TintaSiyasi.id -- Berbagai lapisan masyarakat melakukan aksi protes terkait upaya DPR dan Pemerintah yang ingin melakukan revisi UU Pilkada pasca putusan MK yang dianggap sudah final dan mengikat. Revisi UU Pilkada yang belum lama ini diwacanakan mengundang banyak kontroversi serta kritik, karena dianggap melanggar konstitusi.
"Sebenarnya ini merupakan akumulasi dari protes-protes sebelumnya terkait dengan cara penyelenggaraan pemerintah yang tidak demokratis, tidak partisipatif, dan tidak transparan,” kata Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum UGM, Dr. Yance Arizona kepada wartawan detikcom, Selasa (28/8).
Masyarakat melakukan aksi, protes, kritik sebagai respon kemarahan karena sistem demokrasi telah dinodai, dengan adanya wacana anulir pemerintah dan DPR terhadap keputusan MK yang sudah dianggap final.
Sistem demokrasi menjadikan manusia sebagai sumber ilmu pengetahuan dan layak sebagai pembuat hukum. Ketika manusia dijadikan sebagai pembuat hukum, maka mereka akan terjebak dengan berbagai kepentingannya. Baik kepentingan pribadi, oligarki, para kapitalis, parpol, termasuk kepentingan bertarung memperebutkan tiket menuju pilkada.
Bagaimana mungkin sistem demokrasi mampu menyejahterakan rakyat, jika kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok yang lebih diutamakan para penguasa? Apalagi proses pemilihan seringkali terjadi kecurangan, polemik terstruktur dan masif. Kesejahteraan rakyat hanyalah ilusi. Slogan dari rakyat untuk rakyat hanya impian, realitanya dari pengusa untuk para elit politik.
Sistem demokrasi ini rusak dan merusak manusia, karena tidak sesuai dengan fitrah manusia. Manusia mempunyai sifat yang terbatas, lemah dan tergantung kepada lainnya, sehingga tidak akan mampu mengatur dirinya sendiri. Manusia membutuhkan penciptanya untuk mengatur seluruh kehidupannya. Termasuk dalam mengatur kekuasaan.
Hanya dengan sistem Islam yang diridai Allah SWT dan sesuai dengan fitrah, manusia akan mendapatkan kesejahteraan. Dimana kedaulatan bukan ditangan manusia, namun kedaulatan ditangan penciptanya yaitu Allah SWT. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah tidak akan mampu membuat hukum. Jika hal ini dipaksakan maka akan rusaklah tatanan dunia.
Akidah Islam yang lurus akan merombak pemikiran manusia yang berdaulat, merasa paling tinggi, paling pintar dalam menentukan hukum menjadi manusia yang tunduk dan patuh kepada aturan Allah.
Dalam Islam penguasa atau ra'in adalah pelayan bagi rakyatnya. Penguasa akan selalu meriayah seluruh kebutuhan pokok rakyatnya, sehingga kesejahteraan dapat terwujud.
Allah SWT yang menciptakan manusia, sehingga lebih mengetahui kebutuhan makhluknya, proposionalnya kehidupan, mengatur dalam seluruh aspek kehidupan sehingga kesejahteraan keharmonisan, semua kebutuhan, akan terpenuhi. []
Oleh: Yesi Wahyu I.
Aktivis Muslimah