TintaSiyasi.id -- Imam An-Nawawi al-Bantani, seorang ulama besar dari Indonesia yang dikenal sebagai ahli fiqh dan tasawuf, membagi para pencari ilmu menjadi tiga kategori utama. Klasifikasi ini didasarkan pada niat dan tujuan mereka dalam mencari ilmu:
1. Pencari Ilmu dengan Niat Duniawi:
Mereka yang mencari ilmu semata-mata untuk mendapatkan keuntungan duniawi, seperti harta, kedudukan, atau penghormatan. Tujuan mereka adalah untuk mencapai status sosial yang lebih tinggi atau untuk mendapatkan materi, tanpa memperhatikan tujuan akhirat.
2. Pencari Ilmu dengan Niat Akhirat:
Mereka yang mencari ilmu dengan niat tulus untuk mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari, demi mencapai ridha Allah dan kebahagiaan di akhirat. Mereka mempelajari ilmu untuk memperbaiki diri dan membantu orang lain dalam kebaikan.
3. Pencari Ilmu dengan Niat Gabungan:
Mereka yang mencari ilmu dengan niat ganda, yaitu untuk mendapatkan manfaat duniawi dan juga akhirat. Meskipun mereka menginginkan keuntungan duniawi, mereka tetap menjaga niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mempersiapkan bekal
untuk akhirat.
Pembagian ini menekankan pentingnya niat dalam mencari ilmu, karena niat yang benar akan menentukan bagaimana ilmu tersebut akan bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat seseorang.
Ciri-ciri ulama akhirat.
Ulama akhirat adalah mereka yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dengan tujuan utama untuk mencapai keridhaan Allah dan kebahagiaan di akhirat. Ciri-ciri ulama akhirat yang sering disebutkan dalam literatur Islam antara lain:
1. Ikhlas dalam Niat:
Ulama akhirat selalu menjaga niatnya murni untuk Allah. Mereka tidak mencari popularitas, pujian, atau keuntungan duniawi dari ilmu yang mereka miliki. Semua usaha mereka dalam mencari, mengajarkan, dan mengamalkan ilmu diniatkan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2. Kedalaman Ilmu:
Mereka memiliki pemahaman yang mendalam dan komprehensif tentang agama, termasuk Al-Qur'an, Hadis, Fiqih, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Namun, mereka tidak hanya sekadar mengetahui, tetapi juga mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
3. Tawadhu' (Rendah Hati):
Ulama akhirat memiliki sikap rendah hati, meskipun mereka memiliki banyak ilmu dan pengaruh. Mereka tidak sombong atau merasa lebih tinggi dari orang lain karena ilmu yang mereka miliki. Mereka selalu berusaha menjaga sikap tawadhu' dan menghargai setiap orang.
4. Mengutamakan Akhirat:
Mereka lebih mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. Ulama akhirat tidak tergoda oleh harta, kedudukan, atau kemewahan duniawi. Mereka berusaha menjauhkan diri dari godaan dunia dan fokus pada ibadah serta ketaatan kepada Allah.
5. Mencontoh Rasulullah SAW:
Mereka berusaha meneladani akhlak dan perilaku Rasulullah SAW dalam segala aspek kehidupan. Ulama akhirat menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan utama dalam berbicara, bertindak, dan berinteraksi dengan orang lain.
6. Bertanggung Jawab terhadap Ilmunya:
Mereka merasa memiliki tanggung jawab besar atas ilmu yang mereka miliki. Ulama akhirat selalu berusaha untuk menyampaikan ilmu dengan benar, tidak menyembunyikan kebenaran, dan tidak menyalahgunakan ilmu untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
7. Mengajak pada Kebaikan dan Mencegah Kemungkaran:
Mereka aktif dalam mengajak umat kepada kebaikan, memotivasi orang lain untuk taat kepada Allah, serta mencegah kemungkaran dengan cara yang bijaksana. Mereka tidak ragu untuk menegur kesalahan, tetapi tetap dengan cara yang penuh hikmah dan kasih sayang.
8. Bersabar dalam Ujian:
Ulama akhirat memiliki kesabaran yang tinggi dalam menghadapi berbagai ujian, baik dalam bentuk fitnah, gangguan, atau kesulitan dalam berdakwah. Mereka memahami bahwa ujian adalah bagian dari perjuangan di jalan Allah dan selalu berserah diri kepada-Nya.
9. Tidak Terpengaruh oleh Tekanan:
Ulama akhirat tidak mudah terpengaruh oleh tekanan dari pihak yang berkuasa atau kelompok yang ingin memanfaatkan mereka. Mereka teguh dalam memegang prinsip-prinsip agama dan tidak takut menyuarakan kebenaran.
10. Menjaga Kehormatan Diri dan Ilmu:
Mereka menjaga kehormatan diri dengan menjauhi perbuatan maksiat dan dosa. Ulama akhirat sangat menghargai ilmu yang mereka miliki dan berusaha untuk tidak mengotorinya dengan perbuatan yang tercela.
Ciri-ciri ini menunjukkan bahwa ulama akhirat adalah sosok yang tidak hanya memiliki pengetahuan agama yang luas, tetapi juga memiliki akhlak yang mulia dan orientasi hidup yang jelas menuju ridha Allah.
Adab dalam menuntut Ilmu.
Menuntut ilmu dalam Islam memiliki adab yang sangat penting untuk dijaga. Adab ini bukan hanya sekedar aturan, tetapi merupakan cara untuk memastikan bahwa ilmu yang diperoleh membawa berkah dan manfaat, baik di dunia maupun di akhirat.
Berikut adalah beberapa adab dalam menuntut ilmu:
1. Niat yang Ikhlas:
Niatkan menuntut ilmu semata-mata untuk mencari ridha Allah, bukan untuk mendapatkan pujian, gelar, atau keuntungan duniawi. Niat yang ikhlas adalah pondasi utama agar ilmu yang diperoleh bernilai ibadah dan mendapatkan berkah.
2. Menghormati Guru:
Hormati guru yang mengajarkan ilmu, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Jangan memotong pembicaraan, merendahkan, atau menunjukkan sikap tidak sopan. Ulama menyarankan untuk selalu mendengarkan dengan penuh perhatian dan tidak bersikap sombong di hadapan guru.
3. Kesabaran dan Ketekunan:
Menuntut ilmu memerlukan kesabaran dan ketekunan. Bersabarlah dalam menghadapi kesulitan, keterbatasan, atau keterlambatan dalam memahami sesuatu. Jangan mudah putus asa atau merasa cepat puas.
4. Mengamalkan Ilmu:
Ilmu yang diperoleh harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Menuntut ilmu tanpa mengamalkannya dianggap kurang sempurna. Dengan mengamalkan ilmu, seseorang akan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan ilmu tersebut menjadi bermanfaat.
5. Menjauhi Perbuatan Dosa:
Jaga diri dari perbuatan dosa dan maksiat, karena dosa dapat menghalangi seseorang dari mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Kebersihan hati dan pikiran sangat penting dalam proses menuntut ilmu.
6. Menghargai Waktu:
Gunakan waktu dengan bijaksana untuk menuntut ilmu. Jangan menunda-nunda belajar atau menyia-nyiakan waktu dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Ulama sering menekankan pentingnya disiplin waktu dalam menuntut ilmu.
7. Menghormati Teman Sesama Pencari Ilmu:
Hormati sesama murid atau penuntut ilmu. Jangan merasa iri atau merendahkan teman yang lebih pandai, dan jangan pula merasa sombong jika lebih cepat memahami. Sikap saling menghargai dan membantu sesama penuntut ilmu adalah bagian dari adab yang penting.
8. Mendoakan Guru dan Sesama Penuntut Ilmu:
Biasakan mendoakan kebaikan untuk guru dan sesama penuntut ilmu. Doa menjadi sarana untuk mempererat hubungan dan mendapatkan keberkahan dalam ilmu yang diperoleh.
9. Tawadhu' (Rendah Hati):
Selalu bersikap rendah hati, tidak merasa sombong dengan ilmu yang telah diperoleh. Tawadhu' membantu menjaga hati dari sifat-sifat buruk dan membuat seseorang lebih mudah menerima ilmu baru.
10. Menghindari Perdebatan yang Tidak Bermanfaat:
Hindari terlibat dalam perdebatan yang tidak membawa manfaat atau hanya bertujuan untuk menunjukkan kehebatan. Fokuslah pada diskusi yang sehat dan bertujuan untuk mencari kebenaran.
11. Memilih Sumber Ilmu yang Benar:
Pilihlah guru, buku, dan sumber ilmu yang terpercaya dan sesuai dengan ajaran Islam yang benar. Ini penting untuk memastikan ilmu yang diperoleh tidak menyesatkan atau menimbulkan keraguan.
12. Memelihara Kebersihan dan Kerapihan:
Jaga kebersihan diri, pakaian, dan tempat belajar. Kebersihan merupakan bagian dari iman dan mencerminkan kesungguhan seseorang dalam menuntut ilmu.
13. Berdoa Memohon Ilmu yang Bermanfaat:
Senantiasa berdoa kepada Allah agar diberikan ilmu yang bermanfaat, yang dapat membawa kebaikan di dunia dan akhirat.
Salah satu doa yang dianjurkan adalah: “Allahumma inni as’aluka ‘ilman nafi’an, wa rizqan thayyiban, wa ‘amalan mutaqabbalan.” (Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima).
Menjaga adab dalam menuntut ilmu sangat penting agar proses belajar tidak hanya menjadi aktivitas intelektual, tetapi juga sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan meraih ridha-Nya.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Psikologi Pendidikan UIT Lirboyo