TintaSiyasi.id -- Menanggapi maraknya kasus tawuran antar pelajar, Mubalighah Ustazah Rif'ah Kholidah mengatakan hal itu buah dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme dalam kehidupan pada masyarakat dan bernegara.
"Berulangnya kasus tawuran antar pelajar adalah buah dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme dalam kehidupan pada masyarakat dan bernegara," ungkapnya dalam Bagaimana Hukum Pelaku Tawuran dalam Islam? | Kata Islam dalam kanal YouTube Muslimah Media Hub, Ahad (29/9/2024).
Ia menjelaskan bahwa, sistem kapitalisme telah menjadikan orientasi pendidikan di negeri fokus pada pencapaian nilai akademik di atas kertas, tetapi abai dalam pembinaan kepribadian pelajar. Pelajaran agama yang sangat minim jelas tidak akan bisa memberikan bekas pada pembentukan kepribadian pelajar. Sementara itu di luar sekolah konsep tentang sukses sangat dijauhkan dari Islam. Definisi sukses yang ada adalah meraih materi yang sebanyak-banyaknya bukan pada ketaatan dan ketakwaan.
Disisi lain, ia menjelaskan sistem hukum yang ada di negeri ini tidak memberikan efek jera bagi pelakunya karena mereka dianggap masih anak-anak, belum berusia 18 tahun walaupun sejatinya mereka telah baligh.
"Akibatnya hukum tidak bisa berlaku tegas terhadap pelaku Meskipun mereka berbuat kriminal dan melukai orang lain bahkan membunuhnya," jelasnya.
Ia menilai, adanya regulasi yang memberikan panduan pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di satuan pendidikan yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Pencegah dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan, serta Pokja atau Kelompok Kerja pencegahan dan penanganan kekerasan di bidang pendidikan yang diresmikan pada tanggal 20 desember 2021. Namun ternyata regulasi ini tidak mampu menangkal kekerasan remaja yang kian meresahkan.
Hukum Tawuran
"Berkaitan dengan hukum pelaku tawuran maka jelas bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian, bukan permusuhan, aksi tawuran merupakan tindakan perkelahian yang dilakukan secara keji dengan mengolok-olok saling melukai hingga saling membunuh yang dapat menimbulkan mudarat baik untuk dirinya maupun orang lain," terangnya.
"Oleh karena itu hukum tawuran dalam Islam adalah haram sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang
(لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ)
artinya “Tidak boleh membahayakan diri dan membahayakan orang lain” (HR. Ahmad, Malik, dan Ibnu Majah)," imbuhnya.
Ia menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga mengajarkan kepada kita agar tidak melakukan peperangan yang bukan untuk meninggikan kalimat Allah, sebagaimana sabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Imam al-Baihaqi mengeluarkan hadis ini dalam Syu’ab al-imân dari Abu Hurairah dengan redaksi:
وَمَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عُمِيَّةٍ يَغْضَبُ لِلْعَصَبِيَّةِ، وَيَنْصُرُ لِلْعَصَبِيَّةِ، وَيَدْعُوْ لِلْعَصَبِيَّةِ فَقِتْلَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ
“ …siapa saja yang terbunuh di bawah panji buta, dia marah karena ‘ashabiyah, menolong karena ‘ashabiyah dan menyerukan ‘ashabiyah, maka dia mati jahiliah.”
"Berkaitan dengan hadis ini Imam an-nawawi dalam kitabnya Shahih Muslim beliau menjelaskan bahwa makna رَايَةٍ عُمِيَّةٍ adalah perkara buta yang tidak jelas maknanya, yakni berperang tanpa pandangan dan pengetahuan, perang karena ta’asub seperti perang jahiliah dan tidak mengetahui yang benar dari yang batil, melainkan iya marah karena ashabiyah bukan karena menolong agama dan ashabiyah adalah menolong kaumnya atas dasar kezaliman," terangnya.
"Berulangnya kasus tawuran antar pelajar hanya bisa diselesaikan jika negara mencampakkan sistem sekularisme kapitalisme dan menerapkan sistem Islam kaffah dalam naungan khilafah," pungkasnya. [] Alfia Purwanti