Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Negara Kapitalis Boros Terhadap Pejabat tetapi Pelit kepada Rakyat

Jumat, 18 Oktober 2024 | 18:43 WIB Last Updated 2024-10-18T11:43:50Z
Tintasiyasi.id.com -- Belum genap sebulan dari pelantikan sebagai anggota dewan, belum memulai pekerjaan, namum sudah mulai menampakan wajah aslinya. 

Ya, Kebijakan pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPR semakin menambah panjang daftar tunjangan yang mereka terima. Diharapkan adanya tunjangan itu untuk memudahkan peran anggota dewan sebagai wakil rakyat dalam menjalankan fungsinya menyalurkan aspirasi rakyat. 

Bisakah Sesuai Harapan? 

Pada faktanya, anggota dewan yang terdahulu pun dengan berbagai fasilitas istimewa yang mereka dapatkan tidak menambah baiknya kinerja mereka sebagai wakil rakyat. Alih-alih memikirkan nasib rakyat mereka malah bergerak cepat mengesahkan Undang-Undang yang berpihak pada penguasa dan pengusaha. 

Misalnya saja RUU Dewan Pertimbangan Presiden dan RUU  Kementerian Negara. Sementara RUU Perlindungan Pekerjaan Rumah Tangga dan RUU Masyarakat Adat tidak tersentuh sama sekali. Bahkan, ketika sebagian besar masyarakat menjerit dan menolak RUU Ciptaker/ Omnibus Law, mereka tak bergeming. 

Bekerja untuk Siapa?

Ini salah satu bukti bahwa mereka bekerja bukan untuk kepentingan rakyat, tapi untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Lebih nampak lagi ketika mereka menganulir keputusan MK tentang RUU Pilkada dalam waktu sehari, demi menjaga eksistensi kekuasaan pihak tertentu. 

Ditambah lagi anggota dewan terpilih saat ini banyak diisi oleh  orang-orang yang memiliki hubungan kerabat dengan para sesama anggota dewan maupun dengan para pejabat. Ada pasangan suami- istri, anak, keponakan dan banyak dari anggota dewan yang lama, yang mereka adalah orang-orang yang telah mengesahkan berbagai UU kontroversial terpilih kembali. Tentu masyarakat merasa pesimis akan efektivitas kinerja mereka. 

Tunjangan atau Pemborosan? 

Adanya tunjangan perumahan bagi anggota dewan yang akan dialihkan dengan pemberian uang tunai yang disatukan dengan komponen gaji bulanan tentu sebuah pemborosan. 
Hal ini seperti diungkapkan oleh peneliti ICW (Indonesia Corruption Watch) Seira Tamara. Ia memandang bahwa kebijakan tersebut merupakan bentuk pemborosan uang negara (KOMPAS.com, 11/10/2024).
 
Berdasarkan informasi dari sejumlah media, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar menyampaikan bahwa anggota DPR akan menerima tambahan tunjangan untuk perumahan sekitar Rp50-70 juta/bulan. ICW mengkalkulasikan dengan perkiraan tunjangan Rp 50-70 juta untuk 580 anggota DPR selama 5 tahun.

Hasilnya sebesar Rp1,74 triliun sampai Rp2,43 triliun. Apabila ini diteruskan, ada pemborosan anggaran sekitar Rp1,36 triliun hingga Rp2,06 triliun dalam jangka waktu 5 tahun ke depan. Seira menambahkan, peralihan pemberian rumah fisik menjadi tunjangan tunai akan menyulitkan pengawasan atas penggunaan tunjangan tersebut.

Selain itu, ICW menduga bahwa upaya pengalihan itu tidak memiliki perencanaan, sehingga diduga gagasan pemberian tunjangan hanya untuk memperkaya anggota DPR tanpa memikirkan kepentingan rakyat.

Seperti diketahui, Sekjen DPR Indra Iskandar mengatakan bahwa uang tunjangan perumahan akan dimasukan dalam komponen gaji, sehingga menurutnya, menjadi hak para anggota dewan untuk menggunakan uang tunjangan tersebut. "Mau sewa, mau beli, dia punya uang mukanya dari sendiri, atau dia punya rumah di seputar Jabodetabek, itu kan hak masing-masing," Kata Indra.

Boros kepada Pejabat? 

Sungguh ironis apa yang dilakukan oleh para pejabat saat ini. Di tengah-tengah sulitnya masyarakat mendapatkan perumahan yang layak dan murah, ditambah program Tapera semakin menambah beban rakyat. Di sisi lain justru mereka malah menghambur-hamburkan uang negara yang notabene berasal dari pajak rakyat. Padahal menurut data yang dikutip dari www.international.sindonews.com tahun 2019 ada sekitar 3 juta penduduk yang tidak memiliki rumah, 28 ribu diantaranya ada di Jakarta, kemudian ada 77.500 gelandang dan pengemis yang tersebar di berbagai wilayah. 

Sementara anggota dewan adalah orang-orang kaya yang tidak seharusnya mendapatkan fasilitas yang sebenarnya tidak mereka perlukan meski dengan dalih untuk mendukung kinerja mereka. 

Nyata lah bahwa sistem yang ada saat ini meniscayakan para pejabat termasuk wakil rakyat sebagai pihak yang melegalisasi  penjajahan ekonomi rakyat atas nama hukum. Para penguasa berkerjasama dengan para pengusaha untuk memuluskan kepentingan mereka melalui berbagai peraturan yang diberlakukan.
 
Wakil Rakyat Dalam Islam

Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh (Kamilan Wa Syamilan) memiliki aturan tersendiri terkait wakil rakyat. Dalam sistem Islam, ada yang di sebut sebagai Majelis Umat. Mereka adalah wakil rakyat yang akan menyampaikan aspirasi rakyat kepada penguasa dan mereka juga yang akan dimintai masukan oleh penguasa terkait kebijakan yang akan diterapkan, serta melakukan koreksi atau muhasabah terkait kebijakan yang sudah diterapkan. 

Jadi dalam sistem Islam tidak adanya yang namanya hak istimewa dan fasilitas yang fantastik bagi para anggota Majelis Umat. Tugas mereka adalah mengontrol dan mengoreksi penguasa. Mereka bekerja murni mewakili kepentingan rakyat tanpa imbalan kecuali pahala dari Allah SWT. Karena mereka menyadari dan meyakini bahwa semua itu akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. 

Khatimah

Jadi sudah sepantasnya kita campakkan sistem yang hanya membawa kerusakan dan kesengsaraan. Hanya Islam saja satu-satunya sistem yang bisa kita harapkan saat ini yang akan memberikan penghidupan yang lebih baik, mengatur urusan rakyat dengan mengutamakan kesejahteraan dan kepentingan rakyat. Wallahu'alam 'alam bishshawwab.

Oleh: Ni'matul Afiah Ummu Fatiya
(Pemerhati Kebijakannya Publik)

Opini

×
Berita Terbaru Update