TintaSiyasi.id -- Sejak awal pemerintahannya, Bapak Presiden kita selalu berambisi untuk mewujudkan pembangunan yang merata hingga ke pelosok perdesaan. Di awal kampanyenya pun menjanjikan bahwa setiap 1 Desa akan mendapatkan dana dari pusat sebesar Rp 1 milyar. Dilansir dari laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia Presiden Joko Widodo sudah menggelontorkan dana desa dari tahun 2015 sebesar Rp 539 triliun, “niku duit kathah sanget lo” ucap Presiden dalam pertemuan dengan kepala desa se Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah pada Rabu (03/01/2024).
Dengan angka dana desa yang cukup fantastis sudahkah pembangunan desa terealisasikan dan tersalurkan dengan baik? Mari kita liat data, berdasarkan data dari Indeks Desa Membangun (IDM) klasifikasi desa tertinggal dan sangat tertinggal masih tinggi. Total di Tahun 2023 Desa yang masuk kategori Tertinggal sejumlah 7.154, sedangkan kategori Sangat Tertinggal 4.850. Menjadi tanda tanya besar untuk apa saja dana sebesar itu digelontorkan. Dana desa yang disalurkan tersebut pun berpeluang besar terjadi fraud atau kecurangan oleh internal perangkat desa.
Kasus fraud yang sering terjadi yaitu tindak pidana korupsi. Dilansir dari salah satu artikel dari Majalah Senator yang diterbitkan oleh (dpd.go.id) Juli 2023 Korupsi Pemberantasan Korupsi telah menyelidiki 851 kasus korupsi. Sungguh miris, angka yang begitu mengiris. Pada 16 Agustus 2024 Kejaksaan Negeri Katingan melakukan penahanan terhadap Kades Sabaung. Kepala Desa bernama Jaruman ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak pidana korupsi senilai 998 juta rupiah. Selain itu, berita juga datang dari Kalimantan Utara, Kejaksaan Negeri Malinau menetapkan mantan Kepala Desa Gong Solok yang terlibat korupsi pengelolaan dana Desa Gong Solok tahun 2021 dengan total kerugian sebesar Rp 450 juta.
Mengapa Terus Saja Berulang?
Pelimpahan wewenang pada masing – masing daerah untuk mengelola anggaran yang diberikan seolah menjadi pertanda bahwa lemahnya pengawasan (controlling) membuat celah tindakan korupsi yang dilakukan semakin berpeluang besar terjadi Asas desentralisasi yang diterapkan oleh pemerintah, yakni menyerahkan urusannya kepada setiap desa. Masing – masing desa dituntut mandiri dengan bermunculnya berbagai program desa wisata, mengintensifkan UMKM, dan potensi sumber daya alam yang ada di desa tersebut. Perbedaan potensi masing – masing desa inilah yang mengakibatkan perbedaan kesenjangan antara desa di daerah 3T dengan kawasan perkotaan.
Adanya dana desa yang besar digelontorkan seharusnya dikelola dan disalurkan untuk memenuhi kebutuhan vital masyarakat. Tetapi sistem sekuler kapitalis saat ini membentuk manusia selalu memikirkan keuntungan dan materialis sehingga hak rakyat tersebut masuk ke kantong – kantong pribadi oknum perangkat desa yang tidak bertanggung jawab. Belum lagi strategi lain yang dilakukan dengan melakukan pencucian uang mengajukan proyek – proyek pembangunan fiktif dan tidak produktif.
Islam Adalah Solusi
Dalam Islam pemimpin adalah amanah yang sangat berat. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Sungguh miris, jika amanah ini diabaikan begitu saja tidak memperhatikan beban yang dipikulnya. Seorang pemimpin yang bertaqwa akan memperhatikan betul nasib rakyatnya. Tidak akan ada perbedaan baik itu wilayah kota maupun desa. Dana yang seharusnya diperoleh akan dimaksimalkan bagaimana bisa tersalurkan kepada rakyat dan pembangunan bisa merata. Dalam Islam seorang pemimpin atau khalifah sangat berperan dominan memastikan semua terlaksana. “Sesungguhnya imam (khalifah) itu perisai yang (orang – orang) akan berperang dibelakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).
Sistem Islam akan menjaga setiap individu dalam Negara untuk selalu taat pada aturan RabbNya. Tidak akan ada celah sedikitpun untuk berbuat sewenang-wenang, sehingga mendzalimi kaum muslim yang lain. Masyarakat juga proaktiv memberikan muhasabah pada pemimpin yang berbuat dzalim, pun sebaliknya pemimpin akan menjadi junnah atau perisai bagi umat. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Palupi Arliesca Nuraisya
Aktivis Muslimah