Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Komeng Bingung Ditugaskan di komite II DPD, PAKTA: Konsekuensi Menjadikan Pelawak Sebagai Perwakilan

Jumat, 18 Oktober 2024 | 11:16 WIB Last Updated 2024-10-18T04:17:34Z
TintaSiyasi.id -- Merespons statement komedian nasional atau Anggota Dewan Perwalian Daerah (DPD) dari Jawa Barat, Komeng yang mengaku kebingungan usai ditugaskan di bidang yang bukan keahliannya di Komite II DPD, Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana mengatakan statement tersebut konsekuensi menjadikan pelawak sebagai perwakilan di Senayan.

"Statement tersebut konsekuensi menjadikan pelawak sebagai perwakilan di Senayan," ungkapnya kepada Tintasiyasi.id, Kamis (17/10/2024). 

Ia mengatakan, tentu saja Komeng tidak dapat dikatakan ahli dalam bidang pemerintahan, karena Komeng adalah pelawak yang terbiasa menghibur orang. Semuanya dijadikan bahan ketawaan. Padahal dalam urusan sebagai wakil rakyat di DPD RI, merupakan perkara serius yang menyangkut ratusan juta masyarakat Indonesia umumnya, khususnya masyarakat daerah yang dia wakili.

Ia menegaskan, untuk mengurus atau membangun sebuah negara tidak dapat dilakukan dengan cara main-main, lelucon atau lawakan. Melainkan harus dilakukan oleh pakarnya yang secara serius mengurus urusan masyarakat supaya memiliki kehidupan yang baik. 

Lebih lanjut ia menjelaskan, seharusnya ketika terjun ke dunia politik, para aktor politik sudah memahami tugas dan amanahnya sebagai wakil rakyat bukan sekedar menjabat karena modal terkenal tapi tidak bermutu karena awam pengetahuan tentang politik. 

"Saat ini bahkan mereka yang wara-wiri dipanggung politik saja memiliki pengetahuan yang kosong tentang bagaimana masyarakat diurus. Sebab yang dipikirkan pertama kali adalah urusan pribadi. Padahal politik itu merupakan alat untuk mengurus masyarakat," bebernya. 

Ia menyayangkan, saat ini banyak sekali posisi strategis diduduki oleh orang-orang yang tidak berkompetensi di bidangnya, baik di lembaga legislatif maupun eksekutif. 

"Karena kosongnya pemahaman tentang politik yang benar, ya mereka menjadi tidak benar. Resikonya rawan menjadi stempel legitimasi oligarki, asing dan aseng. Nasib 280 Juta rakyat Indonesia semakin tidak menentu, mereka jadi gelandangan tidak ada yang peduli, mereka miskin di negeri kaya, mereka bodoh ditengah pesatnya arus Informasi," pungkasnya. []Tenira

Opini

×
Berita Terbaru Update