Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tak Paham atas Apa yang Diucapkan, Itu Masalahnya

Minggu, 13 Oktober 2024 | 04:53 WIB Last Updated 2024-10-12T21:54:13Z


TintaSiyasi.id  Ulama Aswaja K.H. Rokhmat S. Labib menyayangkan seseorang yang mengucapkan sesuatu, tetapi tidak paham atas apa yang diucapkan. 

“Banyak orang yang mengucapkan sesuatu, tetapi tidak paham atas apa yang diucapkan, ini masalahnya. Saya kira tidak ada orang mengatakan jangan menolak, jangan mengikuti nabi, kan gak ada. Selama dia Muslim, mesti akan mengatakan nabi adalah contoh terbaik,” bebernya dalam Kanal Youtube Khilafah News bertema Mengajak Taqwa Tapi Menolak Penerapan Syariah Secara Kaffah, Kok Bisa?, Senin (7/10/2024).

Ia mencontohkan, kadang-kadang orang itu seringkali mengucapkan sesuatu yang dia tidak paham atas apa yang diucapkan, itu masalahnya. Jadi misalnya sekarang muncul, mari kita bertakwa. Kata menciptakan, meningkatkan manusia yang beriman bertakwa. Misalnya di sekolah,  pendidikan kita ciptakan bertakwa.

“Namun, sebenarnya, apa yang dimaksud dengan iman bertakwa itu kadang juga tidak paham. Misalnya bahwa takwa itu adalah tunduk patuh terhadap syariat Islam, atas dasar keimanan dan dorongan untuk mendapatkan pahala, ridha dan surga-Nya,” terangnya.

“Nah, berarti memunculkan namanya takwa itu pasrah tunduk patuh terhadap seluruh ketentuan syariat Islam, baik itu dalam perkara pribadi, keluarga, masyarakat, dan bahkan negara, tetapi itu kadang tadi, dia hanya mengucapkan sesuatu, tetapi dia juga tidak paham atas apa yang diucapkan tadi. Misalnya contoh tadi diucap, kita mengikuti nabi. Namun, bagaimana mengikuti nabi?” imbuhnya.
 
Padahal menurutnya, ketika disodorkan cara nabi memimpin, ditolak. Bagaimana misalnya nabi mengatur persoalan negara, ditolak. Bahkan, kemudian pada saat yang sama mereka memusuhi dan membenci sistem politik yang diajarkan nabi. Apa itu? Yaitu Khilafah.

“Nah, tinggal kita harus definisikan secara lebih detail bagaimana sebenarnya cara nabi dalam mengelola negara. Contoh misalnya, kalau mau mengikuti nabi, pada saat Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam itu menjadi kepala negara di Madinah, dibuatlah Sahifah, Madinah Wasiqoh Madinah,” paparnya.

Kemudian ia menegaskan dalam salah satu pasal, misalnya sangat jelas disebutkan Sesungguhnya kalian apapun yang terjadi pada sesuatu, maka itu dikembalikan kepada Allah Azza waalla dan kepada Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam.

“Nah ini contoh, misal berapa tahun yang lalu ramai itu misalnya tentang apa surah Al Maidah ayat berapa 51, misalnya. Yang di situ menjadi dalil, menjadi dasar larangan bagi umat Islam untuk mengangkat orang kafir sebagai pemimpin. Lalu kemudian apa? Lalu kemudian ini menjadi masalah, lalu kemudian ditolak dan seterusnya,” jelasnya.

Kemudian katanya, menambahkan munculnya kalimat ayat konstitusi di atas ayat suci karena konstitusi tidak melarang orang kafir menjadi pemimpin, maka siapa yang menolak meski didasarkan pada ayat suci harus dikalahkan. 

“Nah ini kan kenapa? Jadi berarti apa yang tadi disebutkan, menjadikan Nabi sebagai contoh dan teladan itu tidak riil. Nah ini, jadi ini tidak nyata, tidak nyambung dengan apa yang diucapkan tadi. Ada dua kemungkinan, mungkin belum paham  atau mungkin tidak paham. Namun, ini masih lumayan, kalau belum paham, tinggal dipahamkan. Demikian juga kalau tidak paham, yang berat itu kalau sudah salah paham atau berpaham salah, itu sudah berat,” pungkasnya. []Sri Nova Sagita

Opini

×
Berita Terbaru Update