TintaSiyasi.id -- Pertamina perkapalan merupakan sub holding pertamina yang samgat agresif melalukan pembelian kapal tanker. Semuanya didanai dengan utang yang sangat besar. Untuk apa? yang pasti bukan untuk mendukung ekspor minyak Indonesia karena produksi minyak nasional hanya 40 persen dari total kebutuhan nasional, jadi tidak mungkin untuk ekspor mendukung ekspor. Jadi pembelian kapal bisa dikatakan untuk mendukung impor minyak.
Sebagaimana diketahui produksi minyak nasional saat ini berada pada titik nadir, setelah merosot seacara berkepanjangan sekarajg hanya 600 ribu barel sehari. Sementara kebutuhan konsumsi nasional 1,4 juta barel sehari. Selanjutkan kapasitas kilang yang telah menelan dana utang besar sekarang mencapai 1,4 juta barel sehari. Ini akan membuat pertamina akan berbeda dengan visi negara terkait swasembada migas.
Sementara sub holding berburu utang untuk meningkatkan kapasitas masing masing. Baru baru ini subholding Pertamina logistik kelautan terpadu, PT. Perkapalan Internasional (PIS) memperoleh pendanaan sebesar US$185 juta untuk investasi di bidang kapal dan infrastruktur terminal LPG. Pendanaan yang diperoleh PIS berasal dari perbankan nasional dan internasional, antara lain SMBC, BNI, Bank Mandiri, BTPN, Mizuho, dan MUFG.
Pendanaan ini menambah utang sebelumnya pada 2021 yang mencapai US$134 juta untuk membeli 2 VLCC, yang merupakan investasi kapal tanker minyak terbesar dalam 10 tahun terakhir di PT. Perkapalan Indonesia Pertamina.
Utang besar besaran PIS ke perbankan ditunjukkan oleh jumlah pinjaman sindikasi yang signifikan sebesar $750 juta dalam dua tahun terakhir atau mencapai Rp.12 triliun. Konon ini untuk menabah armada PIS, yang saat ini mengoperasikan 869 kapal, termasuk 95 kapal tanker milik sendiri, 315 kapal tanker sewaan, dan 459 kapal pendukung. Demikian disampaikan dalam publikasi resmi Pertamina.
Secara keseluruhan pengadaan kapal akan mencapai 1,6 miliar dolar atau mencapai 25 triliun yang akan didanai dengan utang. Tidak seperti biasanya pengadaan semacam ini dalam mega proyek akan mengedepankan lokal konten atau TKDN, dalam hal pengadaan tanker impor tampaknya local content semacam itu tidak memungkinkan lagi atau 100 persen impor.
Perlombaan mengambil utang di antara sub holding Pertamina sepertinya tidak terhindarkan lagi. Sub holding yang tadinya adalah anak perusahaan Pertamina, kini menjadi perusahaan yang bergerak sendiri-sendiri mengejar keuntungan sendiri. Lalu seberapa besar PIS akan berhutang, tergantung lobi-lobi ke lembaga pemeringakat. Sekarang peringkat utang perusahaan Baa3 menurut moodys. Jadi lanjut lagi ngutang bro! Untuk beli tanker lagi untuk mendukung impor minyak? []
Salamuddin Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia