"Ada tiga faktor penyebab maraknya perseteruan
keluarga," ungkapnya dalam rubrik Family Zone: Solusi Maraknya Perseteruan
Keluarga di kanal YouTube
Muslimah Media Hub, Selasa (01/09/2024).
Pertama, pengaruh dominasi sistem sekuler kapitalis. “Sekuler adalah menjauhkan
nilai-nilai agama sehingga seseorang melakukan sesuatu bukan lagi pertimbangan
syariat, apakah itu dibolehkan atau dihalalkan. Kalau kapitalisme adalah dorongan
untuk melakukan sesuatu itu semata keuntungan materi,” ujarnya.
"Jadi ketika terjadi perseteruan dengan keluarga dalam
hal ini dengan anak atau dengan ibu akan menaikkan rating, membuat dia viral,
opini umum akan berpihak pada dia sehingga dia akan mendapatkan simpati, dia
menjadi viral, dia akan punya kontribusi pada pendapatan materi. Orang akan
menempuh jalan ini untuk mendapatkan keuntungan materi," terangnya.
Kedua, komunikasi antarkeluarga tidak harmonis. “Komunikasi antar keluarga
bukan komunikasi yang harmonis, bukan komunikasi yang penuh cinta tetapi ada
kebuntuan komunikasi. Anak lebih dekat
dengan temannya, pacarnya, atau komunitasnya,” urainya.
"Sementara dengan orang tunya itu sekadar basa basi, atau justru yang
didapatkan anak di rumah itu kritikan, menjatuhkan, investigasi, sesuatu yang mengancam dia,
sesuatu yang ditakutkan. Ibarat dia di rumah seolah-olah seperti mendapat
pengadilan, seperti sesuatu yang akan berkonsekuensi pada hukuman, bukan
kenyamanan, bukan kasih sayang, sehingga anak tidak betah di rumah,"
ujarnya.
Ketiga, hubungan antarkeluarga seperti persaingan. “Adakalanya hubungan dengan anggota
keluarga itu adalah hubungan ibarat saingan, ibarat musuh. Ibu bersaing dengan
anak, suami bersaing dengan istri,” ungkapnya.
"Sehingga motivasi atau dorongan ketika berinteraksi itu
bagaimana memenangkan diri sendiri, pembenaran bagi diri sendiri, dan kadang
kala upaya itu justru dilakukan dengan menjatuhkan orang lain, dalam hal ini
anaknya atau pasangannya," imbuhnya.
Solusi Islam
Pertama, mengembalikan konsep berumah tangga di dalam Islam. “Bukan sekadar
materi semata, tetapi di situ adalah hubungan untuk beribadah kepada Allah,
untuk menyalurkan kasih sayang, untuk mewujudkan sakinah, mawaddah war-rahmah
yang harus dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Ada hak orang tua juga hak anak, hak suami dan juga
hak istri,” sarannya.
"Kedua, mengubah sistem yang mendominasi dunia.
Bagaimana kita mengubah sistem yang mendominasi kehidupan ini, bukan sekuler kapitalis, tetapi bagaimana mengatur kehidupan
ini dengan sistem Islam. Sistem yang mendorong ketaatan bagi siapa pun, ketakutan kepada Allah.
Keinginan untuk mendapatkan pahala di sisi-Nya," jelasnya.
Termasuk menurutnya, ketika membangun sebuah keluarga, ingin
dalam berkeluarga itu menghantarkan kepada turunnya rida dan rahmat Allah.
Walaupun ada ketidaknyamanannya, ada rasa sakit, tetapi tidak ada dorongan
untuk membalas tetapi yang ada itu bagaimana memaafkan suami, istri, orang tua,
anak demikian juga sebaliknya. Ada saling memaafkan antaranggota keluarga, karena semua mempunyai semangat yang
sama ingin masuk surga bersama-sama.
"Jika ada yang
melakukan kesalahan bukan dijadikan senjata untuk menyerang, tetapi memiliki
semangat yang sama bagaimana mengganti, mengubah yang salah jadi benar, yang
buruk jadi baik. Sehingga yang terjadi adalah bagaimana suasana saling menasihati amar makruf nahi mungkar.
Mengembalikan semuanya kepada ketentuannya syariat Islam," pungkasnya.[] Rina