Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Polemik Halal, Keniscayaan Kapitalis Liberal

Minggu, 13 Oktober 2024 | 19:55 WIB Last Updated 2024-10-13T12:55:12Z

Tintasiyasi.id.com -- Dalam kehidupan sehari-hari, makan dan minum menjadi aktivitas rutin yang harus di penuhi. Ketentuan serta standar yang jelas pun telah kita dipegang sejak Islam menjadi agama kita. Tak hanya halal sebenarnya, makanan serta minuman yang baik dalam tubuh harus menjadi kuncinya ketika mau mengkonsumsinya. 

Polemik halal haram ini dari dulu sampai sekarang terus saja kita temui. Sebagaimana hasil temuan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengungkapkan temuan produk dengan berbagai nama yang kontroversial.

Seperti wine, tuak, tuyul, dan beer. Berbagai produk tersebut ternyata mengantongi sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama. 

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mamat S. burhanudin mengatakan bahwa produk yang disebutkan di atas telah melalui proses mekanisme halal. Hasilnya, mendapatkan sertifikat halal dari Komisi Fatma MUI dan sesuai SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal (wartabanjar.com, 10/10/224).

Sebagai seorang muslim tentunya mengambil produk pangkat hanya yang halal saja. Itu sudah menjadi kebiasaan sedari kecil yang ditetapkan oleh seluruh orang tua. Bahkan selalu wanti-wanti kepada anaknya bahwa logo halal amat penting untuk menyatakan apakah sebuah produk boleh dimakan atau tidak.

Nah, kondisinya sekarang adalah produk yang telah lolos uji dan mendapat sertifikat halal malah menggunakan nama yang akhirnya membuta kita bimbang ragu untuk mengkonsumsinya.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, nama yang menunjukkan produk haram justru dipakai. Lantas kita harus percaya pada apa? Logo halal ataukah nama? 

Pertanyaan tersebut tentu akan menyeruak dalam pikiran kita. Rasanya tidak habis-habisnya persoalan yang terjadi di negeri ini. Setiap saat ada saja yang muncul dan membuat kebimbangan di kaum muslim.

Sebelumnya kita masih ingat tentang kunjungan orang nomor wahid di wilayah Vatikan. Sekarang, polemik nama vs halal menjadi fenomena yang terjadi di masyarakat. Padahal kehalalan suatu produk pangan, baik makanan atau minuman menjadi keharusan.

Karena ini menyangkut sesuatu yang akan masuk dalam tubuh kaum muslim. Jika yang masuk itu haram, tentulah akan berdampak luar biasa. Salah satunya adalah doa yang tidak dikabulkan Allah selama 40 hari. Nah, maka dari itu penting sekali halal ini pada produk pangan. 

Jika kita usut lebih dalam, akan sangat wajar jika persoalan ini terus hadir di masyarakat. Dan tentunya penyelesaian secara tuntas tidak pernah kita temui. Hal tersebut karena sekarang menerapkan sebuah sistem yang mengedepankan cuan dan keuntungan.

Sehingga berbagai macam cara ditempuh guna mendapatkan sebanyak-banyaknya kedua hal tadi. Bahkan yang lebih menyeramkan adalah bisa jadi logo halal tersebut bisa dibeli tanpa harus melewati serangkaian uji-uji yang harus dilaksanakan. Ini tentunya diduga kuat bisa terjadi. 

Karena ternyata masih ada saja produk yang lulus sensor padahal dari sisi nama mengandung unsur haram. Apakah badan yang mengurusi ini tidak membuat aturan jelas terkait dengan nama produk yang akan dilepas ke pasaran? Soalnya nama ini menjadi sesuatu yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Karena sangat terpampang nyata.

Bahkan dengan tulisan yang berbeda, warna menarik, dan lainnya. Semua itu ditunjukkan agar konsumen tertarik dengan produknya.

Berkaitan dengan nama tadi, apakah memang ini unsur kesengajaan demi menarik simpati konsumen agar mau membeli produk tersebut? Entah, apa yang menjadi pikiran dari si produsen. Namun nyatanya produk tersebut bisa melenggang di pasaran. 

Hal ini tentu sebagai bentuk hasil dari didikan sistem yang ditetapkan saat ini. Sekuler telah membuat manusia memisahkan antara standar baku agama dari kehidupan. Sehingga yang terjadi adalah agama tidak boleh masuk untuk urusan kehidupan manusia. 

Penjagaan akidah benar-benar tidak dilakukan oleh negara. Padahal jika berbicara mayoritas, maka muslim begitu mendominasi pada negeri ini. Namun nyatanya negara enggan mengurusi persoalan kaum muslim, apalagi dari sisi penjagaan. Buktinya apa? 

Pemerintah masih melegalkan minuman haram beredar di tengah masyarakat. Ini merupakan bukti nyata bahwa negara, dalam hal ini pemerintah telah berlepas tangan untuk mengurusi persoalan umat. 

Belum lagi liberalisme, yang menjadikan pemikiran manusia menjadi liar penuh kebebasan tanpa adanya aturan. Inilah juga yang akhirnya membuat akidah umat menjadi luntur. Manusia bebas melakukan apapun tanpa terikat aturan, apalagi agama. Bahaya yang tanpa disadari akan ada di depan mata. 

Berbeda ketika aturan Islam ada dalam kehidupan manusia. Hukum syarak menjadi standar utama manusia ketika melakukan sesuatu, termasuk mengkonsumsi pangan. Halal menjadi aturan baku ketika memilih produk makanan.

Berikut juga termasuk toyyib, yaitu baik bagi kesehatan tubuh manusia. Dua hal ini menjadi rambu-rambu manusia ketika mencari produk pangan. Negara di sini akan hadir dengan pengayoman penuhnya. 

Maksudnya adalah persoalan umat akan diatasi dan kemaslahatan tentu akan menjadi hal utama yang dicapai. Termasuk pada kehalalan pangan. 

Dalam Islam, label produk menjadi hal pembeda apakah boleh dikonsumsi dan tidak. Hanya produk haram saja yang diberikan label, sementara yang halal dibiarkan tanpa logo. Ini menjadi sesuatu yang sudah mahayur di dunia Islam. Karena jika logo halal ada di kemasan, akan terlalu banyak diberikan.

Sehingga yang haram saja yang berlabel. Ini adalah bentuk penjagaan luar biasa negara. Dengan mengkonsumsi pangan halal, InsyaAllah kaum Muslim akan aman dan akidah menjadi terjaga dengan baik. Seharusnya negara saat ini mampu mencontoh bagaimana periayahan yang telah dilakukan pemerintah Islam kepada seluruh rakyatnya. Karena dalam catatan sejarah tertulis bahwa masyarakat sejahtera, bahkan kata miskin tidak ada dalam kamus Islam.

Itu ketika pemerintahan Khalifah Harun. Sulit untuk menemukan orang yang berhak menerima zakat. MasyaAllah, begitu luar biasanya riayah yang dilakukan negara Islam kepada rakyatnya. Penjagaan akidah pun menjadi kunci keberhasilan pemerintahan. 

Itu semua terbongkar dalam sebuah institusi Islam, Daulah Khilafah. Yang nantinya akan dipimpin oleh seorang khalifah, menerapkan aturan Islam secara sempurna dan menyeluruh. Wallahu'alam bishshowwab.[]

Oleh: Mulyaningsih
(Pemerhati Masalah Anak dan Keluarga)

Opini

×
Berita Terbaru Update