Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Sanggupkah Program Dana Pensiun Menjamin Perlindungan Kesejahteraan Hari Tua?

Senin, 16 September 2024 | 16:32 WIB Last Updated 2024-09-16T09:32:32Z

TintaSiyasi.id -- Pemerintah Indonesia berencana akan memotong gaji karyawan swasta untuk dana pensiun tambahan atau program sejenisnya, termasuk Tapera. 

Kebijakan tersebut menuai beragam komentar dan penolakan dari para pekerja seperti yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bantul, Fardhanatun, UMP DIY termasuk UMK Bantul rendah tidak mungkin mau dipotong terus setelah dipotong untuk beberapa program berupa BPJS Kesehatan hingga BPJS Tenaga Kerja.(tribbunnews.com, 12/9/2024)

Dilansir dari metronews.com (9/9/2024), Kepala Eksekutif Pengawas PPDP OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, manfaat pensiun bagi warga negara, baik itu dari ASN, TNI, Polri, pekerja formal relatifely sangat kecil, jadi sebagaimana diatur dalam P2SK pasal 189. Jadi pemerintah akan mengharmonisasikan seluruh program pensiun sebagai upaya untuk peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum.

Memang iuran wajib untuk pensiunan pekerja telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menunggu penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) terkait dana pensiun tambahan tersebut.

Di sisi lain, keresahan dan keterkejutan masyarakat khususnya pekerja terjadi karena pembentukan undang-undang dan ketentuan-ketentuan lain kerap tidak melalui proses konsultasi publik sebagaimana seharusnya.

Meskipun potongan ini masih dalam pengkajian dan dari pihak OJK sendiri masih menunggu peraturan pemerintah atau PP tetap saja munculnya gagasan ini menunjukkan secara tepat kezaliman pemerintah. Pemerintah tentu bukan tidak tahu terhadap kondisi ekonomi rakyat yang tidak baik-baik saja. PHK banyak terjadi bahkan di perusahaan multilevel internasional. Data menunjukkan banyak dari golongan masyarakat menengah ke atas terjun bebas menjadi kelompok masyarakat miskin akibat himpitan ekonomi. Oleh karena itu, wacana program pensiun bisa diproyeksikan membuat roda perekonomian rakyat semakin sulit.

Tentu saja banyak masyarakat yang memprotes wacana tersebut, khususnya para pekerja yang terancam gajinya akan dipotong lagi akibat program dana pensiun. Karena wacana ini akan membuat gaji bersih mereka semakin sedikit di tengah harga kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Pertanyaannya, mampukah program dana pensiun tersebut menjadi solusi? Jika berkaca kepada BPJS sebagai lembaga penghimpun dana kesehatan masyarakat, faktanya hingga saat ini BPJS penuh polemik. Mulai dari pengelolaan pelayanan, pembagian kelas, gonta ganti kebijakan, keuangan bahkan dugaan korupsi masih menjadi PR yang belum terselesaikan. Maka, bukan hal yang tidak mungkin lembaga pengelola dana pensiun akan bernasib sama sebagaimana pernah terjadi pada kasus korupsi di PT Asabri yang terjadi sejak tahun 2012 hingga 2019 dan kasus tersebut telah merugikan keuangan negara senilai Rp 22,7 triliun.

Adanya program dana pensiun sejatinya sedang menunjukkan berlepas tangannya negara dalam upaya mengurusi rakyatnya yang telah lanjut usia kepada pihak swasta. Walaupun nantinya badan tersebut berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN), tetapi tetap saja pengelolaannya berdasarkan prinsip sebuah perusahaan yang menginginkan keuntungan semata.

Program dana pensiun lahir dari paradigma kapitalistik yang memosisikan negara sebagai perusahaan yang mempekerjakan seorang pegawai. Hubungan rakyat dan penguasa sebatas bisnis untung dan rugi. Pemerintah tidak mau rugi dengan memberi dana pensiun yang jumlahnya bisa jadi lebih besar dari iuran yang diberikan PSN semasa ia bekerja. Sebaliknya, pemerintah harus mendapatkan keuntungan dari iuran tersebut, itulah sebab otak-atik aturan dana pensiun terus dilakukan agar pemerintah untung. Rakyat yang sudah tidak produktif (usia senja), mereka harus mampu membiayai kebutuhannya sendiri dan tidak boleh menjadi beban negara. Inilah negara dalam sistem kapitalisme yang tidak bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat dimasa produktif terlebih pada masa senjanya.


Islam Menjamin Kesejahteraan Rakyat Tanpa Memandang Usia

Berbeda dengan sistem kapitalis yang menganggap usia lansia adalah beban negara dan memaksa rakyat harus mengusahakan sendiri kesejahteraan di masa tua, tapi Islam justru memandang para lansia adalah rakyat yang harus diutamakan karena mereka terkategori manusia lemah yang sudah tidak bisa produktif lagi.

Islam tidak pernah mengenal dana pensiun. Gaji hanya diberikan pada seseorang yang bekerja sehingga tidak akan ada rakyat yang menuntut uang pensiun saat ia tidak sanggup lagi bekerja. Dalam Islam, lansia tidak diwajibkan mencari nafkah. Kewajibannya berpindah kepada walinya, yaitu keluarga dan kerabatnya. Jika seluruh penanggung nafkah tidak bisa menafkahi karena tidak mampu, maka kewajiban nafkah mutlak jatuh pada negara.

Dari Miqdam al-Kindi, dari Nabi SAW, bahwa beliau SAW bersabda, “Aku adalah wali bagi setiap orang mukmin dibandingkan dengan dirinya sendiri. Siapa saja yang (mati lalu) meninggalkan utang atau beban yang ditinggalkannya, datanglah kepadaku. Dan siapa saja yang meninggalkan harta, wariskanlah (pada ahli warisnya). Aku adalah wali bagi orang-orang yang tidak ada wali baginya. Akulah yang mewarisi hartanya dan membebaskannya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)

Untuk mendukung semua tanggung jawab negara dapat terlaksana dengan baik, Islam memiliki sistem ekonomi Islam yang terbukti mampu menyejahterakan warganya tidak saja disaat muda, tapi hingga usia senja. Islam memandang semua rakyat sama, apakah ia masih produktif ataupun sudah tidak produktif.

Sistem ekonomi Islam membuat negara khilafah menjadi negara berdaulat dan kaya raya. Sistem keuangan negara khilafah bersumber pada prinsip konsep baitul mal. Sementara baitul mal membagi pemasukan negara berasal dari tiga sumber, yaitu pos kepemilikan umum, pos kepemilikan negara dan pos zakat.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nidzamul Iqtishadiy dan Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al Amwal menjelaskan bahwa pos kepemilikan umum baitul mal bersumber dari harta hasil pengelolaan SDA, seperti tambang, hasil perhutanan, perikanan dan sejenisnya.

Adapun pos kepemilikan negara berasal dari harta fa'i, kharaj, jizyah, usyur, ghanimah, dan sejenisnya. Sedangkan pos zakat merupakan pos yang mengumpulkan dana zakat fitrah, zakat maal, shadaqah, infaq maupun wakaf dari kaum Muslim. Setiap pos memiliki jalur pengeluaran masing-masing, semisal anggaran untuk menggaji para pegawai negara, maka negara akan mengalokasikan dana dari pos kepemilikan negara.

Dana dari pos kepemilikan umum akan dialokasikan untuk anggaran pendidikan, kesehatan, dan keamanan rakyat. Sehingga, kebutuhan publik tersebut dapat dinikmati oleh setiap rakyat secara gratis tanpa melihat apakah mereka pegawai negara, pegawai perusahaan atau rakyat sipil biasa. Dari mekanisme jaminan ini saja dapat diperkirakan bahwa negara khilafah mampu menyelesaikan masalah jaminan kesejahteraan hidup rakyat dari lahir hingga ke liang lahat. []


Nabila Zidane
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update