Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Jual Beli Jabatan, Hanya Ada dalam Sistem Kapitalisme

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 15:53 WIB Last Updated 2024-10-19T08:53:26Z

Tintasiyasi.id.com -- Marak penipuan jual beli jabatan di Subang dengan dalil bantuan orang pusat, bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), ironisnya penipuan dilakukan oleh oknum ASN, (Kompas86.com, 3/7/24).

Miris, deretan kasus ini, kian lama kian subur, sejatinya case yang sama pernah terjadi di tahun 2017, korupsi jual beli jabatan yang melibatkan dua orang tersangka di Klaten, (Kompas.com, 26/07/17).

Terulangnya case yang sama, menunjukkan rapuhnya peradilan negeri ini, hukuman yang diberikan ternyata tidak memberikan dampak secara signifikan, tidak memberikan efek jera bagi pelaku.

Diperparah dengan kepribadian setiap individu, tidak mencerminkan iman yang mendasar. Sejatinya iman adalah pondasi kehidupan, modal utama seseorang menghadapi berbagai rintangan dan ujian yang hadir secara bergulir. Ketika iman seseorang dangkal, ibarat pohon dengan akar cerabut, ketika ada badai besar, akan mudah roboh dan tumbang.

Ilustrasi ini,  menunjukkan begitu pentingnya pondasi keimanan seseorang. Akan menjadi P problemtik, ketika seseorang dengan iman yang dangkal, ngebet jabatan tinggi, dengan iming-iming upah besar.

Potensi seseorang melakukan penyimpangan akan lebih besar, dibandingkan seseorang yang memiliki iman mendasar. Artinya, iman sebagai pengendali dalam setiap perbuatan yang dikerjakan.

Seseorang dengan lemah iman akan mudah tergoncang angin dengan segala bentuk problematika kehidupan. Misalnya rawan korupsi, menggunakan jabatan untuk penyelewengan, dalam konteks ini jual beli jabatan.

Ketika budaya cinta dunia dan matipobhia sudah berkembang ditengah-tengah masyarakat, terbukti dengan maraknya suap-menyuap agar mendapatkan posisi atau jabatan yang diinginkan. Tentunya dengan privillage orang dalam.

Bersumber dari maindset yang rusak, beranggapan ketika seseorang akan disegani, akan dihargai, ketika memiliki segudang prestasi, pendidikan dengan banyak gelar, kekayaan melimpah, bahkan jabatan berpangkat.

Maindset bahwasanya jabatan merupakan prige seseorang, sehingga rawan sekali seseorang menggadaikan standar dalam setiap perbuatan. Artinya perbuatan manusia tidak lagi bertumpu kepada halal atau haram versi Sang Pencipta. Ironis ketika standar dititikberatkan kepada ego semata, tidak peduli korupsi atau mendzalimi hak orang lain, yang penting setiap goals tercapai.

Sejatinya pemikiran liberal (bebas) ini lahir dari paradigma Kapitalisme. Corak Kapitalisme sangat erat kaitannya dengan melakukan segala perbuatan didasari asas manfaat/keuntungan/profit/laba, karena baik maupun buruk hari ini, standarnya mayoritas suara terbanyak.

Ketika mayoritas orang beranggapan orang baik itu, yaitu orang yang memiliki banyak uang, dan dermawan. Alhasil orang berlomba-lomba memiliki banyak asset dan harta tanpa mempertimbangkan kebenaran versi Sang Pencipta.

Rusaknya kehidupan saat ini, bersumber dari peran agama tidak lagi dilibatkan untuk mengatur setiap kancah problema kehidupan. Akal manusia dianggap layak untuk membuat kebijakan atau aturan kehidupan atas seluruh bentuk problema. Ironis, akal manusia sejatinya terbatas, ketika memaksakan kehendak untuk membuat aturan, hasilnya adalah kerusakan seperti sekarang. 

Melupakan pencipta komponen akal manusia, merupakan awal kerusakan merajalela dan menggurita. Adanya kemaksiatan yang terus bergulir, sejatinya menjadi reminder untuk kita segera berbenah.

Oleh karena itu, perlu memastikan maindset kita sesuai dengan standar Sang Pencipta sehingga amal perbuatan manusia bersandar pada aturan-aturan Sang Pencipta. Sudah seharusnya kita memahami hakikat dunia ini hanya tempat bersendau gurau, dan tempat manusia yang abadi hanyalah akhirat.

Dalam Islam, menuju perjalanan ke akhirat akan melewati proses penimbangan segala amal perbuatan manusia. Selaras dengan Firman Allah, dalam QS. al-Qaari'a yang menggambarkan malangnya nasib seseorang yang tidak beruntung di akhirat, yaitu ketika ditimbang amal perbuatannya, ternyata timbangannya condong berat pada perbuatan buruk, alhasil tempat berpulangnya adalah neraka Hawiyah.

Sejatinya ketika setiap individu sudah memastikan maindsetnya sesuai dengan visi dan misi tujuan hidupnya, tentunya dikembalikan lagi tujuan hidup sesuai standar Sang Pencipta, QS. Az-Zariyat ayat 56, semua perbuatan akan dikembalikan pada standar yang semestinya.

Benarkah jual beli jabatan halal menurut Pencipta? Atau justru mendzalimi hak-hak orang lain? Benarkah ego menjaga prige dengan menimbun kekayaan sebesar-besarnya akan lebih dihargai banyak orang? Benarkah materi adalah barometer berdayanya seseorang? Benarkah hanya materi yang mampu menyelamatkan kita di hari akhir?

Persoalan ekonomi akan terjawab dalam sistem ekonomi Islam. Setiap individu menyikapi segala bentuk ujian, dengan hati yang lapang, karena memahami setiap konsep ujian, dengan keimanan yang mengkristal dalam pemikiran dan hati. Wallahu'alam Bishshowwab.[]

Oleh: Novita Ratnasari, S. Ak.
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update