Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Sekularisme Pencetak Generasi Pecandu Pornografi

Senin, 14 Oktober 2024 | 19:10 WIB Last Updated 2024-10-14T12:10:29Z

Tintasiyasi.id.com -- Saat ini, konten pornografi semakin marak dan juga bebas membuat siapa saja dapat dengan mudah mengaksesnya, termasuk remaja maupun anak-anak. Tentu hal ini sangat berbahaya, terbukti banyak kasus pelecehan seksual, prostitusi, seks bebas, perselingkuhan, kelainan seksual, pemerkosaan hingga pembunuhan yang melibatkan remaja dan anak di bawah umur akibat kecanduan konten porno. 

Seperti kasus pembunuhan yang disertai pemerkosaan terhadap siswi SMP di Palembang, Sumatera Selatan, yang dilakukan oleh empat remaja dengan tiga di antaranya masih di bawah umur salah satu bukti kengerian akibat pengaruh buruk konten pornografi (www.bbc.com, 14/9/2024).

Bahkan, Komisi Perlindungan Anak (KPA) mengungkapkan 97 persen remaja pernah mengakses dan menonton konten porno, didapati pula sebanyak 62,7 persen remaja pernah melakukan hubungan badan atau ML (Making Love) istilah remaja (Kompas.com, 9/5/2024).

Tak hanya itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan hingga 17 September 2023, jumlah konten negatif yang sudah ditangani Menkominfo mencapai 3.761.730 konten (NasionalKontan.co.id, 19/9/2024).

Namun, meski upaya pemblokiran situs-situs konten negatif telah dilakukan tapi belum mampu menghentikan peredarannya. Sebab konten pornografi adalah bagian dari bisnis yang menggiurkan, selaras dengan sistem kapitalis yang saat ini dijadikan aturan dalam kehidupan yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan.

Maka, selama ada permintaan konten pornografi pun akan tetap diproduksi tidak peduli dengan dampak buruk yang dapat menghancurkan moral generasi.
Selain itu, kapitalisme juga melahirkan pandangan yang memisahkan aktivitas kehidupan dari nilai-nilai agama atau sekularisme (agama hanya boleh mengatur urusan ibadah yang berhubungan dengan Sang Pencipta).

Hal tersebut menjadikan remaja bebas berperilaku dalam memenuhi kebutuhan jasmaninya yang cenderung hanya menuruti hawa nafsu bukan lagi syari’at sebagai rambu-rambu, mencari hiburan dan kebahagiaan dengan melakukan kemaksiatan. Sehingga, sekularisme juga pencetak generasi pecandu pornografi. 

Padahal, generasi sepatutnya menyibukkan diri dalam menuntut ilmu, mengasah potensi diri, mengejar cita-cita dan membina diri menjadi pribadi yang bertakwa yang kelak menjadi bagian yang ikut serta membangun peradaban mulia.

Namun, saat ini sudah jauh dari gambaran generasi dengan pribadi yang bertakwa. Fenomena ini sekaligus menggambarkan anak-anak kehilangan masa kecil yang bahagia, bermain dan belajar dengan tenang sesuai dengan fitrah anak dalam kebaikan.

Sekularisme juga telah menjadi asas yang dipakai negara dalam membangun SDM (Sumber Daya Manusia), yaitu bagaimana sistem pendidikan diarahkan hanya untuk mencetak generasi yang mampu mendongkrak perekonomian tanpa peduli kepribadian yang terbentuk pada generasi.

Sehingga, tak heran banyak generasi yang pandai secara akademik namun kecanduan pornografi, mental illness, narkoba, free sex dan sebagainya.

Apalagi, media yang saat ini makin liberal atau bebas di era digital ini. setiap hari disuguhi tayangan yang makin menjauhkan generasi dari jati diri sebagai seorang Muslim. Masih banyaknya konten-konten pornografi yang mudah diakses generasi menggambarkan tidak ada keseriusan dari negara menjauhkan generasi dari pengaruh buruk yang akan mempengaruhi kepribadiannya.

Sebaliknya, dalam hal ini Islam memandang aktivitas menonton konten porno sebagai suatu dosa, karena dianggap sebagai zina mata. Yaitu, memandang aurat pria atau wanita yang bukan mahramnya adalah haram. Zina mata akan membangkitkan syahwat yang dapat menggiring seseorang pada berbagai perbuatan maksiat.

Imam Al-Ghazali mengatakan dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin jilid 6: zina mata menjadi dosa terbesar dari dosa-dosa kecil. Ketika seseorang tidak dapat mengendalikan matanya, ia pasti juga tidak mampu menyelamatkan anggota tubuh lainnya.

Oleh karenanya, Islam sebagai ideologi yang memiliki aturan komprehensif yang membawa kerahmatan dalam penerapannya, mewajibkan negara mencegah terjadinya kerusakan generasi melalui aturannya yang diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. 

Diantaranya, pendidikan yang berbasis akidah Islam yang akan mencetak generasi bertakwa berkepribadian Islami yang selalu mengkaitkan setiap perbuatan dengan halal haram, menjadikan ridha Allah sebagai tujuan. Hal ini tentu akan menjaga generasi dari kemaksiatan juga kerusakan otak akibat paparan konten-konten negatif.

Sistem Islam juga mengatur tentang pergaulan, di antaranya anjuran menjaga pandangan, kewajiban menutup aurat, tidak boleh pacaran, ikhtilat juga khalwat serta hal-hal lain yang dapat membangkitkan syahwat.

Begitu juga media dalam Islam dipastikan tidak menyebarkan konten-konten yang merusak. Sebaliknya, media akan digunakan sebagai sarana dakwah, meningkatkan keimanan dan ketakwaan dan memberi informasi yang benar.

Begitu pula sanksi dalam Islam dipastikan akan memberikan keadilan dan efek jera bagi pelaku kejahatan, tanpa pandang bulu juga istilah anak di bawah umur ketika sudah mencapai usia baligh, semua akan di tetapkan sesuai aturan hukum Islam. 

Negara yang menerapkan aturan Islam akan mampu berkolaborasi dengan individu dan masyarakat untuk bersama-sama menjauhi dan menumpas aktivitas maksiat apa pun di tengah masyarakat dan selalu berusaha untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Masyarakat berkepribadian Islami akan saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah kemaksiatan. Maka, dengan tegaknya penerapan aturan-aturan Islam secara otomatis akan mencetak generasi unggul dan bertakwa yang siap membangun peradaban mulia bukan pecandu konten dewasa.[]

Oleh: Leni, Anggota Komunitas (Muslimah Menulis Depok (KMM) Depok)

Opini

×
Berita Terbaru Update