Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kontroversi Tunjangan Rumah Dinas DPR: Prioritas atau Beban Anggaran ?

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:03 WIB Last Updated 2024-10-21T02:03:50Z

Tintasiyasi.id.com -- Baru ini publik dibuat makin terheran-heran dengan adanya kebijakan terkait tunjangan rumah dinas anggota DPR periode jabatan 2024-2029. Sebagai bentuk dukungan terhadap tugas dalam menjalankan fungsi legislasinya.

Hal itu tertuang dalam Surat Sekretariat Jenderal DPR RI Nomor B/733/RT.01/09/2024 perihal penyerahan kembali rumah jabatan anggota yang telah ditetapkan pada 25 September 2024. 

Dari hal tersebut ditetapkan bahwa anggota DPR yang dilantik untuk masa jabatan 2024-2029 tidak akan mendapatkan fasilitas Rumah Jabatan Anggota (RJA).  Tetapi para anggota dewan akan mendapatkan uang tunjangan perumahan setiap bulannya yang akan ditranfer kerekening masing-masing individu beserta gajinya. 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar menjelaskan RJA yang berlokasi di Ulujami  dan Kalibata akan dikembalikan ke negara yaitu Kementerian Keuangan sebagai pengelola barang (media.dpr.go.id  10/10/2024).

Alasan lainnya yaitu kondisi Rumah Jabatan Anggota (RJA) yang dirasa sudah tidak layak dan jika dipertahankan akan banyak sekali biaya untuk memperbaikinya. Adapun besaran tunjangan sekitar 50 juta perbulan yang diberikan kepada 580 anggota DPR baru nantinya. 

Kontroversi

Seperti halnya kebijakan lain, tunjangan ini menjadi bahan perdebatan publik terkait dengan efisiensi dan transparansi penggunaan anggaran belanja negara. Seperti pernyataan Pengamat Tata Kota, Nirwono Yoga kepada detikProperti 10/10/2024 "Dari dana yang ada lebih baik rumah yang ada dirapikan, disempurnakan kembali sesuai dengan standar intinya. Yang terpenting dari 500-an anggota DPR tadi itu, pastikan sebenarnya yang butuh rumah itu berapa,"  Apalagi ada beberapa sepasang suami istri atau bahkan anaknya juga yang dilantik menjadi anggota dewan (cnnindonesia.com 16/10/24).

Jatahnya tentu bisa double padahal tinggal satu rumah. Serta tidak semua anggota DPR yang bertempat tinggal diluar Jakarta, ada banyak yang tinggal dirumah sendiri wilayah Jakarta. 

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, mengungkap, sedikitnya 79 calon anggota legislatif terpilih DPR RI 2024-2029 diduga memiliki hubungan keluarga hingga politik dinasti (Jumpa pers 24/9/2024).

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi langkah tersebut akan mempersulit pengawasan yang pada akhirnya tidak hanya berdampak pada pemborosan anggaran, tetapi juga potensi penyalahgunaan. Total pemborosan anggaran oleh anggota DPR untuk tunjangan perumahan berkisar Rp1,36—2,06 triliun dalam jangka waktu lima tahun ke depan.

Pada April 2024 saat KPK melakukan penyidikan terhadap perkara pengadaan kelengkapan rumah jabatan anggota DPR tahun anggaran 2020. Kuat dugaan telah merugikan negara hingga miliaran rupiah. Penggeledahan sejumlah tempat termasuk ruangan kerja Sekjen DPR Indra Iskandar beserta stafnya.

Menemukan berbagai bukti terkait dokumen pekerjaan proyek rumah jabatan DPR dan bukti transaksi keuangannya.  Indra pun telah diperiksa sebagai saksi pada Mei 2024  ditemukan adanya pihak vendor yang mendapatkan keuntungan dengan cara melawan hukum (media.mmtc.ac.id 17/10/2024).

Lucunya kebijakan untuk kesejahteraan masyarakat belum terencana dan terlaksana bahkan anggota DPR untuk masa jabatan 2024-2029 belum resmi dilantik, Namun tunjangan untuk mensejahterakan para wakil rakyat sudah disahkan. 

Rencana ini sangatlah miris ditengah krisis masyarakat yang tidak mempunyai rumah. Menurut catatan Pinhome dan YouGov 2024, ada 41 juta generasi sandwich di Indonesia tercatat tidak memiliki rumah. Tingginya harga rumah serta kebutuhan hidup lainnya menjadi alasan kesulitan mempunyai rumah pribadi. L

Selain itu terkendala stabilitas ekonomi 48% dan kebutuhan keluarga 49%. Indonesia menempati peringkat ke 11 negara dengan populasi tunawisma sebanyak 3 juta perkiraan tahun 2024. (harianjogja.com 01/02/24)  

Sungguh Memalukan!

Ini fakta yang harus disadari masyarakat, para anggota dewan dalam sisstem demokrasi berkerja hanya karena kekuasaan dan memperkaya diri. Hal ini adalah konsekuensi dari mahalnya biaya demokrasi. Tentu demokrasi hanya untuk pemilik modal dan bertujuan memperkaya pemberi modal. Mendahulukan kepentingan pribadi yang mengatasnamakan kepentingan rakyat.

Belum lagi fakta tentang dinasti politik yang semakin menggurita, para pemilik kekuasaan sudah tidak malu membagi-bagikan kursi kekuasaan untuk sanak saudaranya. Yang katanya suara rakyat adalah pemilik kekuasaan adalah sebuah kepalsuan. Suara rakyat hanyalah penggembira dalam pesta demokrasi, tidak berharga. Tetap saja bisa dimanipulasi, dibeli, atau bahkan banyak suara keadilan yang dibungkam. 

Lantas  apakah ada solusi menghentikan kerusakan secara sistem ini?

Tentunya mengganti sistem demokrasi yang ada saat ini dengan sistem Islam. Kedaulatan tertinggi pada sistem demokrasi adalah suara terbanyak yang tentunya sangat mudah dimanupulasi atau bahkan diperdagangkan. Sangat amat jauh berbeda dengan sistem islam yang kedaulan tertinggi berapa pada alquran. Di dalam Al Qur’an terdapat aturan yang dibuat oleh pencipta makhuk hidup dialam semesta ini, termasuk manusia didalamnya.  

Dalam sisitem Islam terdapat wakil rakyat yang dinamakan majelis umat, bertugas mengawasi jalannya pemerintahan agar sesuai Alquran dan sunnah. Merupakan orang-orang yang mewakili masyarakat dalam memberikan pedapat serta menjadi rujukan khalifah (pemimpin) dalam meminta nasehat dalam berbagai urusan.

Majelis umat murni mewakili masyarakat dalam  mengoreksi para pejabat serta mengontrol jalannya musyawarah dalam pemerintahan. Adapun legalisasi hukum adalah wewenang khilafah sebagai pemimpin negara melalui ijtihat yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah. 

Majelis umat dalam sistem Islam bukanlah pegawai negara yang berhak untuk digaji. Untuk memenuhi kebutuhan hidup anggota majelis umat hanya memperoleh santunan dalam jumlah yang cukup dan sewajarnya.

Adapun fasilitas yang dapat dinikmati merupakan pemberian negara yang dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat.  Aktivitas wakil rakyat dalam islam sepenuh hati menjalankan amanah sebagai pelayan umat.

Kesadaran ini menjadikan para anggota focus pada fungsi yang yang harus dijalankan karena hal itu adalah Amanah yang dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT kelak. Sehingga tidak ada keinginan untuk memperkaya diri atau bahkan menuntut hak Istimewa seperti apa yang terjadi saat ini.[]

Oleh: Neni Moerdia
(Pegiat Literasi)

Opini

×
Berita Terbaru Update