dicapai melalui penghayatan, perenungan, dan kedekatan dengan-Nya. Orang yang mencapai makrifat tidak hanya mengenal Allah melalui akal dan dalil, tetapi juga melalui hati dan pengalaman spiritual.
Berikut adalah beberapa tanda-tanda orang yang makrifat kepada Allah berdasarkan pandangan para ulama sufi dan ahli tasawuf:
1. Kecintaan dan Ketakutan yang Mendalam kepada Allah
Orang yang makrifat kepada Allah memiliki cinta dan ketakutan yang mendalam kepada-Nya. Cinta mereka kepada Allah sangat tulus dan tidak disertai harapan mendapatkan pahala duniawi atau ketakutan akan siksaan. Mereka beribadah semata-mata karena kecintaan kepada Allah. Di sisi lain, mereka juga sangat takut jika ada satu hal pun yang bisa menjauhkan mereka dari Allah.
Cinta ini tidak hanya tercermin dalam kata-kata, tetapi dalam seluruh perilaku dan sikap hidup mereka. Sebagaimana firman Allah:
"Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah" (QS. Al-Baqarah: 165).
2. Tawakkal yang Sempurna (Bergantung Hanya kepada Allah)
Salah satu tanda orang yang makrifat adalah tawakkal yang sempurna, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT setelah melakukan usaha. Mereka yakin bahwa hanya Allah yang mengatur segala sesuatu dan tidak ada kekuatan atau upaya dari makhluk yang bisa terjadi tanpa izin Allah. Orang yang makrifat memiliki keyakinan penuh bahwa Allah adalah penentu segala sesuatu, sehingga mereka tidak cemas dengan hasil dari apa yang mereka lakukan.
Mereka sangat yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi, baik atau buruk menurut pandangan manusia, merupakan bagian dari hikmah Allah yang lebih besar. Rasulullah SAW bersabda:
"Seandainya kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Allah akan memberimu rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung: mereka pergi di pagi hari dengan perut kosong dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang" (HR. Tirmidzi).
3. Rasa Khusyuk dan Tunduk yang Luar Biasa dalam Ibadah
Orang yang makrifat memiliki rasa khusyuk dan tunduk yang luar biasa dalam ibadah mereka, baik dalam shalat, doa, dzikir, maupun amalan lain. Mereka merasakan kehadiran Allah dalam setiap ibadah yang mereka lakukan. Hati mereka penuh dengan rasa takut, kagum, dan cinta saat berhadapan dengan Allah, sehingga ibadah mereka benar-benar mendalam dan penuh makna.
Mereka juga merasakan bahwa Allah senantiasa dekat dan mengawasi mereka. Oleh karena itu, ibadah mereka menjadi sarana untuk berkomunikasi dengan Allah secara batiniah, bukan sekadar menjalankan kewajiban ritual belaka.
4. Qana'ah (Merasa Cukup) dan Ridha dengan Ketentuan Allah
Orang yang makrifat kepada Allah memiliki sifat qana'ah, yaitu merasa cukup dengan apa yang Allah berikan. Mereka tidak terikat pada dunia, tidak terlalu berharap pada harta, kedudukan, atau hal-hal materi lainnya. Mereka selalu ridha dengan apa pun yang Allah takdirkan dalam hidup mereka, baik itu berupa kesenangan atau ujian. Hal ini karena mereka tahu bahwa segala sesuatu datang dari Allah dan bahwa Allah lebih mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya.
Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya kekayaan (yang sebenarnya) adalah kekayaan hati" (HR. Bukhari dan Muslim).
5. Zuhud (Tidak Terikat pada Dunia)
Tanda lain dari orang yang makrifat kepada Allah adalah zuhud, yaitu sikap menjauhkan hati dari kecintaan yang berlebihan terhadap dunia. Mereka menyadari bahwa dunia ini sementara dan fana, sehingga mereka tidak terikat pada harta, kemewahan, atau popularitas. Bagi mereka, kebahagiaan sejati ada di akhirat, bukan di dunia.
Namun, zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya atau hidup dalam kemiskinan, melainkan menjaga hati agar tidak terikat pada dunia meskipun secara lahiriah tetap menjalankan aktivitas duniawi. Hati mereka selalu terarah kepada Allah, bukan kepada dunia.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, "Zuhud bukan berarti kamu tidak memiliki sesuatu, tetapi zuhud adalah ketika dunia tidak menguasai hatimu."
6. Senantiasa Berzikir dan Mengingat Allah
Orang yang makrifat kepada Allah selalu mengingat Allah dalam segala kondisi. Mereka berzikir bukan hanya dengan lisan, tetapi juga dengan hati. Hati mereka selalu terhubung dengan Allah, baik dalam kesenangan maupun kesulitan. Zikir bagi mereka bukan hanya rutinitas, tetapi cara untuk mendekatkan diri dan menjaga hubungan batin yang terus menerus dengan Allah.
Allah berfirman:
"Maka ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu" (QS. Al-Baqarah: 152).
Orang yang makrifat juga senantiasa merasa diawasi oleh Allah (muraqabah), sehingga mereka menjaga diri dari perbuatan maksiat dan selalu berusaha memperbaiki diri.
7. Mendahulukan Kepentingan Akhirat di Atas Kepentingan Dunia
Orang yang makrifat selalu memprioritaskan kepentingan akhirat di atas dunia. Mereka tidak terbuai oleh kehidupan dunia yang sementara, dan selalu mengingat bahwa tujuan utama hidup adalah untuk meraih ridha Allah dan kehidupan yang kekal di akhirat. Mereka senantiasa mempersiapkan diri dengan amal ibadah dan amal saleh sebagai bekal untuk akhirat.
Hasan al-Bashri berkata: “Barangsiapa mengetahui hakikat dunia, maka kesenangan dunia tidak akan menipu dia.”
8. Kehidupan yang Penuh Ketenangan dan Kedamaian
Salah satu tanda yang sangat jelas dari orang yang makrifat adalah ketenangan dan kedamaian dalam hidupnya. Mereka merasa tenteram karena yakin bahwa Allah selalu bersama mereka. Meskipun mereka menghadapi berbagai ujian atau kesulitan, hati mereka tetap tenang karena mereka percaya bahwa Allah akan memberi jalan keluar. Kedamaian batin ini adalah hasil dari keyakinan dan kedekatan mereka dengan Allah.
Allah berfirman:
"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram" (QS. Ar-Ra'd: 28).
Kesimpulan:
Orang yang makrifat kepada Allah memiliki tanda-tanda yang mencerminkan kedekatan mereka dengan Allah SWT. Cinta yang tulus, tawakkal yang sempurna, khusyuk dalam ibadah, qana'ah, zuhud, dan senantiasa mengingat Allah adalah beberapa tanda utama dari orang yang telah mencapai makrifat. Mereka hidup dengan hati yang tenang, ridha terhadap takdir Allah, dan fokus pada akhirat, karena mereka benar-benar memahami tujuan hidup mereka di dunia ini adalah untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Kedua matanya selalu disertai rasa malu. Kedua matanya selalu diiringi tangisan karena Allah.
Ungkapan "kedua matanya selalu disertai rasa malu" dan "kedua matanya selalu diiringi tangisan karena Allah" menggambarkan ciri khas orang yang memiliki makrifat atau pengenalan mendalam kepada Allah SWT. Mereka yang mencapai tingkatan spiritual ini memiliki hati yang penuh dengan kesadaran akan keagungan, kebesaran, dan kekuasaan Allah, serta kesadaran yang tinggi akan kekurangan dan kelemahan diri mereka sebagai hamba.
Berikut penjelasan dari kedua pernyataan tersebut:
1. Kedua Matanya Selalu Disertai Rasa Malu
Orang yang makrifat kepada Allah selalu merasa malu di hadapan Allah SWT. Malu ini bukanlah sekadar perasaan malu biasa, melainkan perasaan malu yang mendalam karena menyadari betapa besar dosa-dosanya dan betapa tidak sempurna ibadahnya dibandingkan dengan karunia dan kasih sayang Allah yang melimpah. Mereka malu karena merasa belum mampu membalas segala nikmat Allah dengan amal dan ketaatan yang layak.
Rasa malu ini tumbuh dari kesadaran bahwa Allah Maha Melihat, Maha Mengetahui, dan Maha Menyayangi, sementara diri mereka penuh dengan kekurangan, dosa, dan kelalaian. Orang yang benar-benar mengenal Allah selalu mengingat bahwa meskipun Allah telah memberinya begitu banyak nikmat, mereka sering kali tidak mensyukurinya dengan baik, dan bahkan mungkin tergelincir dalam dosa. Rasa malu ini adalah bentuk kehinaan diri di hadapan keagungan Allah, seperti yang sering disebut dalam berbagai ajaran tasawuf.
Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Rasa malu itu adalah sebagian dari iman" (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasa malu kepada Allah ini membuat seseorang menjaga pandangannya, perbuatannya, dan perkataannya agar tidak melanggar perintah-Nya. Kedua mata yang disertai rasa malu juga menahan diri dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah.
2. Kedua Matanya Selalu Diiringi Tangisan Karena Allah
Tangisan karena Allah adalah tanda dari ketakutan dan kecintaan yang mendalam kepada-Nya. Orang yang makrifat kepada Allah sering menangis dalam kesendirian mereka, mengingat dosa-dosa yang telah mereka perbuat dan memohon ampunan kepada-Nya. Tangisan ini bukan hanya tangisan penyesalan, tetapi juga tanda cinta, kerinduan, dan rasa takut akan tidak layaknya diri mereka di hadapan Allah.
Tangisan karena Allah juga merupakan manifestasi dari hati yang lembut dan khusyuk, hati yang menyadari betapa kecilnya manusia di hadapan keagungan Allah. Mereka yang mencapai makrifat sadar betul bahwa kehidupan dunia ini fana, dan tangisan mereka adalah karena mereka selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah sambil menyadari betapa jauh mereka dari kesempurnaan.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah hingga susu kembali ke putingnya. Dan debu yang masuk ke dalam tubuh seorang hamba di jalan Allah tidak akan bertemu dengan asap neraka" (HR. Tirmidzi).
Tangisan karena Allah bukanlah sekadar tangisan emosional, melainkan tangisan yang timbul dari hati yang penuh dengan takut (khauf) dan harapan (raja') kepada Allah. Mereka menangis karena takut akan siksa-Nya dan berharap akan rahmat-Nya. Tangisan ini menunjukkan kesucian hati dan pengakuan atas ketidakberdayaan manusia di hadapan kehendak Allah SWT.
Kesimpulan:
Kedua ungkapan ini menggambarkan keadaan spiritual orang yang makrifat kepada Allah. Mereka memiliki rasa malu yang mendalam karena merasa tidak mampu membalas karunia Allah dengan ibadah yang memadai, dan mereka sering menangis dalam keheningan, baik karena takut akan dosa-dosanya maupun karena kerinduan dan cinta kepada Allah. Kedua sifat ini — rasa malu dan tangisan karena Allah — merupakan tanda kedekatan dan penghayatan mendalam terhadap hubungan seorang hamba dengan Tuhannya, yang diiringi dengan kesadaran penuh akan keagungan dan kasih sayang Allah SWT.
Keinginannya adalah meninggalkan kesenangan dunia dan mendapatkan ridha Allah SWT.
Ungkapan "keinginannya adalah meninggalkan kesenangan dunia dan mendapatkan ridha Allah SWT" mencerminkan sikap spiritual seseorang yang telah mencapai tingkat zuhud dan makrifat yang tinggi. Orang seperti ini memiliki pemahaman mendalam tentang hakikat dunia dan akhirat, dan keinginan utama mereka adalah memperoleh keridhaan Allah SWT, bukan kenikmatan duniawi yang sementara. Berikut adalah beberapa makna dan karakter dari pernyataan tersebut:
1. Meninggalkan Kesenangan Dunia
Orang yang mengenal Allah SWT dengan mendalam memahami bahwa dunia hanyalah tempat singgah sementara, dan kehidupan sejati berada di akhirat. Mereka menyadari bahwa segala bentuk kesenangan duniawi — seperti harta, jabatan, dan kedudukan — pada akhirnya akan berakhir dan tidak akan memberikan kebahagiaan abadi. Oleh karena itu, keinginan mereka bukanlah pada hal-hal duniawi, tetapi pada hal-hal yang membawa mereka lebih dekat kepada Allah.
Meninggalkan kesenangan dunia tidak berarti mengabaikan dunia sepenuhnya atau hidup dalam kemiskinan, melainkan menahan hati agar tidak terikat pada gemerlap dunia dan kesenangannya. Mereka menggunakan dunia sebagai sarana untuk beribadah dan melakukan amal kebaikan, tetapi hati mereka tidak melekat pada dunia. Dunia hanyalah alat untuk mencapai akhirat yang kekal.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu" (QS. Al-Hadid: 20).
Orang yang makrifat menyadari bahwa dunia ini sementara, sehingga mereka lebih mengutamakan kehidupan akhirat yang kekal. Sikap ini disebut sebagai zuhud, yaitu tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama, melainkan sarana untuk mencapai ridha Allah.
2. Mendapatkan Ridha Allah SWT
Ridha Allah adalah puncak dari segala harapan dan tujuan hidup seorang mukmin. Bagi orang yang mengenal Allah dengan baik, segala amal dan usaha mereka dilakukan dengan satu tujuan utama: mencari keridhaan Allah SWT. Mereka rela meninggalkan apa pun yang bisa menjauhkan mereka dari Allah, baik itu kesenangan dunia, harta, atau bahkan pengakuan dari manusia.
Orang yang berusaha mencari ridha Allah tidak terpengaruh oleh pujian atau celaan manusia. Mereka hanya peduli pada bagaimana Allah menilai mereka. Ridha Allah adalah kebahagiaan sejati yang mereka cari, dan mereka yakin bahwa dengan mendapat ridha-Nya, mereka akan mendapatkan kedamaian abadi di akhirat.
Allah berfirman tentang orang-orang yang mendapatkan ridha-Nya:
"Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah keberuntungan yang besar" (QS. Al-Maidah: 119).
Ridha Allah menjadi puncak kebahagiaan yang melebihi segala bentuk kenikmatan duniawi. Orang yang mencari ridha Allah akan selalu berusaha memperbaiki dirinya, memperbanyak amal ibadah, dan menjauhi hal-hal yang dimurkai-Nya.
3. Mengutamakan Akhirat di Atas Dunia
Orang yang benar-benar makrifat kepada Allah selalu menempatkan kepentingan akhirat di atas segala sesuatu yang bersifat duniawi. Mereka memahami bahwa segala bentuk kenikmatan dan harta dunia hanyalah sementara dan tidak sebanding dengan kenikmatan akhirat yang kekal. Oleh karena itu, mereka rela meninggalkan hal-hal duniawi yang mungkin menghalangi mereka dari menggapai ridha Allah.
Imam Al-Ghazali pernah berkata:
"Cinta dunia adalah pokok dari segala kesalahan."
Orang yang mengutamakan akhirat tidak berarti mereka tidak bekerja atau berusaha di dunia, melainkan mereka menjalani kehidupan dunia dengan orientasi akhirat. Segala tindakan mereka diarahkan untuk mendapatkan pahala dan keridhaan Allah di akhirat.
Kesimpulan:
Keinginan untuk meninggalkan kesenangan dunia dan mendapatkan ridha Allah SWT adalah tanda orang yang telah mencapai kesadaran spiritual yang tinggi. Mereka tidak lagi terikat oleh kenikmatan dunia yang fana, tetapi lebih memilih mencari keridhaan Allah sebagai tujuan hidup mereka. Dengan sikap ini, mereka menjalani kehidupan dengan zuhud, fokus pada akhirat, dan senantiasa memperbaiki diri agar selalu berada dalam jalan yang diridhai oleh Allah SWT.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo