Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Meneropong Potret Penegakan Hukum pada Pemerintahan Baru Prabowo Gibran

Senin, 21 Oktober 2024 | 22:43 WIB Last Updated 2024-10-21T15:44:33Z
 
TintaSiyasi.id -- Indonesia memiliki pemimpin baru. Prabowo-Gibran telah dilantik sebagai presiden dan wakil presiden pada Ahad (20/10/2024). Sayangnya, tak hanya diserahi tongkat estafet kepemimpinan negeri ini, warisan gado-gado problematika juga mau tak mau harus diterima. Berbagai kerusakan yang diciptakan Presiden Jokowi di akhir masa kekuasaannya akan menjadi beban bagi pemerintahan baru Prabowo.

Selain dominasi beban fiskal, yang mengemuka adalah warisan penegakan hukum yang dinilai suram di akhir periode pemerintahan Presiden Jokowi. Salah satu indikator kegagalan Jokowi dan harus diselesaikan Prabowo adalah Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang merosot. Juga carut-marutnya wajah sistem hukum dan politik akibat dari ugal-ugalan dalam mengangkangi hukum demi keberlangsungan kekuasaan.

Publik tentu masih ingat polemik putusan Majelis Konstitusi (MK) yang membolehkan seseorang belum berusia 40 tahun bisa maju menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui Pemilu. Putusan ini menjadi pintu masuk Gibran menjadi cawapres. Setelahnya terjadi pembangkangan konstitusional oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada putusan MK soal batas usia calon gubernur (cagub) yang menjadi angin segar bagi Kaesang untuk maju dalam pemilihan gubernur DKI. Meski akhirnya DPR menyatakan mematuhi putusan MK. 

Bila melihat begitu suramnya peninggalan  Jokowi bagi presiden penggantinya, wajar bila banyak kalangan tak terlalu optimis Prabowo mampu mengembalikan muruah penegakan hukum. Sekretaris Jenderal Transparency Internasional Indonesia (TII), Danang Widoyoko berharap, Prabowo tidak mencontoh cara Jokowi dalam mengintervensi penegak keadilan yang Danang sebut dengan istilah 'Playbook Jokowi' (kumparannews, 14/10/2024). Mari kita lihat, kemampuan rezim baru dalam menegakkan hukum dengan pendekatan keamanan yang telah digadang-gadang Prabowo sejak masa kampanyenya.

Prediksi Penegakan Hukum di Era PraGib jika Menggunakan Pendekatan Keamanan

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harijanti menyatakan tak bisa meneropong nasib penegakan hukum di masa Prabowo. Hanya satu yang pasti, kata Susi, pemerintahan mendatang akan terbebani tunggakan atau warisan suram penegakan hukum era Jokowi. Ia melihat, penegakan hukum dengan istilah 'tajam ke bawah tapi tumpul ke atas', terutama terkait korupsi oleh elite politik.

Namun secara keseluruhan, para ahli dan organisasi masyarakat sipil tak begitu optimistis mengenai arah pemberantasan korupsi dan penegakan hukum di tangan Prabowo Subianto. Terlebih karena ia dinilai membawa misi keberlanjutan dari Jokowi yang notabene punya catatan terkait penegakan keadilan. Menurut Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto, ia merasa tidak akan berbeda apa yang sudah dilakukan Pak Jokowi dengan Prabowo nanti setelah dilantik (kumparan.com, 14/10/2024).

Berikut daftar warisan yang diterima rezim Prabowo dari Jokowi terkait penegakan hukum yang tidak berkeadilan. 

Pertama, pemberantasan korupsi. Pemerintahan Jokowi menghadapi kritik terkait melemahnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah revisi UU KPK pada 2019. Banyak yang menilai revisi tersebut mengurangi independensi KPK. Tugas berat bagi Prabowo adalah memperbaiki citra KPK dan memperkuat kembali upaya pemberantasan korupsi.

Kedua, reformasi sektor hukum. Salah satu tantangan utama adalah penegakan hukum yang m belum merata, terutama penanganan kasus-kasus yang melibatkan pihak berkuasa (elite politik). Prabowo harus menangani isu ini dengan melakukan reformasi di sektor peradilan dan meningkatkan integritas aparat penegak hukum.

Ketiga, omnibus law dan konflik hukum. Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan pada masa Jokowi juga menjadi sumber kontroversi dan tantangan hukum. Banyak pihak menganggap UU ini mengabaikan hak-hak buruh dan merusak lingkungan. Isu hukum seputar pelaksanaan Omnibus Law akan menjadi tanggung jawab Prabowo untuk menyelesaikan konflik dan ketidakpuasan yang muncul.

Keempat, masalah hak asasi manusia (HAM). Selama pemerintahan Jokowi, ada sejumlah kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan, baik kasus masa lalu maupun yang terjadi selama masa kepemimpinannya. Tuntutan publik untuk penyelesaian pelanggaran HAM berat, seperti tragedi 1998 dan penanganan demonstrasi yang berujung kekerasan, akan menjadi tantangan bagi Prabowo.

Kelima, penegakan hukum di sektor lingkungan. Pemerintahan Jokowi banyak dikritik terkait lemahnya penegakan hukum terkait pelanggaran lingkungan seperti deforestasi dan kebakaran hutan. Prabowo harus menangani tantangan ini dengan memperketat regulasi lingkungan dan memastikan penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelanggar.

Keenam, politik hukum dan oligarki. Ada persepsi bahwa hukum pada rezim Jokowi cenderung berpihak pada kepentingan oligarki. Prabowo harus menghadapi pengaruh politik oligarki dalam proses penegakan hukum serta mengembalikan kepercayaan publik terhadap independensi hukum di Indonesia.

Kini ketika masa jabatan Jokowi berakhir, kekuasaan yang terpusat tersebut meninggalkan warisan yang penuh kecurigaan dan ketidakpastian. Bangsa ini pun waspada terhadap bayang-bayang Jokowi jilid dua, sosok yang dinilai telah menyingkirkan orang-orang terdekatnya demi melanggengkan pengaruh politiknya.

Dengan latar belakang militernya, sangat memungkinkan Prabowo akan mengambil pendekatan keamanan dalam penegakan hukum. Selama ini sosoknya juga dikenal memiliki pandangan bahwa keamanan dan ketertiban adalah prasyarat penting bagi penegakan hukum dan keadilan.

Meski pendekatan keamanan bisa membawa ketertiban dan stabilitas, tantangannya adalah bagaimana menyeimbangkan antara penegakan hukum yang tegas dengan perlindungan HAM, agar tidak terjadi tindakan represif yang justru menimbulkan ketidakadilan baru. 
Publik tentu berharap terjadi penegakan hukum tegas tanpa represifitas, aparat penegak hukum (APH) yang disiplin, serta penindakan keras terhadap para pelanggar hukum. Mungkinkah idealitas ini terjadi ketika rezim Jokowi masih membayangi? Terlebih sistem politik yang menjadi biang kerusakan selama ini pun tetap sama yaitu demokrasi sekularistik liberal.

Dampak Pendekatan Keamanan terhadap Perlindungan Hukum Masyarakat

Pendekatan keamanan dalam penegakan hukum masyarakat sering kali berdampak buruk ketika prioritas keamanan mengesampingkan hak-hak dasar individu dan prinsip-prinsip keadilan. Berikut beberapa dampak buruk yang dapat timbul;

Pertama, pembatasan HAM. Pendekatan keamanan yang berlebihan dapat menyebabkan pembatasan kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berorganisasi. Misalnya, dalam situasi darurat, pemerintah seringkali memberlakukan aturan ketat yang membatasi kebebasan sipil atas nama menjaga ketertiban.

Kedua, penyalahgunaan Kekuasaan. APH yang diberikan kewenangan lebih besar dapat cenderung menyalahgunakan kekuasaannya, seperti melakukan penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, atau tindakan represif lainnya terhadap masyarakat, khususnya kelompok marginal atau oposisi.

Ketiga, kegagalan menyelesaikan masalah sosial. Pendekatan yang terlalu fokus pada aspek keamanan sering kali mengabaikan akar masalah yang lebih mendasar, seperti kemiskinan, ketidaksetaraan sosial, atau diskriminasi. Hal ini membuat masalah keamanan terus berulang karena solusi yang diterapkan hanya bersifat sementara.

Keempat, erosi kepercayaan publik. Ketika masyarakat merasa bahwa hukum digunakan untuk menekan mereka alih-alih melindungi hak-hak mereka, kepercayaan terhadap institusi hukum dan pemerintah akan menurun. Hal ini dapat memicu resistensi, protes, atau bahkan konflik sosial yang lebih besar.

Kelima, kriminalisasi aktivis. Pendekatan keamanan yang represif seringkali digunakan untuk membungkam aktivis, pembela HAM, dan pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah. Hal ini membatasi ruang kebebasan berekspresi dan berpendapat. 

Keenam, stigmatisasi kelompok tertentu. Dalam banyak kasus, pendekatan keamanan dapat mengarah pada diskriminasi terhadap kelompok etnis, agama, atau politik tertentu, yang dianggap sebagai ancaman potensial. Ini menciptakan ketidakadilan dan memperparah ketegangan sosial.

Dengan demikian, meskipun pendekatan keamanan penting dalam situasi tertentu, namun penerapannya harus tetap menghormati prinsip-prinsip hukum, HAM, dan keadilan agar tidak merugikan masyarakat secara keseluruhan.

Strategi Penegakan Hukum yang Memberikan Perlindungan Hukum kepada Rakyat

Melihat begitu carut-marutnya wajah penegakan hukum di negeri ini, khususnya pola tajam ke bawah tumpul ke atas, maka menggagas strategi penegakan hukum berkeadilan menjadi hal urgen. Strategi penegakan hukum yang mampu memberikan perlindungan hukum kepada rakyat harus bertumpu pada prinsip-prinsip keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan kesetaraan di hadapan hukum. Beberapa strategi utama yang dapat diterapkan untuk mewujudkan hal ini antara lain:

Pertama, reformasi sistem hukum. Meningkatkan kualitas UU dan regulasi agar sesuai kebutuhan masyarakat dan memastikan aturan bersifat diskriminatif atau tidak adil dihapuskan. Perubahan pada sistem hukum perlu fokus pada peningkatan akses keadilan bagi seluruh rakyat, terutama kelompok rentan seperti masyarakat miskin, perempuan, dan anak-anak.

Kedua, peningkatan akses keadilan. Mempermudah masyarakat untuk mengakses layanan hukum, seperti bantuan hukum gratis bagi yang kurang mampu. Ini juga mencakup pengembangan pusat bantuan hukum di daerah terpencil dan pelatihan hukum bagi masyarakat agar lebih memahami hak-hak mereka.

Ketiga, pemberantasan korupsi dan penyalahgunaan kewenangan. Menerapkan pengawasan yang ketat terhadap APH (polisi, jaksa, hakim) untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Badan-badan pengawasan internal dan eksternal harus berfungsi secara efektif dan independen untuk menindak pelanggaran yang dilakukan oleh APH.

Keempat, peradilan yang independen dan transparan. Memastikan peradilan yang independen, di mana keputusan hakim tidak dipengaruhi oleh tekanan politik atau ekonomi. Proses peradilan harus transparan dan mudah diakses oleh publik untuk menilai keadilan yang dijalankan.

Kelima, perlindungan terhadap HAM. Setiap tindakan penegakan hukum harus dilakukan dengan menghormati HAM. Penegak hukum harus memastikan bahwa hak-hak warga negara dilindungi, termasuk hak atas perlakuan yang adil, hak atas pembelaan diri, serta bebas dari penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang.

Keenam, pendidikan hukum bagi masyarakat. Melakukan sosialisasi hukum dan HAM secara masif kepada masyarakat agar mereka lebih sadar akan hak dan kewajiban hukumnya. Pendidikan ini bisa dilakukan melalui program-program komunitas, sekolah, dan media massa.

Ketujuh, kolaborasi dengan masyarakat sipil termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penegakan hukum yang baik harus melibatkan kerja sama dengan masyarakat sipil dan LSM. Mereka dapat berperan dalam memantau pelaksanaan hukum, memberikan advokasi, dan melindungi kelompok-kelompok rentan.

Kedelapan, penguatan teknologi dalam penegakan hukum. Mengadopsi teknologi untuk memperkuat sistem penegakan hukum, misalnya dengan digitalisasi proses peradilan, penggunaan CCTV, dan sistem pelaporan online untuk kejahatan. Teknologi juga dapat meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas dalam menangani kasus-kasus hukum.

Dengan menerapkan strategi di atas, penegakan hukum diharapkan tidak hanya menghukum pelanggar, tetapi juga memberikan perlindungan yang lebih baik bagi rakyat terutama kelompok rentan. Hanya saja, idealitas di atas mungkinkah terwujud dalam sistem politik saat ini? 

Bila merujuk pada perbandingan sistem politik yang pernah dan sedang berlangsung, sistem Islam yang berasal dari ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya yang mampu mengantarkan manusia pada penegakan hukum yang berkeadilan. Karena sejatinya hukum hanyalah milik Allah SWT dan sebaik-baik hukum berasal dari Allah SWT, Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur seluruh alam raya.
 
Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Puspita Satyawati (Analis Media dan Politik)

Opini

×
Berita Terbaru Update