Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Polemik Sertifikasi Halal Ala Kapitalisme

Minggu, 13 Oktober 2024 | 20:11 WIB Last Updated 2024-10-13T13:11:46Z
Tintasiyasi.id.com -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Mengungkapkan temuan mengejutkan terkait produk pangan dengan nama-nama kontroversial seperti tuyul, tuak, beer dan wine yang mendapat sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementrian Agama. 

Ketua MUI di bidang fatwa Asrorun Niam Sholeh, mengkonfirmasi temuan ini pada selasa (1/10). Menurut Asrorun hasil investigasi MUI memfalidasi laporan masyarakat bahwa produk-produk tersebut memperoleh halal dari BPJPH melalui self declare. Proses ini dilakukan tanpa audit lembaga pemeriksaan halal dan tanpa penetapan kehalalan dari komisi fatwa MUI.

MUI tidak bertangung jawab atas klaim kehalalan terhadap produk-produk tersebut, tegas Asrorun menekankan bahwa norma tersebut tidak sesuai dengan standar fatwa MUI (wartabanjar.com/1/10/2024).

Ramai perbincangan soal sertifikasi halal pada produk-produk dengan nama yang penunjukan jelas pada sesuatu yang tidak halal. Mirisnya hal tersebut dianggap aman karena zatnya halal. Padahal regulasi mengenai penamaan produk halal sudah diatur dalam SNI 990004:2021 dan fatwa MUI No.44 tahun 2020.

Regulasi ini menggariskan produk tidak bisa menggunakan sertifikasi halal jika namanya bertentangan dengan syariat Islam atau norma masyarakat.

Inilah model sertifikasi halal dalam sistem kapitalisme. Nama tidak jadi soal asal zatnya halal. Padahal berpotensi menimbulkan kerancuan yang dapat membahayakan serta tidak mengedukasi masyarakat. 

Persoalan halal haram suatu benda, makanan atau minuman dalam Islam merupakan persoalan prinsip. Selain itu, dalam sistem kapitalisme saat ini sertifikasi pun menjadi ladang bisnis, bukan semata karena kesadaran untuk menjauhi keharaman. Apalagi ada aturan batas waktu sertifikasi. 

Hal ini tentu sangat memprihatinkan ketika kepentingan agama yakni hak umat untuk mendapatkan jaminan kepastian halal bukan semata formalisasi simbol halal malah di abaikan bahakn lebih sekedar untuk mengejar kepentingan ekonomi, inilah fakta yang kita dapati dalam sistem kapitalisme. 

Padahal seharusnya jaminan sertifikasi halal menjadi salah satu bentuk layanan negara kepada rakyat. Negara wajib memastikan produk-produk yang beredar ditengah masyarakat adalah produk halal dan baik untuk dikonsumsi. Sehingga akan membawa dampak baik pada kesehatan masyarakat.

Bukan semata karena perhitungan maslahat dan manfaat sehingga menghalalkan yang haram. Inilah peran negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Apalagi kehalalan merupakan kewajiban agama.

Allah SWT berfirman dalam Alquran, Artinya: "Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata." (Qs.Al-Baqarah : 186)

Namun, dalam sistem kapitalisme semua bisa di komersialisasi. Sebab, dalam sistem kapitalisme negara yang hanya menjadi regulator atau fasilitator antara pengusaha dan rakyat nya. 

Islam memiliki standar yang jelas tentang benda atau zat yang halal dan yang haram. Negara Islam wajib menjamin kehalalan benda, makanan, minuman yang dikonsumsi masyarakat. Islam telah menggariskan bahwa masalah halal dan haram merupakan perkara syariat yang mendasar, bukan perkara sepele sehingga bisa dikomersialkan.

Tindakan negara semacam ini adalah dalam rangka memastikan umat hanya mengkonsumsi dan menggunakan produk halal. Hanya saja negara yang akan mampu mengemban amanah ini hanya negara yang berpijak pada penerapan syariat Islam bukan negara kapitalisme sekularisme yang mencari keuntungan dan membisniskan kepentingan rakyatnya bahkan agama.

Sertifikasi halal adalah salah satu layanan yang diberikan oleh negara dengan biaya murah bahkan gratis. Negara memastikan kehalalan kebaikan setiap benda, makanan dan minuman yang  di konsumsi masyarakat. Negara juga harus memastikan setiap pelaku usaha memahami produk yang mereka jual adalah produk sehat, halal, dan baik untuk kesehatan.

Jaminan halal ini dapat diberikan negara dengan melakukan uji produk secara gratis dan pengawasan secara berkala. Jika ada ketentuan dan persyaratan yang tidak gratis, negara akan memberikan kemudahan administrasi yang cepat, murah, dan mudah.

Negara akan menugaskan para qadi hisbah yang rutin melakukan pengawasan setiap hari ke pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan ataupun pabrik. Qadi bertugas mengawasi produksi dan distribusi produk untuk memastikan kehalalan produk, juga tidak adanya kecurangan.

Sebagaimana yang dilakukan di masa Khalifah Umar Bin Khattab ra, beliau menugaskan qadi hisbah untuk mengontrol serta melindungi rakyat terhindar dari praktek haram dan curang di pasar. Semua ini hanya dapat terwujud dalam penerapan sistem Islam secara kafah dalam naungan khilafah Islamiyah. Walahua'lam Bishshawwab.[]

Oleh: Farida Marpaung
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update