Tintasiyasi.id.com -- "Harapan Baru Indonesia Maju". Ini adalah gambaran konsep visi Indonesia dibawah pemerintahan Prabowo-Gibran.
Salah satu target ekonomi yang berulang kali Prabowo sampaikan ialah mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi, hingga mencapai level 8 persen pada periode pemerintahannya (kompas.com, 20-10-2024)
Perlu di ingat oleh pemerintahan yang baru bahwa permasalahan di Indonesia sangatlah banyak dan kompleks. Bagai benang kusut yang sulit di urai. Semisal masalah di bidang politik, Indonesia dikuasai oleh pemilik modal.
Pejabat membuat kebijakan berpihak padanya dan menjadikan urusan rakyat sebagai permainan serta jalan mendapatkan keuntungan. Bidang ekonomi, PHK terjadi di dimana-mana, SDA dikuasai asing dan negara tidak punya modal menyejahterakan rakyat.
Rakyat dibebani dengan pajak yang tinggi ditengah naiknya berbagai kebutuhan pokok serta inflasi yang sulit dikendalikan. Hutang riba Indonesia juga menumpuk hingga lebih dari Rp 8.500 triliun.
Bidang sosial, pemerintah abai terhadap moral, agama rakyat serta efek moderasi beragama produk barat membuat kualitas generasi menurun dan banyak kasus amoral. Kehidupan rakyat jauh dari kebaikan.
Bidang hukum dan pertahanan dan keamanan (HanKam) mandulnya hukum di negara ini karena hukum dan perangkatnya di ambil alih oleh kekuatan uang. Hankam juga sangat lemah, contohnya masih ada KKB di Papua, pencurian SDA oleh negara tetangga.
Kondisi tersebut menunjukkan wibawa pemerintah sangat lemah maka bagaimana target ambisius itu bisa terwujud?
Kemajuan ekonomi bangsa di ukur dari pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita tidak menggambarkan kondisi kesejahteraan perorangan. Di negeri ini ada rakyat yang mati kelaparan dan ada juga yang menghabiskan jutaan rupiah hanya untuk makan.
Indonesia tidak mandiri dalam kepemimpinannya, berbagi kebijakan masih dikendalikan kekuatan global. Alih-alih menjadi macan asia mempertimbangkan pulau-pulau kecil saja kewalahan.
Pergantian pemimpin di anggap sebagian orang sebagai harapan baru adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Anggapannya, keberhasilan ditangan individu yang memimpin.
Rezim baru harapkan membawa perubahan yang lebih baik. Namun kita lihat mereka yang menjabat saat ini. Membuat koalisi gemuk di parlemen tidak menjamin kesejahteraan rakyat, bisa jadi berpeluang menjadi negara diktator. Pengisi kedudukan dari berbagai kalangan yang kapabilitas dan kredibilitasnya perlu di pertanyakan.
Padahal walaupun berganti pemimpin namun selama sistem masih sama, yaitu demokrasi kapitalisme maka tidak akan terjadi perubahan. Pasalnya sistem yang diterapkan ini adalah sistem cacat sejak lahir, sistem rusak dan merusak. Berbagai problem didunia saat ini adalah akibat buruk penerapan sistem ini.
Jika kita menginginkan perubahan dan penyelesaian problem negeri ini, maka kita butuh individu yang beriman dan bertaqwa yang menerapkan sistem Islam.
Perubahan yang membawa kesejahteraan bagi rakyat dan keberkahan di dunia serta di akhirat hanyalah dengan menerapkan sistem Islam yang datang dari Dzat yang Maha Mengetahui yaitu Allah ta'ala.
Islam menetapkan kriteria pemimpin negara harus memenuhi 7 syarat in’iqad (syarat legal), yaitu : (1) laki-laki; (2) muslim; (3) merdeka; (4) baligh; (5) berakal; (6) adil, artinya bukan orang fasik; dan (7) mampu mengemban jabatan. Jika salah satu dari ketujuh kriteria tidak terpenuhi maka kepemimpinannya dinyatakan tidak sah.
Islam juga menetapkan tugas pemimpin negara adalah melaksanakan sistem Islam secara kaffah dalam semua lini kehidupan dan berperan sebagai pengus dan pelindung bagi rakyatnya. Pemimpin negara di amanahi untuk memastikan semua rakyat bahagia dan sejahtera.
Agar itu semua bisa terwujud kita harus menyadarkan umat, bahwa perubahan hakiki hanya bisa terjadi dengan meninggalkan sistem demokrasi yang rusak dan menerapkan syariat Islam secara kaffah.[]
Oleh: Puput Weni R
(Aktivis Muslimah)